t i g a p u l u h t u j u h

77K 9.9K 910
                                    

Dari kejauhan tampak seorang gadis tengah berjalan terseok, di pelukannya terdapat sebuah kardus dengan ukuran cukup besar yang di penuhi oleh buku-buku baru.

Itu adalah kardus terakhir yang harus ia bawa ke perpustakaan, rasanya sangat melelahkan. Karena kini Divney dan Devian tengah dalam hukuman untuk memindahkan buku-buku baru ke dalam perpustakaan.

Devian yang berjalan di belakang Divney yang juga membawa sekardus buku, sekejap memperlambat langkahnya, mengamati Divney yang sudah terlihat sangat letih.

Berjalan mendahului Divney, lantas Devian menghadang langkah gadis di hadapannya.

Seketika Divney mengernyitkan dahi, mendongak dengan tatapan tajam. "Minggir!"

"Lo istirahat aja," sahut Devian, hendak mengambil alih kardus di tangan Divney.

Namun dengan seketika gadis itu menjauhkan tubuhnya dari Devian. "Gak usah! Gue bisa sendiri."

Divney melengos pergi begitu saja, sedangkan Devian hanya menghela napas pelan, lalu kembali melanjutkan aktivitas. Tampaknya Divney sedang benar-benar marah kepadanya.

Dengan napas ngos-ngosan, Divney terus memaksakan langkahnya, berjalan tertatih agar segera sampai di perpustakaan.

Brugh!

"Ah!" sentak Divney, kakinya terasa keram, dan akhirnya terjatuh.

Devian yang melihat sang kekasih terjatuh ke lantai langsung menghentikan langkahnya, memandangi Divney cukup lama, sebelum pada akhirnya melangkahi kaki gadis yang masih terduduk di lantai dengan ekspresi menahan nyeri itu.

Lelaki itu meraih kardus di lantai yang tadi di bawa oleh Divney, lalu membawa kardus itu bersama dengannya, menuju ke perpustakaan yang jaraknya sudah cukup dekat dengan keberadaan mereka.

Divney yang sadar jika baru saja dirinya telah diabaikan oleh Devian, hanya bisa memasang ekspresi cengo, berdecak kesal.

"Apa kardus seberharga itu dibanding gue?!" geramnya.

Mata Divney terus menyorot punggung Devian yang semakin menghilang ditelan pintu perpustakaan.

Setelah cukup lama terduduk dalam posisinya, perlahan rasa keram di kaki Divney mereda, dengan langkah lirih gadis itu kembali berdiri tegap, melanjutkan langkahnya berniat untuk mengikuti Devian.

Sampainya di ambang pintu, suasana tampak lengang. Mata Divney menelisik ke sepenjuru ruangan, hingga ragu-ragu gadis itu masuk ke dalam perpustakaan, matanya mencari sosok Devian.

"Ke mana ngilangnya tuh cowok? Udah kek hantu aja," batin Divney.

Hingga tiba-tiba gadis itu tertegun, saat tanpa sengaja matanya menerawang ke celah kecil di balik rak buku. Ragu-ragu gadis itu mendekat, menyipitkan mata guna memastikan apa yang sedang ia lihat.

Deg

Jantung Divney berpacu cepat, seketika mata gadis itu berkaca. Bagaimana tidak, ia mendapati Devian tengah dipeluk dari belakang oleh seorang guru muda, yang tempo hari pernah dinyatakan oleh Devian jika mereka tidak memiliki hubungan apa-apa.

Tapi sekarang, nyatanya apa? Divney kembali melihatnya lagi.

Tersenyum miris dengan mata yang sudah berkaca, Divney geleng-geleng kepala.

"Harusnya dari awal gue gak pernah percaya sama lo!" lirih Divney, melangkah mundur, lantas berbalik badan memilih pergi meninggalkan perpustakaan.

Gadis itu berlarian di koridor, dadanya terasa sesak, sampai-sampai Divney tidak menyadari jika di depannya sudah berdiri seorang lelaki.

Brugh

Bad AssociationWo Geschichten leben. Entdecke jetzt