Rentangan kisah panjang dalam keluarga kecil mereka yang dikepalai oleh Ayahanda Arka dan Bunda Nanda terkasih serta sembilan putri-putri cantik mereka. Bersama seutas benang merah takdir yang menuntun masing-masing dari mereka memulai sebuah cerita...
Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.
· • —– ٠ ✤ ٠ —– • ·
AYAHANDA betulan diamuk Ibunda Ratu.
Di sorot dari area ruang tamu tampak Arka mengintili istrinya kemana pun berderap. Merengek menjelaskan bahwa tumpahnya air mata seorang Shaletta yang jarang sekali menangis bukan tanpa sebab berarti. Namun Nanda hanya berdeham singkat sembari menyiapkan bahan-bahan untuk pesta barbeque satu jam lagi. Anak-anak tengah sibuk memindahkan alat-alat yang diperlukan ke taman belakang vila. Dan dengan hati yang lapang mulai mengolok sang ayah.
“Gue tau ini dosa tapi bapake ngerengek macam balita dari tadi sore bikin aing geuleuh pisan. Sumpah, deh.” Grizelle berkomentar seraya menenteng nampan sosis.
Di sisi kanan Maula menyahutㅡteman pergibahan. “Telinga gue pengang asli, Mbak. Bapake macan tutul di depan orang-orang, di depan bininya jadi keong racun. Sekali injek, koid ibaratnya.”
“Namanya cinta mati,” sahut Liliana kalem, menarik piring paprika yang baru saja diletakkan Nanda di meja makan.
Arka ingin mendekap istrinya dari belakang namun sadar Nanda sedang tidak dalam suasana hati yang baik sehingga niatnya terurung. “Istriku, aku ngomong deep talk bareng Cetta. Nggak dimarahin, sumpah.”
“Iya, percaya.” Nanda menyahut cuek kemudian menyodorkan sepiring daging pada Balqis. “Mbak, bawa keluar ya. Kaluna, kamu ambil bumbunya. Ada di kulkas Bunda buat tadi siang.”
Kaluna segera mendekati kulkas sementara Balqis telah berjalan keluar. Tidak sanggup manik tajamnya menangkap wajah sendu macam anak kecil milik Arka. “Aduh, gue merinding,” katanya pada Narsha yang terbahak.
Si sulung menunjukkan mangkuk stainless besar ke arah Nanda. “Yang ini, Bunda?”
“Heem, sama sekalian bawa Ayahmu, nih. Dari tadi gangguin aja, buang sekalian,” ketus Nanda, berbalik memunggungi Arka yang makin hopeless.
“Astaghfirullah, istriku!”
Kaluna mau tak mau tertawa renyah, menepuk-nepuk bahu sang ayah dan mengirin satu senyum menenangkan. “Gangguin anaknya, sih. Kena omel ibunya, kan?”
“Tolongin Ayah dong, Mbak. Serius, Cetta nggak Ayah apa-apain, Nak. Demi Allah! Masa dibeliin baju merupakan tindakan kejahatan?”
“Aduh, Yah. Sambung nanti ngerengeknya, bantuin Luna mindahin pemanggang. Rhean lagi keluar beli mayones, Nula nggak mau makan kalau nggak ada mayonesnya.” Kaluna mendekatkan dirinya ke arah Ayah dan berbisik. “Kalau di sini yang ada makin diambekin Bunda. Yuk.”