10. ZEBRA CROSS

15 4 0
                                    

RARE | 10. ZEBRA CROSS

"Your hand fits in mine.
Like it's made just for me."
One Direction - Little Things

******

Langkah Relita menyusuri trotoar yang jalan rayanya terlihat ramai akan lalu lalang kendaraan. Sepoi-sepoi angin sore menerpa bebas rambut tergerainya. Sesekali Relita melihat ke layar ponsel untuk memastikan bahwa langkahnya telah sesuai dengan arahan peta lokasi yang dikirimkan oleh Citra. Hari ini adalah hari pertama Relita bekerja paruh waktu di toko milik orang tua Citra.

Kemarin pagi.

Rapat selesai. Setelah merapihkan kembali tatanan kursi dan meja seperti sedia kala, para anggota OSIS kelas sepuluh dan sebelas---satu persatu meninggalkan ruangan workshop.

Diiringi celotehan ria dan sesekali canda tawa, rombongan ini mengambil jalur pintas---menyeberang lapangan dipimpin oleh Relita, Gibran, Citra dan Dilan yang berada di urutan terdepan. Tentu, almamater biru malam yang sangat khas menarik perhatian siapa saja yang hadir di sepanjang koridor sekitar sini. Terlebih, suara perbincangan para anggota OSIS ini sangat mendominasi suasana.

Sampai di ujung lapangan, beberapa dari mereka pamit undur diri. Ada yang kembali ke ruang kelas masing-masing, dan ada juga yang berbelok menuju kantin.

Berbeda dengan segelintir manusia penghuni bangku kelas sebelas ini. Mereka yang tidak pernah merasa bosan bertemu satu sama lain sejak kelas sepuluh, memilih melanjutkan langkahnya ke ruangan OSIS.

Sebelum Relita benar-benar memasuki ruangan menyusul temannya yang lain, Citra segera menahannya. "Ta, ada yang mau gue omongin nih. Lo lagi sibuk gak?" ujar Citra.

"Enggak kok. Soal apa, Cit?" jawab Relita.

Citra pun membawa Relita duduk di kursi panjang depan ruangan.

"Jadi begini. Akhir-akhir ini OSIS banyak banget kan agendanya?" Citra menjeda, sedang Relita mengangguk. "Lo kan tau dari beberapa bulan kemarin gue dikasih tanggungjawab sama orang tua gue buat megang toko bisnis baru. Nah, sekarang ini di toko juga lagi ramai-ramainya pembeli."

Relita menatap Citra dengan seksama dan dapat menyadari guratan lelah temannya itu.

"Asli, Ta. Gue lagi bingung banget bagi waktu yang pas," lanjut Citra menghela napas panjang.

"Di satu sisi, gue sebagai seorang Wakil Ketua OSIS harus siap sedia waktu lebih dengan rentetan agenda dan masalah internal organisasi yang harus gue urus. Di sisi lain, sebagai anak tunggal cuman gue satu-satunya harapan orang tua untuk melanjutkan bisnis keluarga. Makanya dari sekarang gue disuruh bokap terjun langsung ke lapangan."

"Lo ada masukan gak buat gue supaya bisa bagi waktu antara kerjaan dan OSIS? Belakangan ini benar-benar berantakan jadwal keseharian gue, Ta."

Sempat hening beberapa detik. Duga Relita, Citra telah selesai menjelaskan inti permasalahannya, dan kini giliran Relita untuk memberikan opininya. Namun, baru saja ia hendak membuka mulut, Citra kembali melanjutkan perkataannya.

"Sebenarnya, gue ada niatan mau nyampaikan usulan ke orang tua gue soal penambahan karyawan. Tapi, setelah gue pikir-pikir lagi dan ngeliat dari pengalaman langsung di toko, gak setiap harinya kami kedatangan pembeli sebanyak itu. Ya, namanya juga usaha pasti ada pasang surutnya kan, Ta?

"Iya, bener." Lagi-lagi Relita menangguk karena belum saatnya dia menjawab panjang lebar.

"Jadi, gue mau minta tolong pendapat lo untuk pencerahan beban pikiran dan fisik gue, Ta. Kalau begini terus, bisa-bisa guenya yang ngedrop. Malah bikin kerjaan gue tambah numpuk karena terhalang kondisi yang kurang fit."

RAREWhere stories live. Discover now