3. DREVANZA

71 37 16
                                    

RARE | 3. DREVANZA

"Sahabat itu seperti bintang di angkasa, seperti mentari di siang hari, dan seperti bulan di kala malam."

*****

Begitu bel istirahat berbunyi, lima orang siswa langsung keluar ruangan untuk menguasai kursi-meja yang ada di depan kelasnya.

Kursi-meja itu mereka dapatkan dari kantin sekolah. Entah bagaimana caranya, di hari pertama masuk sekolah Tahun Ajaran Baru kemarin, tiba-tiba saja kursi-meja itu telah berpindah tempat ke depan kelas XI IPS 5 yang berada di ujung lorong lantai dua gedung.

Pak Kris dan Bu Rike yang sudah mengesampingkan rasa heran akan tingkah mereka memilih untuk membiarkan saja. Daripada harus melakukan sesi debat yang tidak akan pernah berhenti dengan mudah dan malah menambah beban pikiran juga pekerjaannya. Pikir kedua guru besarnya, selagi mereka tidak melakukan hal-hal di luar batas tata tertib dan ketentuan sekolah, biarkanlah saja tingkah mereka itu.

Masing-masing dari mereka telah memakai kembali kalung rantai bola yang sama seperti Ramanda. Namun, hanya liotin plat berukiran nama samaran saja. Tidak pakai embel-embel liotin peluru, sebab itu hanya dipakai oleh Ramanda.

"Tumben bos besar gak ada penampakannya? Lagi kemana?" Dennis yang duduk di antara Pedrosa dan Feroza, lalu mengambil chicken nugget dari masing-masing tempat bekal keduanya.

Dennis Prasetyo. Kapten tim inti ekskul basket yang sebentar lagi akan diangkat menjadi ketua ekskul. Sekali melemparkan senyuman ia mampu membuat sederet siswi yang berada di sekitarnya mendadak tersihir akan kharismanya. Selain itu, poin plus betapa sempurnanya seorang Dennis di mata para siswi seantero Manggala adalah aroma wangi khas yang menyelimuti dirinya dan akan menyebar ke sekitarnya jika Dennis baru saja melewati daerah itu.

Netra Pedrosa membulat mengikuti gerakan tangan Dennis. "Dasar gak ada adabnya sama sekali jadi manusia. Minimal permisi kek atau ijin dulu. Ini malah main comot-comot aja!" sembur Pedrosa tidak terima

Pedrosa Villa. Namanya saja yang khas kebarat-baratan, aslinya ia adalah orang asia tulen, pun dengan kembarannya-Feroza. Entah mereka termasuk kembaran indentik atau tidak, hanya kedua orang tua, dokter dan Tuhan saja yang tahu. Yang jelas diketahui keduanya adalah waktu kelahiran mereka yang hanya berbeda sepuluh menit. Tentu Pedrosa lah yang lahir terlebih dahulu.

"Pelit banget lo jadi manusia!" balas Dennis tak mau kalah.

"Dasar gak tau diri! Malah sewot balik dianya?" Pedrosa menyerang balik.

Feroza menghela napas pasrah. Ingin menikmati makanannya dengan damai pun rasanya mustahil jika masih bersama kawanannya ini. "Udahlah, Ped. Hitung-hitung sedekah buat yang membutuhkan."

"Itu, ha! Dengerin baek-baek saudara lo yang sholeh ini. Gak kayak lo, si paling pelit, inti bumi pun bakalan nolak jenazah lo, Ped, Ped, kalau dikuburkan nanti," olok Dennis yang semakin tidak tahu diri saja.

Begitu menyadari tatapan Pedrosa semakin sinis saja padanya, Dennis secepat kilat mengeluarkan beberapa bungkus coklat batangan dari sakunya. "Ya, udah, nih, ambil. Impas, kan? Malah lebih lagi gue kasihnya."

Ekspresi Pedrosa si maniak coklat refleks takjub dengan banyaknya coklat yang Dennis dapatkan dari para fans nya hari ini. "Kalau mau nugget ayam lagi ngomong aja, Den. Asal imbalannya coklat mah, satu bungkus nugget pun gue bawakan buat lo." Tanpa ba-bi-bu lagi, Pedrosa segera meraup bungkusan coklat itu.

RAREWhere stories live. Discover now