6.6

795 60 34
                                    

"ARGHH...... BOCAH BAJINGAN!"

"Kalian akan mati bersamaku! Dan.... Selamat tinggal adik"

Cain tersenyum untuk terakhir kalinya. Andai saja dia masih punya kesempatan untuk melihat senyuman manis adiknya. Andai saja dia masih memiliki kesempatan untuk bermain bersamanya, tertawa dan bahagia. Dia masih ingin melihat adik kecilnya tumbuh. Entah seperti apa nantinya dia saat sudah besar. Andai saja dia masih memiliki kesempatan lagi, tapi ini sudah cukup. Setidaknya Boboiboy masih hidup dan aman. Dia sudah sangat bersyukur.

Ctak!

BOOOMMMMMM!!!

"TIDAK! KAK CAIN!"

***

"Kak Cain! Hiks.. hiks.. hiks.. tidak... Hiks... Tidak!!"

BoBoiBoy kecil menangis, memanggil-manggil nama kakaknya. Dia berdiri dengan lemah di pinggir jurang, menangis sejadi-jadinya. Guyuran hujan semakin deras, mengaburkan air matanya. Dia tidak peduli dengan petir yang menggelegar, dia tidak peduli jika seluruh tubuhnya sudah basah kuyup oleh derasnya air hujan, dia sudah tidak peduli lagi jika dia menggigil kedinginan. Dia hanya-dia hanya ingin kakaknya, hanya kakaknya, tidak yang lain.

"Kak Cain... Hiks.. hiks.. jangan... Hiks... Tinggalkan... Boy.... Hiks... Boy takut!"

"Boy, ingat perkataan kakak! Setelah ini, lari, segera pulang. Cepat hubungi ayah dan Ibu, serta Tok Aba sekali. Suruh mereka segera datang. Jangan pikirkan apapun lagi, biarkan mereka yang mengurus sisanya. Pastikan Boy melakukan itu, oke! Janji dengan kakak! "

"Boy... Hiks... Boy janji.... Hiks... Hiks..."

"Hiks... Benar! Boy sudah janji! Hiks.. hiks..."

Mengingat perkataan kakaknya, BoBoiBoy segera pergi dari sana. Berlari menerobos derasnya hujan. Dia harus cepat, ayah, Ibu, Tok Aba pasti bisa melakukan sesuatu. Mereka pasti bisa menemukan kakaknya. Ya, pasti bisa!

BoBoiBoy sampai di rumahnya, basah kuyup dan kedinginan. Dia menyambar ponsel pintar milik kakaknya yang ditinggalkan di meja belajarnya mencari nama ayahnya dalam daftar kontak.

"Cepat! Cepat! Ayah... Hiks... Cepat angkat! Hiks.. hiks.."

.....TUT--

"Halo! Cain, ada apa?"

"Hiks .. hiks... Ayah...."

"BoBoiBoy? Ada apa nak? Kenapa menangis?"

"Ayah... Hiks... Hiks... Kak Cain... Hiks.... Cepat pulang! Tolong kak Cain!"

"Apa?! Boy, ada apa dengan Cain? Kenapa kau menangis?" Panik menimpa Amato. Dia tidak mengerti apa yang terjadi, putranya, putra keduanya menangis. Mengatakan sesuatu tentang kakaknya. Amato tidak mengerti.

"Hiks... Cepat pulang.... Ayah ... Hiks... Hiks... Tolong kak Cain! Hiks... Hiks .."

"Oke! Oke! Ayah akan segera pulang. Tunggu sebentar, oke!" Semakin Boy menangis, semakin panik Amato dibuatnya. Dia harus cepat, bergegas pulang, perasaannya tidak bagus.

--TUT--

Sambungan terputus. Menghubungi ayahnya ternyata sama sekali tidak membuatnya lebih baik, dia hanya ingin kakaknya. BoBoiBoy semakin sedih, dia meringkuk di kamar kakaknya. Menangis, sendirian dan ketakutan.

"Hiks... Kak Cain... Hiks.. hiks..."

Dua jam berlalu, amato dan istrinya sudah tiba di rumah mereka. Mereka berlari dengan cemas ke dalam rumah, mencari keberadaan putra keduanya. Saat mereka membuka kamar putra pertama mereka, mereka terkejut melihat BoBoiBoy yang meringkuk di atas tempat tidur. Menangis dan gemetar. Mereka bisa melihat tubuh basah putranya, begitu dingin, sangat menyakitkan untuk melihatnya seperti itu.

TAPOPS AcademyWhere stories live. Discover now