🖤06. Keributan di Polda

197 47 16
                                    

Halaman Polda Jateng menjelang siang cukup sepi, seperti tidak pernah terusik oleh keramaian jalan raya dan traffic light padat kendaraan yang berada tepat di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halaman Polda Jateng menjelang siang cukup sepi, seperti tidak pernah terusik oleh keramaian jalan raya dan traffic light padat kendaraan yang berada tepat di depannya.

Tenang dan tentram.

Namun suasana damai itu seolah tak bisa menembus ke dalam salah satu ruangan paling sudut belakang gedung Polda Jawa Tengah.

"Gue yakin banget, kematian Julian dan teror di pesawat ada sangkut pautnya sama Kelompok Mortem." Anggra tampak yakin dengan pendapatnya.

"Tapi kita nggak punya bukti kuat, Nggra. Nggak ada tanda-tanda dari Kelompok Mortem kayak tahun lalu, tato logo mereka misalnya. Di tubuh Pak Hasan nggak ada tato atau tanda apapun." Dema menjawab dengan frustasi. Kasus teror di salah satu pesawat itu masih terus berjalan dan mendapat perhatian nasional.

Kapolri mengawal sendiri kasus ini sehingga Kapolda dituntut untuk segera menyelesaikannya. Secara otomatis, semua bidang di kepolisian yang terlibat dalam kasus ini akan terseret dan ditekan untuk bergerak cepat.

"Masalah besarnya sekarang itu bukan cuma keluarga, tapi publik. Mereka menuntut kasus ini diusut ulang karena banyak banget yang nggak beres dengan kematian Julian." Anggra menambahkan.

"Sekarang ditambah lagi teror di pesawat. Gue juga yakin ada sangkut pautnya, dan pasti ada yang bergerak dari belakang." Dema memijit pelipisnya pelan, kepalanya mulai berdenyut karena belum tidur semalaman.

"Aidan Syam Prasaja, Erik Dilatas, Wilona Pambudi. Otak dan dalang dari pergerakan Kelompok Mortem memang udah ditangkap tahun lalu, tapi ada satu orang lagi..." Sena menatap berkas tebal kasus Kelompok Mortem yang ia keluarkan lagi dari kantor arsip untuk dianalisis kembali.

"Siapa?" Dema bertanya.

"Kaki tangan Aidan, sampai sekarang masih buron, kan?"

"Maksud lo sekretaris Aidan? yang namanya Gio itu?" Sena mengangguk, mengiyakan pernyataan Anggra.

"Tapi Sen," Dema menyela. "Gio sekarang udah berstatus buronan internasional, akses dia di negara lain aja udah diblokir. Menurut lo dia masih bisa berkeliaran di Indonesia? Dan menyusun rencana kayak kematian Julian dan penyerangan di pesawat?"

"Bisa aja," Lagi-lagi Sena menjawab dengan cepat.

"Gue masih inget banget gimana ambisi besar Aidan untuk menunjukkan eksistensi Kelompok Mortem di Indonesia. Kita semua juga tau yang menyokong mereka bukan sembarangan orang." Sena merapikan kembali berkas-berkas yang berserakan.

"Kelompok Mortem, nggak segampang itu kita matikan. Kita nggak tau di negara lain siapa aja orang yang berada di belakang mereka."

DEGINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang