24. Bertemu Kembali

5K 654 81
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


***

MBAK, menurut Mbak aku harus move on apa enggak?” tanya Narsha ketika sampai di perpustakaan dan duduk di samping sang kakak. Narsha menyandarkan dagunya pada sisi meja kemudian menyorot setengah frustasi. “Jawab dengan logis, nyelekit dikit juga boleh supaya aku sadar.”

Shaletta mendongakkan pandangannya, memandang serius sebelum berkedip dua kali dan menaruh penanya. Si gadis menyandarkan punggung pada kursi seraya bersedekap tangan. “Kamu ngerasanya gimana sekarang, Ca?”

“Aku ngerasa sesayang dan sebenci itu sama dia sekarang. Pengen aku bunuh aja setiap ngeliat setiap sg dan sw dia tapi jelas aku nggak sanggup buat ngelakuinnya.” Gadis bermata kucing tersebut menjelaskan agak gamang sebelum menempelkan pipinya pada meja. Ia menghela napas berat, “Apa aku lupain aja kali, ya? Dianya juga udah punya cewek.”

Menaikkan sebelah alisnya Shaletta membalas lugas. “Kamu yakin sanggup ngelupain dia? Setahun lebih lho kamu nunggu.”

“Itu dia, Mbaaaaak! Aduuuuh! Aku mau resign ajalah jadi manusia. Seharusnya aku request jadi kentang aja daripada harus repot-repot mikirin perasaan,” keluh Narsha, merasa jengkel dengan dirinya sendiri. Mengapa harus dia yang berada di posisi mengejar bukan dikejar? Well, meskipun secara harfiah tidak demikian juga. Narsha tetap jengkel. “Aku … kayaknya nggak sanggup, deh.”

“Kamu tau 'kan setiap kali manusia jatuh cinta bakalan ada pengorbanan. Selalu ada yang namanya sakit hati, air mata, bahagia, senang, perasaan kupu-kupu di perut serta hati kamu.” Shaletta menjeda sejenak, memiringkan sedikit kepalanya dan menyunggingkan senyuman simpul. “Mbak bukannya nyuruh kamu berjuang lebih mati-matian tapi mau kamu sadar pasti akan ada tahapan-tahapan sebelum mencapai finish. Ca, kamu cantik, banyak yang suka sama kamu. Karena kamu hidup kamu diharuskan memilih. Mau mencintai atau dicintai?”

Benar.

Apa yang dikatakan Shaletta benar, semuanya.

Narsha hanya perlu memilih mencintai atau dicintai, bukan?

Terkadang perkara-perkara sesederhana itu mampu menyulitkannya.

Entah keadaan yang membuatnya demikian atau perasaannya yang enggan untuk berjabat tangan dengan logikanya.

Narsha tersenyum pahit dan mengangguk kecil. “Kalau Mbak jadi aku. Mbak mau pilih yang mana?”

“Ada dua jalan lagi, Dek.” Sang kakak memajukan sedikit tubuhnya dan meraih pena sebelum membuka halaman kosong pada bagian terakhir bukunya. Shaletta menggoreskan tintanya di sana sambil menjelaskan lugas. “Kamu mau jalan yang mana? Mencintai setelah itu dicintai atau dicintai setelah itu baru belajar mencintai?”

Arkananda's Girl [ AESPA × ITZY ]Where stories live. Discover now