Capítulo 19 : entre vida y muerte

1.8K 158 235
                                    

Chapter XIX : Between Life and Death

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chapter XIX : Between Life and Death

"We all do things we desperately wish we could undo. Those regrets just become part of who we are, along with everything else. To spend time trying to change that, well, it's like chasing clouds." —Libba Bray

.

.

.

"Dahulu kala, para leluhur memperjuangkan negara dengan mengorbankan keringat, darah, serta air mata. Mewujudkan nama Paradia yang sesuai dengan tujuan utama rakyatnya demi menjadi negara senyaman surga. Di mana kedamaian, ketenangan, ketentraman meski setiap individu dengan individu lain berbeda namun rakyat yang berjuang memiliki mimpi yang sama. Ya, merdeka. Itulah api semangat yang harus kalian kobarkan dalam dada sebagai para Taiga yang dipercaya menjadi pemimpin Paradia dari generasi ke generasinya."

Dua bocah menatap wajah pucat Raja III Taiga yang sesekali terbatuk dengan ekspresi berbeda. Padahal usia masih terbilang muda, namun diketahui dari pemimpin-pemimpin Paradia sebelumnya, Raja III Taiga memiliki fisik yang lemah dan seringkali jatuh sakit sehingga harus mendapat serangkaian perawatan.

Kabar kurang sedap juga datang pada anak pertama yang saat ini berusia 13 tahun, Gong Yoo Taiga sedari kecil memiliki fisik yang lemah seperti sang ayah. Sebut penyakit genetik namun yang ajaib, putra kedua bernama Jihoon Taiga di usia 10 tahun justru kebalikan sang kakak. Saking aktif dan begitu prima, Jihoon seperti tak ada pantangan dalam hidupnya. Bahkan Raja III Taiga baru mendengar selentingan kabar mengenai putra bungsu yang diam-diam mengganggu pelatihan militer di barak Blok A1. Di mana dia mengikuti setiap kegiatan yang sudah menjadi rutinitas Familia Dorado mendidik anggotanya.

Jika dilihat seksama, wajah tampan Jihoon lebih segar ditambah kulitnya sedikit lebih gelap lantaran sering terkena sinar mentari. Berbeda dengan Gong Yoo memancarkan kedewasaan dari wajah yang pucat dan harus menghabiskan masa kanak-kanak lebih banyak di perpustakaan. Sekalinya meminta izin keluar Taiga Palacio tidak pernah jauh dari berkunjung ke kantor pemerintahan. Memang berbeda, dua putranya betul-betul diberkahi kelebihan yang saling bertolak belakang baik kebiasaan maupun karakteristiknya.

"Padre, aku ingin bertanya!" Jihoon kecil mengacungkan jari telunjuk ke udara, mengundang teguran Gong Yoo yang ingin adiknya bersikap manis. Namun sang ayah yang melihat interaksi tersebut hanya tersenyum. Mengangguk pada putra pertama seolah mengatakan tidak apa-apa, menoleransi tindakan adiknya.

"Silakan, Putraku Jihoon. Apa yang membuatmu penasaran?"

"Padre, kenapa harus Taiga yang menjadi Pemimpin Paradia? Bukankah leluhur dan para kakek serta nenek moyang kita pun sama seorang Taiga? Kenapa Paradia tidak dipimpin oleh Dorado saja? Atau mungkin familia yang lain?"

"Hm, pertanyaan bagus. Itu saja yang ingin kau tanyakan? Gong Yoo sayang, adakah hal yang membuatmu penasaran?"

Sontak wajah sendu sang kakak yang tak kalah tampan tersipu diberikan tatapan hangat Raja III Paradia. Dibandingkan Jihoon, dia merasa segan dengan sang ayah. Baginya ada jarak di antara mereka yang meskipun seorang kepala keluarga, dunia terlanjur tahu jika ayahnya adalah Raja di negara mereka. Orang nomor satu yang menjalankan pemerintahan monarki Paradia.

LluviaWhere stories live. Discover now