e m p a t p u l u h d u a

73K 9.7K 550
                                    

"Karena gue yang nyebarin!"

Seketika semua tatapan langsung berpusat kepada seorang lelaki yang berada di balik kerumunan, beberapa orang menjauh, melingkari Divney dan lelaki itu.

"Elo?" Divney membulatkan mata, menyorot dengan raut tak menyangka.

"Gue yang udah bikin fake account dan unggah video itu di grup sekolah," sahut Devian, memperjelas ucapannya.

Jantung Divney berdegup cepat, melirik ke kiri dan kanan, tampak jelas pada raut gadis itu bahwa ia sedang merasa sangat resah.

Buru-buru Divney berjalan cepat ke arah Devian, meraih tangan lelaki itu lalu membawanya ke tempat sepi di ujung lorong.

Plak!

"Brengsek lo!" sentak Divney, menampar pipi Devian.

Tak bereaksi apapun, Devian tetap melempar tatapan dingin ke arah Divney.

"Bukannya ini yang lo mau?" jawab lelaki itu dengan wajah datar tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Sontak, mata Divney melotot tajam. "Maksud lo? Gue mau Bella mati? Gitu?"

"Loncat dari rooftop itu di luar perkiraan, yang gue maksud, nyebarin tentang pekerjaan Bella ke semua orang."

Meneguk saliva, Divney menautkan alisnya. "Jadi lo pikir, gue bakal nyebarin pekerjaan Bella setelah apa yang udah dia lakuin ke gue?"

"Emang ini 'kan satu-satunya senjata lo buat ngancem Bella? Gue tau semuanya."

"Tapi dengan lo nyebarin video itu, nyokap gue bisa dapet getahnya, Dev, Bella masih di bawah umur untuk ngelakuin prostitusi, dan gue yakin setelah semua ini, polisi dan wartawan bakal mengusut tuntas kasus tentang Bella!" sentak Divney. "Dan lo udah salah besar kalo ngira gue bakal nyebarin pekerjaan Bella buat bales perbuatan dia yang kemarin!"

"Gue tau! Gue tau semua timbal balik dari apa yang udah gue lakuin, dan sekarang gue udah hapus video itu lewat situs web rahasia. Nyokap lo aman, gak akan ada bukti yang mengarah ke nyokap lo. Kalaupun ada orang yang udah nyimpen video itu, secara otomatis video itu bakal lenyap di dalam galeri."

"Dan lo masih gak ngerasa bersalah sama Bella?" Gadis berwajah pucat itu menatap nanar ke arah Devian.

"Kenapa gue harus ngerasa bersalah?"

"Lo udah buat Bella celaka, dan mungkin aja Bella gak bisa diselametin. Itu semua gara-gara lo, Devian!"

"Dia cuman nerima balasan dari perbuatannya sendiri," jawab lelaki itu dengan enteng. "Lagian jatuh dari ketinggian 20 meter gak akan buat dia mati, dari luka yang dia dapet mungkin cuman koma beberapa hari. Gue bisa jamin. Dan lo gak perlu khawatir berlebihan kaya gini. Yang penting semua orang udah tau siapa Bella yang sebenarnya. Itu udah impas 'kan buat bales perlakuan dia ke lo?"

Berdecak kesal, Divney geleng-geleng kepala. "Lo emang monster, Dev!"

"Perlu lo tau kalo gue masih manusia. Dan gue cuma ngelakuin apa yang harusnya gue lakuin."

"Lo ngelakuin apa, sih?!"

"Ngelindungin lo."

"Aakkhh!" jerit Divney, mengacak rambutnya merasa kesal sendiri. "Gue muak sama alasan sampah lo itu! Gue capek, Dev! Lindungin lindungin, gue bisa lindungin diri gue sendiri!"

***

Hari terus berganti, tanpa terasa beberapa bulan telah di lewati. Karena kecelakaan beberapa waktu lalu, Bella masih hidup, namun tidak lagi melanjutkan sekolah, Bella juga telah berhenti berkerja bersama Angelina.

Entahlah, meski sekarang Bella sudah baik-baik saja, namun rasa bersalah masih saja menyelimuti Divney. Mau bagaimanapun, Devian melakukan semua itu karena dirinya.

Andai saja jika suatu saat nanti Divney di pertemukan kembali dengan Bella, gadis itu ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada Bella. Bagaimanapun juga ia sudah ikut andil dalam hancurnya masa depan Bella. Divney merasa jika dirinyalah yang sudah membuat Bella berhenti bersekolah.

Di lapangan, pada hari terakhir berada di sekolah bagi anak kelas 12, di hari yang menyenangkan ini, semua anak pada kelas akhir tampak berbahagia merayakan kelulusan mereka dengan bermain semprotan warna.

Namun tidak dengan gadis yang kini sudah berada di dalam taksi, mati-matian ia bersembunyi dari Devian, meninggalkan sekolah lebih cepat dan mengabaikan kesan-kesan terakhir bersama teman satu angkatan.

"Mih, lo udah siapin semua, 'kan?" tanya Divney, setelah sampainya ia di rumah.

Meski tidak tahu alasan pasti kenapa sang anak bersikap aneh seperti ini, Angelina tetap menuruti kemauan Divney yang kekuh ingin pindah ke luar kota dengan alasan ingin melanjutkan kuliah di tempat baru.

"Tiket pesawat udah gue taro di atas koper," jawab wanita paruh baya berparas jelita dengan tubuh molek meski usia tak lagi muda itu.

Dengan tergesa Divney langsung mengganti seragamnya, ia harus melakukan aktivitas dengan sangat cepat sebelum Devian datang dan menghalanginya.

"Lo yakin mau berangkat semendadak ini?" tanya Angelina memastikan.

"Iya, Mih, gue pamit!"

"Yaudahlah terserah lo aja, yang penting lo harus balik dengan bawa nilai yang terbaik buat gue. Lo haru janji?"

Tersenyum tipis, menghela napas sebentar. "Gue janji."

Lalu secara tiba-tiba dan sedikit mengejutkan, gadis itu memeluk hangat tubuh sang Ibu, membuat Angelina mematung beberapa saat, pasalnya Divney memeluknya kembali setelah 10 tahun yang lalu, saat terakhir kali mereka berpelukan.

"Kok lo nangis, sih? Lebay!" kekeh Divney setelah melepas pelukan.

Angelina ikut terkekeh, lalu menepuk gemas pipi sang anak. "Ngaca! Lo juga nangis, tolol!"

"Yaudah, gue berangkat sekarang, taksi udah nunggu di depan ... daahh, Mih, see you again!"

Perlu kalian tau jika Divney sudah merancang rencananya ini sejak beberapa bulan yang lalu, ia sudah membulatkan keputusan untuk berpisah dan meninggalkan Devian dengan cara seperti ini.

Karena menurut Divney, inilah satu-satunya cara tertepat untuk menjauhkan Devian dari kehidupannya.

Lelaki itu benar-benar sangat menakutkan. Larangannya. Ancamannya. Kekangannya. Kekasarannya. Semua tentang Devian berhasil membuat gadis sekeras Divney merasa ngeri tiap kali bertemu dengannya dalam setiap waktu.

Mata indah Divney menerawang lurus dari balik kaca mobil, cuaca yang tadinya cerah menjadi mendung, rintik hujan sudah mulai turun, di waktu bersamaan bibir Divney mengulas senyum tipis.

Menghela napas lega. "Selamat tinggal, Devian ... terima kasih udah ninggalin kenangan buruk di hidup gue selama beberapa bulan terakhir. Gue nyesel ketemu sama lo. Dan gue gak akan pernah temuin lo lagi!"

To Be Continued....

Bad AssociationWhere stories live. Discover now