🖤09. Kegelisahan Dema

180 39 43
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pak, terkait pengiriman anggota ke daerah timur itu bagaimana? Saya sudah membuat list nama dari Polda Jateng, tapi saya butuh—Pak Dema? Pak Dema?" Yang namanya dipanggil masih saja berfokus melihat layar ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Pak, terkait pengiriman anggota ke daerah timur itu bagaimana? Saya sudah membuat list nama dari Polda Jateng, tapi saya butuh—Pak Dema? Pak Dema?" Yang namanya dipanggil masih saja berfokus melihat layar ponselnya.

"Pak Dema? Pak Dem—"

"Oh—iya, iya, maaf. Jadi bagaimana?" Dema segera melepas ponsel lalu menaruhnya di tepi meja. Sedikit mengutuk diri sendiri karena dua minggu terakhir fokusnya sering terganggu akibat ulah seseorang yang tak pernah absen mengirim pesan dan menganggunya lewat telepon. Namun  dua hari belakangan, ponsel Dema hening tak ada notifikasi dari gadis itu.

"Ini daftar nama anggota dari Polda Jateng yang akan bergabung untuk misi daerah timur. Pak Irjen meminta Bapak segera acc agar bisa diajukan ke Pusat."

"Oh... baik, mana daftarnya? saya periksa dulu." Seorang wanita berseragam polwan memberikan sebuah map kepada Dema. Lelaki itu berdeham berkali-kali untuk mengembalikan fokusnya dari ponsel yang sedari tadi hening, tak ada notifikasi sama sekali.

Kemudian dia mulai mengeluarkan pulpen dari saku seragam pas di badan dan memerika satu per satu nama yang tercantum di berkas dalam map tadi.

"Ahmad Agus keluarkan saja dari daftar. Waktu misi terakhir tulang pinggulnya cidera dan saat ini masih tahap pemulihan."

"Tapi, Pak, Ahmad sudah masuk kantor dari dua hari yang lalu," ujar polwan tersebut.

"Iya, saya tahu, Rika. Dan saya juga lebih tahu kondisi bawahan saya, layak atau tidak layaknya mereka untuk ikut misi selanjutnya."

Raut wajah yang dipanggil Rika seketika berubah, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi masih mencoba untuk merangkai kalimat dengan baik dan benar.

Dema segera tahu maksud dari perubahan wajah itu. "Tenang, biar saya yang bicara langsung dengan Pak Irjen. Berkas ini saya saja yang antar kepada beliau."

Rika semakin merasa tidak enak hati, karena ia merasa bahwa ini adalah tugasnya. Gadis itu memang sering sekali takut jika apa yang diperintahkan kepadanya tidak berjalan sesuai dengan seharusnya. Dan berkali-kali pula Dema selaku atasan langsung di bidangnya berinisiatif untuk menyelesaikan ketidaksesuaian itu sendiri.

DEGINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang