t i g a p u l u h e n a m

75.7K 9.7K 295
                                    

Divney tidak mau ambil pusing oleh larangan dari Devian, yang menurutnya terlalu mengekang dan berlebihan.

Gadis itu menghentikan taksi, dan memutuskan untuk segera pergi ke kantor polisi guna menemui Cakra. Semoga saja Cakra baik-baik saja.

"Makasih, Pak," ujar Divney kepada sang supir taksi, di depan kaca mobil yang sedikit terbuka, membayar ongkos, lantas berlari kecil menuju ke dalam kantor polisi.

Mata Divney menelisik ke sepenjuru ruangan, setelah merasa cukup lelah mondar mandir di dalam ruangan, Divney berdecak gemas, ia tidak menemukan sosok Cakra sama sekali.

Pertanyaannya sekarang, Cakra ada di mana? Apakah dia sudah dimasukan ke dalam sel tahanan?

"Permisi," ucap seseorang membuat Divney memergik kaget, seketika langsung berbalik badan.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang Polisi, Divney ingat betul jika lelaki paruh baya yang kini sudah berada di hadapannya itu adalah Polisi yang dulu pernah mengintrogasinya.

"Pak! Bapak kenal sama Cakra, 'kan? Tadi dia ada di sini, sekarang ke mana?" tanya gadis itu, tanpa berbasa-basi, langsung pada intinya.

Mengangguk-anggukan kepala, lelaki paruh baya itu menggaruk-garuk dagu kokohnya.

"Ohh ... si biang onar langganan kantor polisi itu? Dia akan dikirim ke tempat yang tepat untuk para anak bermasalah sepertinya. Kenapa? Kamu temannya?"

"Di bawa ke mana?"

"Dengan pantauan dari pihak berwajib, Ayahnya akan mengirim anak itu ke suatu tempat, dia sudah menjadi pecandu narkoba, dan akan tinggal di rumah rehabilitasi sampai kondisinya benar-benar membaik dan normal," jelas Polisi itu.

"Di mana?"

Tersenyum tipis, Polisi itu menyentuh bahu Divney. "Jangan urusi masalah orang lain, kamu masih kecil, lebih baik belajar dengan giat untuk ulangan kelulusan yang akan kamu hadapi beberapa bulan lagi."

Lalu lelaki paruh baya itu melenggang pergi begitu saja.

"Pak!" panggil Divney, namun tidak mendapat respon.

"Arrghh ... Cakra! Lo kenapa bisa jadi kaya gini, sih?!" teriak Divney kalut sendiri.

***

Selesai mengabsen, mata Pak Hendar menelisik ke satu-persatu bangku. Sejak tadi ia merasa ada yang kurang. Dan benar saja, bangku di samping Devian tampak kosong.

"Ke mana Divney?" tanya Pak Hendar.

Hening, lantas tiba-tiba semua tatapan tertuju ke arah Devian. Sekejap kemudian yang di tatap menghentikan aktivitasnya yang sedang mendengar musik lewat earphone di telinga kanannya.

Seolah tau apa pertanyaan yang ada di benak semua anak, Devian menggidikan bahu, kepalanya menggeleng.

"Gak tau," jawab Devian santai, melanjutkan aktivitas, memasang earphone ke telinganya lagi.

"Bukannya tadi lo ngikutin Divney?" sahut Tristan. "Masa lo gak tau pacar lo ke mana, sih?"

Spontan Devian melempar tatapan tajam ke arah Tristan. "Gu-e gak ta-u!" jawabnya penuh penekanan.

Lalu suasana menjadi hening, hingga beberapa saat kemudian, suara langkah derap kaki memasuki ambang pintu berhasil mencuri perhatian seisi kelas.

"Divney, dari mana kamu?" tanya Pak Hendar.

"Kantor polisi," jawab gadis itu jujur.

"Menemui Cakra?"

"Iya."

Bad AssociationWhere stories live. Discover now