54

312 26 46
                                    

Enjoy❣️danSelamat membaca🤗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy❣️
dan
Selamat membaca🤗

_______________________


To : Angkasa

21.55

You jerk, Angkasa. It's been two week, where were you hiding? Gue salah, iya paham, gue yang salah di sini. I'm sorry, tetapi bukan berarti lo bisa asal pergi dan mengabaikan ratusan pesan bahkan panggilan dari gue.


Tepat saat itu juga, Aleta menghela napas kasar selepas membaca ulang pesan yang ia kirimkan tadi malam. Tidak ada jawaban, dua centang biru pertanda telah dibaca menjadi pemandangan baru—sungguh buruk karena terus berharap Angkasa akan membalasnya. Ponsel sudah dimasukkan kembali ke dalam saku seraya netra yang menelisik segala arah mencari keberadaan Samudera; cowok itu berkata jika mulai seterusnya Aleta akan pulang bersamanya. Aleta tidak terlalu menginginkan itu lantaran pasti merepotkan Samudera mengingat jam pulang kuliah mereka tidak selalu sama, tetapi Samudera apa peduli? Lagi pula ini demi keselamatan Aleta sendiri.

Hiruk-piruk dari konversasi manusia agak memudar, Aleta hanya dapat menemukan beberapa mahasiswa yang masih bertahan di lingkungan kampus. Juga, apa Samudera lupa? Aleta sudah menunggu sejak lima belas menit lalu, sedangkan Samudera belum muncul di hadapannya, atau apabila mengalami kendala setidaknya ia mengabari Aleta. Sang gadis tampak jenuh sekaligus lelah berdiri, mengubah posisi beralih duduk di pojok undakan gedung fakultasnya. Aleta menunduk, melakukan apa saja—memainkan tali sepatu misal, guna mengusir rasa bosan sebelum detik-detik setelahnya mendongak dan menangkap pemilik sepatu lain yang kini berdiri di depannya. Aleta membola, sontak menegakkan badan dengan jantung serasa ingin lepas dari tempatnya.

"Angkasa?"

Tanda tanya, sebab Aleta berhak mendapat jawaban kenapa cowok itu tiba-tiba ada di depan matanya. Non-realitas; katakan jika apa yang dilihatnya adalah kesalahan karena ia terus memikirkan Angkasa, Aleta memang mengharapkan pesannya dibalas, tetapi ia tidak pernah menyangka bahwa eksistensi Angkasa lah yang akan tendensi menemuinya, sangat di luar ekspetasi. Aleta kembali terpelanting pada realitas tatkala timbre suara Angkasa menggema nyata di gendang telinganya.

"Agaknya ada lumba-lumba yang terdampar di sini, butuh pertolongan?"

Mencerna keadaan—separuh senyum ialah jalinan interaksi awal, Angkasa mengapit dagu Aleta menggunakan telunjuk serta ibu jarinya kendati gadis itu masih menganggap sebagai bias imbesil. Tidak bereaksi lebih, intensitas Aleta sesuai dengan direksi naluriah untuk menelan ludah harus urung seketika karena Angkasa menaiki satu anak tangga membuat tubuh keduanya berhimpit sangat dekat.

Aleta mendunduk, membuang muka. "Ya, lumba-lumba ini kebingungan mencari pemiliknya yang mengabaikannya dan ia pun berakhir tersesat."

"Aleta—"

RILAKKUMA [OSH] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang