2. RELITA BULAN

105 44 18
                                    

RARE | 2. RELITA BULAN

*****

Selesai sudah pelaksanaan razia dadakan. Relita dan beberapa anggota OSIS yang tadi ikut bertugas, berkumpul di dalam ruang OSIS guna memisahkan barang-barang hasil sitaan sesuai jenisnya. Dan nantinya semua barang itu akan di buang ke tempat sampah, jauh dari lingkungan sekolah.

"Ingat, ya, nanti jangan pulang dulu. Sama-sama kita buang barang-barang ini," ujar Mega Ketua Seksi Kedisiplinan atau sering disebut dengan Bidang 4.

"Iya, Bunda...." goda serempak para anggotanya.

"Jangan iya Bunda, aja lo pada. Kalau sampai ada yang kabur, liat aja hukumannya," tegas Mega mengedarkan pandangannya ke para anggota bidangnya.

"Serem kali bundaku ini." Santos berlagak bergedik ngeri melirik Mega.

"Kalau gak serem, bukan Bunda Mega namanya," sahut Dilan lantas cekikikan bersama Santos.

"Makanya ayah-ayah kita pada kabur__" Belum sepenuhnya menyelesaikan kalimat, Santos langsung terdiam. Menyembunyikan diri dibalik tubuh Relita karena tatapan maut Mega yang hendak melemparkan sebuah botol hand & body lotion berukuran ekstra jumbo ke arahnya.

Dilan tergelak. "Anjirlah 'ayah-ayah kita'. Banyak bener kayaknya laki lo, Ga?" Detik setelahnya terdengarlah suara pekikan Dilan berkat jambakan tangan Mega di kepalanya. "Aduh, Ga... ampun, ampun. Udahhhh, weiiii!!"

Hanya seperkian detik saja siksaan Mega berlangsung. Ia lalu melepaskan cengkramannya dengan kasar hingga tubuh Dilan oleng ke sisi sebelahnya.

"Gak seru, ah, bercandain Mega. Balas dendamnya pakai jambak-jambakan segala." Dilan yang memberengut lantas menggeser duduknya mendekati Relita. Ikut berlindung pada tubuh gadis itu.

Disampingnya, Santos memasang wajah perihatin akan nasib yang diterima temannya itu. Tangannya tergerak membenarkan tataan rambut Dilan. "Cup-cup-cup... Bundanya galak, ya, Dek?"

Bibir Dilan semakin mengerucut dan mengangguk-anggukkan kepala dengan ekspresi dramatis. "Adek takut banget, Kak... Soalnya lemparan Bunda bisa tembus sampai ke tulang rusuk." Sedang Davka dan kedua juniornya hanya terkekeh pelan menyaksikan drama dadakan yang tersaji di hadapan mereka.

Mega menghela napas kesal. "Sumpah, capek banget gue ngadepin anggota kayak dua orang ini. Lo aja lah, Dav, yang jadi Ketua Bidang. Asliiiii, gak sanggup gue kalau begini caranya," keluhnya pada Davka—sepupu laki-lakinya—yang hanya menanggapi dengan senyuman tenang sambil mengelus punggung Mega.

Relita yang memilih tidak ikut campur, tetap fokus pada kerjaannya. Selesai dengan barang-barang di kardusnya, ia lalu mengambil alih kardus lain yang berada di tangan Firda dan Herlino. "Kalian berdua deluan aja balik ke kelas. Tinggal sedikit aja kok kerjaannya. Biar kami berlima yang nyelesaikan," ujar Relita kepada keduanya, anggota OSIS kelas sepuluh.

"Beneran gak papa, Kak?" Firda menoleh pada Mega untuk meminta persetujuan yang langsung dibalas anggukan kepala oleh Ketuanya itu. Ia pun lantas undur diri bersama Herlino.

Namun, ketika baru saja Herlino hendak menutup daun pintu, tiba-tiba saja ada tangan seseorang yang menahannya. Membuat perhatian kelima orang yang sedang duduk lesehan di dalam ruangan tertuju padanya.

RARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang