Capítulo 17 : quemar el océano

1.8K 202 303
                                    

Chapter XVII : Burn The Ocean

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chapter XVII : Burn The Ocean

"I will hurt you for this. I don't know how yet, but give me time. A day will come when you think yourself safe and happy, and suddenly your joy will turn to ashes in your mouth, and you'll know the debt is paid." —George R.R. Martin

.

.

.

El Fuego begitu cerah di siang hari. Mentarinya hangat melingkupi langit biru yang membentang luas, bersama sepoi angin menerbangkan dedaunan di sekitar kediaman salah satu Dorado di Blok A1.

Kala itu, sesosok kakek tua berjalan tertatih untuk menghampiri cucunya yang sedang duduk di teras. Mengayunkan kaki mungil sembari melihat burung elang beterbangan. Begitu bebas dan gagah, sang bocah tampak antusias kala elang lain mengerubungi hingga langit biru terlihat penuh oleh interaksi burung indah itu.

"Kakek ... kakek, lihatlah. Bukankah para elang sangat hebat bisa terbang bebas di atas awan? Andai aku bukan manusia, sepertinya akan meminta pada Tuhan agar dilahirkan sebagai burung saja. Aku ingin menjelajahi dunia ini dengan terbang di atas awan. Melihat permukaan bumi dari ketinggian, pasti akan sangat indah dan menakjubkan."

"Tapi kau dilahirkan sebagai ikan paling spesial di lautan luas, Brendan. Para Dorado yang sudah lama mengabdi untuk Paradia adalah pejuang kedalaman air yang bisa bertahan dalam ombak sekeras apapun. Kita juga tak kalah hebat dengan para elang, meski tak mampu terbang bebas di atas ketinggian, kita adalah para penguasa perairan. Kita indah dengan cara kita sendiri, karena kita adalah Dorado."

Sang bocah mencebik mendengar rayuan kakek yang kini tersenyum seraya mengusap puncak kepalanya. Tak henti-hentinya mendengus saat mendengar jawaban paling konyol yang selalu dia dengar bernada membanggakan familianya. Dorado bagi orang tua yang tinggal di kediaman maupun Blok A1 memang begitu mencintai sebuah filosofi, sebab dengan demikian akan terus mengingatkan dari mana para Dorado berasal dan tujuan mereka hidup di negara yang penuh keanekaragaman.

"Sudah kubilang aku bukan ikan, Kakek! Aku benci air, aku tidak pandai berenang, dan lagi di antara familia lain hanya Dorado yang memiliki simbol konyol. Ikan todak? Apa yang bisa dibanggakan jika mereka masih bisa dimangsa oleh predator yang lebih kuat? Padahal menjadi Aquila Sang Elang, Draco Sang Naga, atau Taiga Sang Harimau jauh lebih keren dibandingkan Dorado ... Sang Ikan Sarden?"

"Ssssh!" bocah bernama lengkap Brendan Seungcheol Dorado meringis ketika tangan sang kakek memukul pahanya. Meski ringan dan tidak begitu keras tapi berhasil membuat bibirnya mengecurut kesal. "Jangan bicara seperti itu, anak nakal! Simbol ikan todak adalah kemurnian, kesucian, dan kekuatan kita sebagai orang yang terlahir dari Familia Dorado. Ikan todak memiliki bentuk moncong serupa pedang yang bisa melindungi diri dari predator, sama halnya kita para Dorado yang memiliki pedang dalam hati masing-masing. Kau yang mewarisi darah Dorado terdahulu adalah aset yang akan membawa familia ini menjadi bagian Paradia yang utuh di masa yang akan datang. Coba saja bayangkan, siapa memang yang melindungi negara serta kota ini jika bukan Dorado? Siapa yang rela mempertaruhkan hidup dan nyawa demi menyelamatkan rakyat jika bukan Dorado? Kami adalah pagar besi, dinding beton, dan tebing kokoh yang dimiliki Paradia. Sampai kapanpun Dorado adalah senjata yang melindungi El Fuego."

LluviaWhere stories live. Discover now