d u a p u l u h d e l a p a n

93.8K 11.9K 1K
                                    

Menatap gadis di hadapannya cukup lekat, Devian menghela napas pelan, memalingkan wajah sekejap lalu kembali mengamati Divney. Kali ini dengan tatapan tajam.

"Balik badan," suruh lelaki itu, enggan menggubris ucapan Divney yang baru saja gadis itu lontarkan.

Mencebikan bibir, Divney menggeleng cepat, gadis itu bertolak pinggang.

"Kalo gak mau?"

"Balik badan gue bilang!"

"Males ... jawab pertanyaan gue dulu."

Devian memutar bola matanya. "Apa?"

"Gimana caranya lo bisa punya dua sifat dalam satu orang kaya gini? Ajarin gue."

Menghela napas pelan, diam cukup lama dengan sorot mata yang masih menatap lekat ke arah Divney.

"Trauma," jawab Devian, nadanya terdengar berbeda dari biasanya.

Seketika Divney tertegun, gadis itu mematung beberapa saat, sedikit tidak menyangka atas apa yang baru saja keluar dari bibir Devian.

"Trauma? Kenapa?" tanya Divney dibuat penasaran.

"Suatu hari nanti, saat gue udah bener-bener yakin sama lo ... gue akan cerita semuanya."

Memutar bola mata malas, Divney mencengkram bahu Devian kuat-kuat.

"Sekarang! Buruan, cerita ke gue."

"Balik badan," sahut Devian enggan menggubris ucapan Divney.

"Kalo gue gak mau, gimana?"

"Jalan sekarang atau gue bakal ngelakuin hal yang bisa buat lo malu di depan umum," ancam Devian.

"Kalo gue tetep gak mau ... apa yang bakal lo lakuin?" tantang Divney. "Apa yang mau lo lakuin untuk ngebuat gue malu di depan umum?"

"Cium!"

"Cium?!"

Divney menautkan alis, di waktu bersamaan dengan gerakan kilat, masih di atas sepeda, tiba-tiba Devian meraih tengkuk Divney, mengarahkan wajah gadis itu ke arah wajahnya.

"Iya-iya! Iya, jalan sekarang!" pekik Divney keranjingan, telapak tangannya ia gunakan untuk menahan bibir Devian, seketika membuat lelaki itu menghentikan niatnya.

Untunglah keadaan sekitar tidak terlalu ramai, orang-orang dan kendaraan yang berlalu-lalangpun juga tidak menghiraukan aktivitas mereka berdua. Membuat Divney bernapas lega, mengusap-usap dadanya.

Melirik sinis, Divney langsung bergegas untuk berbalik badan, gadis itu kembali mengayuh sepeda dengan bibir yang terus menggerutu, sedangkan Devian yang dibonceng, tampak sesekali membantu Divney, mendorong laju sepedah dengan mengayunkan kaki panjangnya.

"Kok bisa, ya, cuaca berubah-ubah secepet itu?" tutur Divney entah kepada siapa di tengah aktivitas mengayuhnya, sesekali mendongakan wajah menatap ke atas langit.

"Karena alam berpihak ke gue," sahut Devian.

Divney menghela napas. "Gak heran, sih, jangankan cuaca, sifat lo aja juga bisa berubah-ubah secepet kilat."

Devian diam saja, hingga beberapa saat kemudian, Divney dibuat memergik kaget saat tiba-tiba Devian menyentuh kaki gadis di depannya, menaikan kaki gadis itu ke atas kerangka sepeda.

"Lo ngapain?" bingung Divney.

"Gue emang gak bisa ngendarain sepeda, tapi gue bisa kalo cuma ngegoes doang," jawab Devian, lalu memajukan kakinya menggantikan posisi kaki Divney untuk mengayuh sepeda.

Meneguk saliva, lagi-lagi jantung Divney berhasil dibuat berdetak kencang oleh sikap-sikap tak terduga yang ditunjukan oleh Devian.

Trak!

"Eh, ehh!" seru Divney, saking asiknya melamun gadis itu sampai tidak sadar jika di depannya ada lubang jalan yang cukup lebar.

