Prolog : Dangerous Man

35.1K 2.5K 90
                                    

Di jalan yang sepi dan tak seorang pun melintas, tepat pada pukul tengah malam, terlihat perkelahian beberapa pria. Tiga orang pria dengan pakaian serba hitam, dan seorang pria tinggi yang mengenakan jaket bertudung dan topi hitam. Tangannya memegang pisau yang sudah berlumuran darah. Di bawah sorot lampu jalan yang temaram, wajahnya berbayang dan separuh menggelap. Hanya menyisakan sorot tajam dan bengis dari mata birunya yang gelap.

Satu pria menyerangnya, dan dia memutar pisaunya kemudian menusukkannya ke leher pria itu dengan sekali hantam sampai tubuh itu mengejang dan darah merembes kemudian terjatuh ke tanah. Satu pria menyerangnya kembali dengan pisau di tangan, dan satu lagi berlari ke mobil mereka.

Sosok itu menghadapi satu pria yang menyerangnya, saat nyaris mengenai wajahnya dia mundur agar tidak menjatuhkan topi di kepalanya, kemudian menendang pria itu dengan kejam hingga jatuh. Pria satunya yang berlari ke mobil mengeluarkan pistol dan mulai memompanya. Sebelum timah panas itu melesat ke arahnya, dengan cepat dia memutar pisaunya dan melemparnya sekaligus hingga menancap tepat di dahinya. Darah kembali merembes ketika tulang tengkoraknya dikoyak.

Sosok bertopi itu berjalan ke arah pria tadi, berjongkok dengan satu kaki sambil meraih pistolnya kemudian membawanya pada pria yang baru saja dia jatuhkan. Pria itu terkapar di aspal, berusaha bangun tapi dia sudah menendang perutnya dengan keras.

“Le-lepaskan aku ...,” kata pria itu sambil menahan sakit.

Sosok bertopi itu kembali berjongkok dengan satu kaki, menyeringai jahat sambil memutar-mutar pistol di tangannya dengan pisau di tangan lainnya. Dia membawa pisaunya ke wajah pria itu, menepuknya dua kali.

“Kenapa kalian membuntutinya?” tanya sosok itu.

Pria yang terkapar di bawah itu belum menjawab, dia berusaha bangun tapi pisau di tangan sosok bertopi lebih cepat untuk menusuk pahanya dalam-dalam, hingga teriakan kesakitan pria itu melatari tempat itu. Melihat pisaunya menancap di kulit dan daging orang lain sampai berdarah, dia terkekeh dan mencabutnya dengan segera.

“Kenapa kalian ingin membunuhnya?” tanyanya lagi, yang kali ini membawa pisaunya ke wajah pria itu.

Pria itu begitu ketakutan, tak menyangka bahwa dia dan rekan-rekannya akan mati di tangan satu orang asing yang menghadang mereka saat bertugas.

“Ka-kami hanya disuruh untuk membunuh wanita itu,” jawab pria malang di tanah.

“Disuruh,” gumamnya. Seringai jahatnya kembali muncul, dan dalam satu ayunan pisaunya sudah menancap di leher pria malang itu hingga terdengar bunyi kesakitan yang teredam, lalu kepala pria itu terkulai dan mati dengan mata melotot lebar yang membawa teror. Darah pun merembes membasahi aspal.

Sosok yang masih mengenakan topi itu bangun, melihat kedua tangannya yang berlumuran darah di bawah sinar lampu jalanan. Dia membawa tangannya ke hidung dan mencium bau amis darah segar, kemudian berjalan ke Audi Quattro hitam––mobil tua keluaran tahun 1980-an yang masih bagus dan terawat.

Mengambil sebotol air mineral kemudian mengguyur kedua lengannya hingga darah tersapu bersama air ke bawah, menetes di tangannya, lalu membersihkannya dengan sapu tangan. Setelah selesai, dia menatap pistolnya dengan senang.

“Lumayan,” katanya, melempar pistolnya ke dashboard.

Sosok itu pun segera masuk ke mobilnya, menyalakan mesin dan menyetel satu set lagu dari band tahun 80-an. Musik berdengung di dalam mobil, dan dia ikut bersiul seirama dengan lagu. Satu tangannya meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.

Halo, bos?” Suara seorang pria terdengar di telepon.

“Bereskan mereka untukku,” katanya memberi perintah.

“Ada berapa orang kali ini?”

“Hanya tiga,” jawabnya.

Tapi club masih ramai.”

“Tutup saja, usir semua orang.” Sambil mengetuk-ngetuk jarinya di setir mobil, tatapan tajamnya memandang tiga pria yang tergeletak di jalan tanpa nyawa dengan berlumuran darah.

Sosok di seberang telepon terdengar mengeluh. “Kalau terus begini kelabmu bisa bangkrut, mereka itu uang berjalan kita, Bos.”

“Datang sekarang atau kujadikan kau yang keempat.” Nada suaranya rendah, tapi bisa membuat siapa pun bergidik ngeri mendengarnya.

Aduh, oke, oke. Aku akan segera ke sana setelah mengusir semua uang berjalan yang sedang mabuk ini.”

Sambungan telepon terputus, dan sosok itu melepaskan topi yang dipakainya hingga menampakkan wajahnya yang tampan dengan rambut berantakan dan kulit kecokelatan. Matanya biru dan terlihat lebih gelap, dari bayang-bayang lampu di jalan, dia begitu misterius. Bibir sensualnya terkatup rapat, dengan rahang kokoh yang dipenuhi jambang yang belum dirapikan.

Sebelum melajukan mobil, dia memiringkan kepalanya ke sisi kanan dan kiri hingga terdengar suara gemeretak persendian lehernya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum melajukan mobil, dia memiringkan kepalanya ke sisi kanan dan kiri hingga terdengar suara gemeretak persendian lehernya. “Siapa pun yang menyakitimu, maka aku yang akan membalasnya,” desisnya dengan seringai kejam dan tatapan berkilat penuh bahaya.

Kemudian mobil tua itu melaju meninggalkan tempat itu. Desir angin musim semi terasa begitu dingin sampai ke tulang, membawa pesan misterius yang menakutkan. Dedaunan di tanah bergemerisik, terbang di atas aspal sampai mendarat di atas wajah yang sedang melotot tanpa napas.





🔫🔫🔫





Lanjut gaaaaaaakkk????

Vote dan komennya jangan lupa! Siapa tahu aku bisa update cepaaaat. Wkwk

Dangerous Ex-Husband (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang