Part 19

11.8K 489 46
                                    

Semua orang pasti akan memilih hidup dengan rasa aman, memilih untuk menjalani kehidupan yang tenang seperti orang normal. Harusnya Reyna juga begitu, setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana sebuah cinta berubah menjadi kebencian diantara kedua orang tuanya, harusnya Reyna tak perlu memuja cinta.

Tapi Reyna cinta Paman Marcus, perasaan ini menyakiti Reyna berjuta-juta kali, sekaligus membuat hatinya berbunga manakala mereka bertemu, melakukan hubungan terlarang yang dianggap tak bermoral oleh hampir semua orang.

Hatinya akan berdebar kencang seperti sekarang, tubuhnya mengantisipasi pertemuan yang akan terjadi. Reyna berdiri di depan pintu flat dengan nomor 123, pintunya dikunci dengan password, tapi Reyna tahu pamannya sedang memandangi dirinya dibalik pintu itu.

Setelah beberapa menit, pintu terbuka. Reyna melangkah masuk, hidungnya disambut oleh aroma rempah yang menggugah selera, ada cahaya redup dari nyala lilin di lantai, berjejer rapi membentuk jalan untuk dirinya melangkah masuk.

"Pakai ini." Paman Marcus berjongkok, melepas sepatu yang Reyna pakai, ia menggantinya dengan sandal rumahan berwarna coklat yang terasa lembut di bawah kaki telanjang Reyna.

Reyna berjalan ke tengah-tengah jejeran lilin, langkahnya dituntun oleh Paman Marcus yang menggenggam telapak tangannya, ia memandang takjub wajah Pamannya yang memukau dibawah cahaya redup lilin yang berjejer rapi dan mengeluarkan aroma wangi.

"Paman." Reyna memanggil pamannya yang menoleh, mereka saling berhadapan di tengah jejeran lilin yang membentuk gambar love, Reyna ingin tertawa, ia baru sadar bahwa ujung jejeran ini memiliki bentuk cinta.

"Sangat klasik." Ia tersenyum lebar, disambut dengan tawa renyah Paman Marcus yang membawa wajah Reyna mendekat, menempelkan dahi mereka sambil memejamkan mata.

Paman menghirup nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya, menghirup lagi nafas seperti sedang menghirup semua aroma Reyna di udara.

"Paman sangat merindukanmu. Aromamu, hangat tubuhmu, semuanya."

Reyna bergetar di bawah pelukan Paman Marcus yang membawa wajahnya ke dada, mengungkungnya, mengurungnya dengan tubuhnya yang besar.

"Reyna mau ciuman." Reyna berbisik, Paman tertawa geli, ia mengendus rambut Reyna berkali-kali sebelum melepaskan pelukan mereka.

"Jangan sekarang, kamu harus makan dulu."

"Tapiii, sedikit saja. Tolong." Reyna mengedipkan matanya, sedikit tersenyum saat melihat Pamannya salah tingkah.

"Haha..."

Paman mencium Reyna, hanya sedikit saja bibir mereka bersentuhan sebelum paman melepasnya dan berganti mencium dahi Reyna, mengecup kulit kepalanya dan mengendus aroma vanilla di sana.

"Sudah, sekarang kamu harus makan. Paman lihat kamu kehilangan beberapa berat badan." Paman Marcus membantu Reyna duduk di kursi meja makan, ini adegan yang sangat klasik, Reyna bahkan tidak bisa menggambarkan di pikirannya bahwa pamannya akan bersikap sangat manis sekarang.

"Ada apa dengan adegan lovey-dovey ini?" Reyna memancing percakapan saat pamannya sibuk mendekatkan beberapa lauk agar mudah Reyna jangkau.

"Tentu saja untuk merayakan beberapa hal." Paman berbicara masih sambil tersenyum. Wajahnya sangat sumringah, perasaan hangat yang akrab membanjiri indera Reyna.

"Karena Reyna sudah masuk SMA?"

"Betul, Tapi hal yang paling penting adalah untuk merayakan rumah baru kamu."

"Itu bukan rumah Reyna, apart itu punya Nathalie." Rey mengangkat bahu, menyuap tumis daging cincang ke mulutnya, dan ia harus menahan matanya agar tidak melotot karena lauk ini rasanya sangat enak.

Marcus Uncle (END)Where stories live. Discover now