Rentangan kisah panjang dalam keluarga kecil mereka yang dikepalai oleh Ayahanda Arka dan Bunda Nanda terkasih serta sembilan putri-putri cantik mereka. Bersama seutas benang merah takdir yang menuntun masing-masing dari mereka memulai sebuah cerita...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
──────⊹⊱✫⊰⊹──────
MENYENGATNYA mentari siang ini takkan cukup untuk menyurutkan semangat segerombolan orang-orang untuk memperebutkan sebuah bola guna mencetak skor. Mereka mengabaikan peluh serta panasnya suhu yang tentu saja meningkat drastis di sekeliling. Rheanja termasuk salah satunya. Gadis tersebut sibuk bermain bersama para teman laki-lakinya, menggiring bola kesana-kemari dan bertos ria bila berhasil mendapatkan poin atau mengumpat bahkan melempar temannya dengan kerikil bila kalah.
Tentu.
Detik itu belum ada yang spesial.
“YAN! SEKALI LAGI MELESET, OTAK LO GUE GESERIN!”
Rheanja betulan kesal dengan Derian yang di waktu-waktu akhir begini malah sering kecolongan sementara skor mereka seri. Astaga! Rhean bahkan telah bertaruh akan memberikan nomor Grizelle jika kalah dan kalau sampai itu terjadi maka nyawanya hanya tinggal bayangan semata. Dan Rhean hanya perlu berkata dibantu Maula dan Narsha, “Selamat tinggal dunia.”
Ck! Jangan sampai!
Rhean bertaruh begitu karena optimis menang bukan dilambungkan harapan dan berakhir dengan kekalahan menyakitkan. Well, yang begitu memang seringkali terjadi padanya, bukan hal baru, namun tetap saja si gadis tomboi enggan merasakannya lagi meskipun disodorkan secara cuma-cuma. Halah! Lagipula tidak akan ada yang berminat kecuali Narsha yang memang senang sekali menyakiti hati dengan melihat setiap snapgram sang pujaan hati. Yeah, tolong kasihani adiknya yang mirip kucing jalanan itu, tolong!
“OPER! OPER!”
"SAYAP KANAN! HEH! JANGAN KEBOBOLAN!”
“RODESH! INGET! KALAU KITA MENANG DAPET NOMOR KAKAK CANTIK! INGET, DESH!”
“SIAAAAP! MELUNCUR! HIYAAAAAA! DENGAN KEKUATAN BULAN AKU AKAN MENEROBOS!”
Rodesh menepuk-nepuk pundaknya penuh kebanggaan setelah berhasil memasukkan bola ke gawang lawan. Ia melakukan selebrasi dengan teriakan menggema dan percayalah Rheanja bersiap ingin melumat Derian menjadi makanan bayi sekarang juga. Timnya kalah dan nomor Grizelle benar-benar dipertaruhkan sekaligus nyawanya. Ah, sial! Gadis tomboi tersebut berdecak sebal, menyugar rambutnya yang lepek dan menghela napas kasar keras-keras guna menunjukkan kejengkelannya.
Si gadis lantas melepas sepatunya dan melemparkannya sekuat tenaga pada Derian. “Anjeng! Sampe kakak gue maki-maki gue, tulang lo gue kasih anjing. Mati lo, mati!” umpatnya sebal.