"Gitu doang baper," gumam lelaki di belakangnya, begitu lirih, sampai-sampai Diveny tidak begitu yakin tentang apa yang baru saja ia dengar.

"Lo ngomong apa?!"

Devian tidak menjawab.

"Devian, lo ngomong apa barusan?"

"Perhatiin jalan! Turunan masih jauh, 'kan?"

Berdecak kesal, Divney kembali fokus ke depan, lantas memergik kaget dengan mata membulat lebar.

"Stop, stop! Udah, jangan digayuh lagi, udah turunan! Aaaakkhh! Deviaaann!" seru Divney, panik setengah mati kala sepeda mereka melaju cepat menuruni jalanan menurun di atas tebing yang berkelok-kelok.

Sontak saja Devian ikut panik, menepuk-bepuk bahu Divney. "Ada rem, goblok! Ada rem!" teriak lelaki itu.

Mendengar teriakan Devian, sontak saja langsung membuat Divney sadar tentang adanya rem pada sepeda yang tengah mereka naiki. Buru-buru Divney menarik kedua rem secara mendadak, dan ....

Siiiittt!!!

BRUGHH

Nyungsep? Tentu saja.

Untunglah dua insan itu terjatuh ke tepi jalan sebelah kanan, yang mengarahkan mereka ke semak-semak. Andai saja Devian dan Divney jatuh ke sebelah kiri, lalu menerjang pagar besi pembatas jalan yang lumayan pendek, mungkin sekarang dua remaja itu sudah terjun bebas ke dalam laut lalu di gulung ombak dimakan hiu.

"Aaaahh!" teriak Divney, perlahan membuka matanya.

Gadis itu pikir, tubuhnya akan terasa sakit-sakit atau bahkan ada goresan luka yang akan membuat kulitnya mengeluarkan darah. Namun nyatanya, tidak.

Setelah mata Divney benar-benar terbuka sempurna, gadis itu dibuat memergik kaget saat mendapati wajah Devian tengah memasang ekspresi meringis menahan sakit. Ternyata Divney sudah jatuh di atas tubuh Devian.

Sekejap kemudian gadis itu teringat detik-detik saat mereka hendak jatuh beberapa saat yang lalu, saat Devian langsung memeluknya, dan mengakibatkan posisi ini terjadi.

"Lo gak apa-apa?" tanya Devian, masih sempat menanyakan keadaan Divney.

Gadis yang masih dalam posisi tertegun itu tetap diam saja, tak menjawab ucapan Devian.

"Lo luka?" tanya lelaki itu sekali lagi, yang langsung menyadarkan Divney, lantas buru-buru menjauh dari atas tubuh Devian.

"E-enggak ... gue gak apa-apa," jawab Divney, duduk memeluk lutut di samping Devian yang masih terbaring.

Rasanya sangat canggung, gadis itu kembali merasakan gejolak aneh pada dadanya, napasnya sedikit tersengal.

Saling berdiam-diaman cukup lama, perlahan Divney memberanikan diri menoleh ke arah Devian.

"Dan lo? Lo baik-baik aja, 'kan?" tanya gadis itu ragu-ragu, terlebih saat menyadari ekspresi Devian yang seperti tengah menahan rasa sakit.

"Yang penting lo gak apa-apa."

Divney mengernyitkan dahi, matanya menyipit, menelisik ke arah sweater putih pada bagian pinggang Devian. Pada suasana remang, gadis itu sedikit ragu akan apa yang sedang ia lihat.

Buru-buru Divney meraba sekitar, mencari ponselnya, lalu menyenter ke arah Devian yang masih berbaring.

"Devian lo berdarah!" teriak Divney begitu panik.

Beringsut maju, Divney langsung bergegas menolong Devian, memapah lelaki itu menuju ke tempat yang sedikit terang, ke bahu jalan di bawah lampu jalan yang memancarkan cahaya jingga yang cukup benderang.

Tanpa sadar mata Divney berkaca, gadis itu menaikan baju yang dikenakan Devian, dan mendapati sebuah luka gores yang cukup lebar—mengeluarkan cukup banyak darah.

To Be Continued....

Bad AssociationWhere stories live. Discover now