4. RAJAWALI

71 33 18
                                    

RARE | 4. RAJAWALI

*****

Sepeninggalan Relita dari hadapannya, Ramanda langsung turun melalui tangga kecil yang berada tak jauh dari pertigaan lorong ini. Arah berlawanan dari lorong menuju ruang OSIS.

Saat kakinya baru saja berpijak di lantai dasar, seorang siswa yang menjadi teman sekelasnya—berteriak memanggil-manggil namanya. Siswa itu jugalah yang menyampaikan berita terkini kepada keenam kawan Ramanda tadi.

Begitu mendengar laporan siswa itu, Ramanda langsung bergegas menuju kantin untuk menyusul kawanannya. Namun, ketika dirinya melewati tangga—yang sering dilalui oleh anggota OSIS jika ingin ke ruangannya yang berada di lantai dua sana—Ramanda kembali berhenti karena cegatan Dilan.

"Lo sendiri?"

Ramanda menaikkan sebelah alisnya. "Ya, emang gue sendiri," jawabnya terdengar sedikit ketus.

"Loh, terus Relita mana?"

"Ya, mana gue tau? Tadi dia deluan pergi." Ramanda yang tak mau berlama-lama segera melanjutkan larinya.

Tetapi, sebelum langkah Ramanda semakin jauh, Dilan segera berteriak, "SI RELITA TADI KEMBALI KE ATAS LAGI BUAT NYARIIN LO, RAM!!!"

Ramanda tidak peduli!

Saat ini yang ada dipikirannya adalah menghampiri kelima temannya untuk menghadapi komplotan itu bersama-sama. Ramanda tidak mau kalau teman-temannya berkelahi tanpa ada dirinya.

Sesampainya di kantin, kelima teman Ramanda malah berjalan beriringan dengan Pak Kris. Wajah mereka terlihat masih sangat bersih. Pun dengan Pak Kris yang malah berbincang dengan Adam. Kalau dilihat-lihat, wajah mereka terlalu santai untuk menghadapi komplotan tadi. Bukankah, dari berita yang Ramanda dengar, komplotan itu nekat menggoyang pagar dengan brutal? Lantas, sebenarnya bagaimana kelanjutan dari situasi di depan sana?

"Darimana aja lo?" tegur Gerry yang pertama kali menyadari sosok Ramamda mematung di belakang pagar kantin.

Menjeda pembicaraan dengan Adam, Pak Kris mendekat ke pagar untuk membukanya.

"Waduh, bos, bossss. Telat!" celetuk Dennis.

"Keburu kabur deluan komplotannya."  Pedrosa menambahkan.

"Kok bisa?" Dennis berlagak menebak isi kepala Ramanda dari raut wajahnya. Ia berdecih. "Komplotan pengecut begitu. Sok brutal, tapi pas dengar sirine mobil polisi langsung pada kabur."

"Padahal loh, polisinya cuman lewat aja," sambung Pedrosa lagi.

Ya, begitulah teman-temannya. Tanpa Rama bertanya satu katapun, mereka sudah menjabarkannya sepanjang rel kereta api.

Sementara Feroza memilih tidak ikut berkomentar. Hanya menyaksikan saja. Menyimpan energi untuk sidang dadakan yang sudah pasti akan diadakan oleh Pak Kris berkat kejadian tak terduga ini.

Begitu pagar telah terbuka, Adam mendekati Ramanda dan merangkulnya. "Darimana, Ram? Habis boker, ya?"

"Sembarangan," desis Ramanda disambut kekehan Adam.

Memastikan keenam muridnya telah masuk ke dalam area kantin, Pak Kris kembali mengunci pagar. Dan tiba-tiba terdengarlah nada dering ponsel yang menarik perhatian murid-muridnya yang masih berkumpul itu.

"Ohiya, Pak Har. Untuk saat ini sudah aman. Tapi, lebih baik pagar area gedung baru biar ditutup saja dulu, Pak. Kalau ada mobil pengantar bahan bagunan, baru dibukakan." Ternyata sang penelepon adalah Pak Har, satpam yang berjaga di area gedung baru.

RARETahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon