🖤10. Bandara Lama Ahmad Yani

279 42 55
                                    

EGINA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

EGINA

"Kenapa datang ke sini, Dem? Kangen, ya, digangguin sama cewek berisik ini?"

Gue lupa kapan gue merasa sepuas ini.

Kalau boleh mengingat lagi ke belakang, terakhir kali gue merasa sangat puas adalah ketika nama Veryl Anderson masuk ke deretan 10 pengusaha muda sukses di majalah Forbes.

Saat itu gue merasa puas banget karena bisa melihat raut wajah bangga Papa ketika ada rekannya memuji gue di depannya.

Rasanya darah gue mengalir kencang ke otak sampai rasanya mau berteriak kencang saking senengnya gue.

Persis seperti sekarang, saat gue melihat sosok pria berpakaian santai dengan rambut yang sedikit berantakan dari biasanya berdiri di depan pintu rumah Kakak gue.

Dan anehnya, gue seratus persen yakin bahwa dia datang ke sini untuk gue, untuk ketemu sama gue.

Padahal sebenarnya, bisa aja alasan Dema berkunjung ke rumah mau ketemu sama Sena, atau sekedar main aja mengingat Dema, Egini, dan Sena emang udah temenan sebelum gue datang ke Semarang.

Tapi kali ini, enggak. Gue tau dia datang demi gue. Jadi rasanya puas banget. Sampai gue cuma bisa berdiri beberapa saat untuk menikmati moment ketika gue melihatnya dengan penuh kemenangan.

"Sen, gue boleh ajak Egina keluar sebentar?"

Wow. Ternyata mau ngajak gue jalan.

Hahaha, mau gue ketawain banget, tapi karena gue juga udah kangen gangguin dia, gue melihat Sena dengan tatapan tajam sebagai tanda supaya dia membiarkan gue pergi dengan Dema.

"Hati-hati ya kalian!!! Kalau kamu pergi sama Dema aku nggak apa-apa kalau pulangnya agak telat!!" teriak Egini waktu gue dan Dema udah tiba di pintu pagar, siap-siap mau pergi yang gue juga nggak tau ke mana.

Dema masuk ke mobil duluan dari pada gue, mukanya terlihat dingin dengan tatapan tajam ke arah depan, bahkan nggak menoleh sedikit pun ketika gue menyusulnya masuk ke mobil.

Mukanya terlihat sama berantakan dengan rambutnya yang biasa tersisir rapi ke belakang. Pomadenya udah habis kali ya, gue bisa melihat gimana rambut Dema yang licin, bergerak liar di wajahnya ketika angin malam Semarang masuk ke dalam mobil karena kaca yang dia buka sedikit.

Gue melihat ke jok belakang, ada sebuah kemeja kantor yang tergantung di jendela dan sepasang seragam cokelat polisi. Persis banget sama isi mobil Sena, mungkin emang begini, ya, isi mobil polisi. Harus ada seragam dan baju cadangan buat jaga-jaga.

Malam ini pertama kali gue melihat Dema berpakaian kasual, memakai baju kaos panjang dan longgar di badan, karena biasanya gue selalu ketemu dia dalam keadaan rapi. Dan rambutnya... hah. Tangan gue gatel pengen ngerapiin rambutnya!

Tapi gue tahan aja, karena dari wajahnya gue lihat Dema kayak lagi nggak mau di ganggu, alisnya berkerut seperti orang menahan marah, genggaman tangannya di setir mobil kokoh, bibir tebalnya terkatup rapat, bikin gue menahan diri untuk nggak membuat suasana hatinya semakin buruk.

DEGINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang