84. Secuil Fakta Kelam

4.5K 628 360
                                    

─── ・ 。゚☆:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───

HUJAN deras tengah melanda kota dengan hebat. Seolah semesta tengah memberikan sinyal betapa membencinya ia terhadap isi bumi. Angin ribut datang menghantam dataran, pohon-pohon berderik kuat seolah akan tumbang untuk mengguncang tanah. Beberapa hari berlalu ujian berlangsung di depan mata dan kembar empat akan mengikuti juga pekan depan. Di ruang tamu Shaletta berperan sebagai guru tengah menjelaskan biologi. Dibekali satu buku rangkuman serta kacamata menggantung manis membingkai wajah. Sang puan terlihat serius menerangkan meski Rheanja sudah terkantuk-kantuk.

Suara petir sontak mengejutkan seisi rumah barangkali juga Arka yang baru saja turun. “Mbak, jendela udah di kunci, 'kan?”

“Udah!” sahut Liliana seraya memberikan tanda 'ok' kemudian menyodorkan sepiring roti cokelat panas. “Baru keluar oven, Ayah cobain.”

Arka mengambil satu untuk dikunyah, mengangguk kecil dan mengusap sayang Lia. “Enak, Mbak. Seperti biasa.”

Perempuan tersebut tersenyum lebar dan pamit undur guna membagikan cemilan malam yang mana didedikasikan penuh untuk barisan termuda. Grizelle menyilangkan kaki di atas sofa setelah menendang pundak Maula. “Heh! Belajar yang bener bukannya nungguin chat doi.”

Sang adik mendesis dan menatap sinis sebelum membuang muka sebal. “Gue tuh mau belajar biologi sama Babang Ganteng, dia 'kan anak kedokteran pasti paham dong,” papar Maula yang kemudian tersenyum misterius. “Sekalian bahas proses beranak-pinak, hehe.”

“Awas aja entar lo salting sekeluarga yang repot, gue paketin lo ke TPA.” Balqis menyahut dari arah belakang dengan laptop dalam dekapan. Irisnya memandang tajam, “Biar di bumi hanguskan lo oleh kobaran api.”

Maula mendengus dan menyandarkan kepala pada bahu Narsha. “Chaa, abang lo ke mana, sih? Dua hari nggak ngabarin, biasanya nyepam kek orang LDR-an. Apa dia mulai nyerah ya sama gue?”

“Mungkin sibuk kali, tau sendiri anak kedokteran banyak tetek-bengeknya,” jawab Narsha yang mencatat ulasan Shaletta di papan tulis. “Kerjaan dia 'kan nggak mungkin merjuangin lo mulu.”

Puan itu mengangguk setuju, perkataan Narsha ada benarnya juga. Ruang lingkup hidup Aresh bukan berputar pada dirinya saja. Baiklah, Maula akan mencoba mengerti. “Entar kalau dia berpaling gegara cewek lain, gue santet beneran dia. Liat aja.”

“Sesuka lo, deh.”

Bunyi deras hujan makin menjadi-jadi terdengar di luar sana membuat Nanda merapatkan cardigan rajutan wol buatan Liliana. Ia meneguk sedikit teh hangat sebelum membuang pandangan pada anak-anak yang berkumpul di ruang tamu. Syukurnya tidak seribut biasanya yang mana akan memancing emosi Balqis. Nanda tersenyum hangat dan menjatuhkan kepala pada bahu tegap sang suami.

“Ka?”

“Iya, Yang? Butuh sesuatu?”

Nanda menggeleng, “Anak-anak sibuk ujian banget, ya? Rheanja kemarin aku pergokin ngapalin materi di ruang cuci. Kertas rangkuman belajarnya di tempelin di dinding. Kamu janjiin dia hadiah?”

Arkananda's Girl [ AESPA × ITZY ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang