7. RUMAH

28 14 6
                                    

RARE | 7. RUMAH


"Saling menjahili bukan berarti saling membenci. Saling berdebat bukan berarti saling mendendam. Saling menentang bukan berarti saling melawan. Sebegitu rumitnya penyampain kasih sayang tersirat di antara kakak-beradik."

*****

Relita menaruh sepatunya di rak penyimpanan, di dekat pintu masuk rumah. Langkahnya berjalan melewati ruang tamu, menuju ruang tengah. Tempat dimana keluarganya sering berkumpul sambil menonton televisi.

Namun yang terlihat saat ini hanyalah penampakan adik bungsunya yang sedang mengerjakan tugas sambil duduk lesehan di karpet lantai.

"Bunda mana, Van?" tanya Relita pada adiknya, Rivano alias Vano.

"Di kamarnya, Kak," jawab Rivano menoleh sekilas pada Relita.

"Loh, gak ke toko?"

"Gak tau, ya. Soalnya Vano juga baru pulang."

Relita ber-oh ria, mengangguk paham.

Selisih beberapa detik kemudian, datang pula seorang adik Relita lagi. Dia Rimbara, adik laki-laki kedua Relita.

Rimbara menaruh dua buah plastik bening di hadapan Rivano. "Dari Kak Eza."

Rivano mengernyit. "Terus orangnya kemana?" Masalahnya, kedua kakak laki-lakinya itu selalu berboncengan karena bersekolah di tempat yang sama.

"Ketinggalan di depan," ucap Rimbara santai.

"Heh?!"

Lelaki itu lalu beranjak dari hadapan Relita dan Rivano yang masih terheran-heran melihatnya.

Relita lalu mendekatkan diri pada Rivano yang mulai mengeluarkan isi dari salah satu plastik bening. Begitu membuka tutup kotak kartonnya, aroma semerbak martabak asin yang menggugah selera berhasil memancing suara gemuruh khas dari perut keduanya. Sedangkan plastik yang satunya lagi terlihat jelas berisikan lima bungkus es cendol yang begitu menggoda dahaga di tengah terik cuaca hari ini. Benar-benar perpaduan yang sangat pas!

Tak lama setelah Rimbara masuk ke dalam kamarnya, datang lagi seorang anak laki-laki yang mengomel sepanjang langkahnya memasuki ruangan.

"MANA SI BARA?!" serunya dengan napas yang terdengar terengah-engah membuat kedua saudaranya itu menoleh.

"Tumben gak barengan?" kata Relita. Memperhatikan keadaan Raeza yang dibanjiri keringat, terlebih di daerah keningnya.

Raeza menghempaskan tasnya ke lantai. Lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang. "Masa Eza ditinggalin Bara di depan gerbang kompleks?!" ujarnya menyampaikan keluh kesahnya kepada Relita dan Rivano.

Rivano terkekeh. "Makanya Kak, jangan keseringan jahilin Kak Bara. Sekali di balas, malah ngamuk kan__" Rivano seketika terdiam karena wajahnya terkena lemparan bantal sofa dari Raeza.

Raeza mendesah frustasi. "Berani keluar kamar, gue babat habis lo!" geramnya dengan tatapan tertuju pada pintu kamar Rimbara yang berada di deretan pertama lorong kamar mereka.

Relita tertawa kecil melihat kekesalan adiknya itu. Mendekatkan diri pada Raeza, menarik selembar tisu yang ada di atas meja. Lalu mengusapkannya di wajah Raeza dengan penuh kasih sayang. "Masih kecil gak boleh ngomel-ngomel. Nanti cepat tumbuh uban lohhh."

RARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang