Part 2

35.7K 938 5
                                    

Aku memang masih belia untuk bisa merasakan desiran nikmat yang mengalir di seluruh nadi yang ada di tubuhku. Namun tak bisa dipungkiri bahwa reaksi paman atas apa yang sedang terjadi membuatku senang.

Sepertinya aku akan kecanduan dengan cara paman menyerot semua air ludahku yang mengalir di sela ciuman kami,  atau sepertinya aku juga akan kecanduan dengan caranya menggigiti bibir bawahku, nikmatnya..  Rasanya kepalaku berputar,  aku sempoyongan sehingga aku lebih merapat lagi ke tubuh hangat Paman Marcus.

Kurasakan gundukan di selangkangan paman semakin membesar,  itu membuatku mabuk,  aku ingin menyentuhnya.  Tapi tanganku kaku,  aku terlalu lemah untuk bisa menggerakan tubuhku yang hampir meleleh.

Sehingga tanpa kusadari desahan dari mulutku lolos,  desahan dari gadis kelas 3 smp yang sedang berciuman dengan paman kandungnya sendiri.

Reaksi paman atas desahanku di luar dugaan,  setelah sebelumnya kami berdua memejamkan mata menikmati tiap jengkal rasa nikmat dalam ciuman kami.  Kini Paman Marcus membuka matanya dan melepaskan ciuman kami.

Aku terengah,  dia terengah dan terlihat pucat. Kami mematung,  saling menunggu reaksi masing-masing dengan aku yang masih berada di pangkuannya.

Aku diam,  sangat takut untuk menggerakan tubuhku walau sedikit,  untuk itu aku bernafas sangat lambat karena gerakan dari nafasku pun masih menimbulkan kenikmatan ketika bagian bawah diriku bergesekan dengan celana paman.

Pamanku memejamkan matanya lama sebelum ia membukanya dan berbicara,
"Maafkan paman,  maaf rey,  paman khilaf. "

Detik itu juga aku beringsut dari pangkuannya dan membuka pintu kemudi,  aku tak mau menangis,  aku tak akan membiarkan si brengsek tua itu melihat air mataku.

Brengsek!

Brengsek!

Di saat seperti itu seharusnya ia lanjutkan apa yang sudah kami mulai,  atau setidaknya tidak usah meminta maaf atas kejadian yang sangat jelas bahwa dirikulah yang bersalah.

Aku berlari,  setidaknya jangan sampai si brengsek tua itu melihat air mataku.  Aku sudah cukup bodoh untuk memberanikan diri mengeluarkan hasrat diriku atas dirinya.

Tapi apa?

Dia meminta maaf!  Ha!

Orang sinting sekalipun tahu bahwa akulah yang menggodanya.  Tapi dia minta maaf..

Aku tertawa miris,  sebegitu tak berpengaruhnya diriku terhadapnya. Hanya aku saja,  yang menganggapnya spesial.

Dia hanya menganggapku sebagai keponakannya..!

Jadi ketika dia berhasil menyusulku dan menghentikan diriku berlari di tengah jalanan yang gelap,  aku berniat untuk berpura-pura bahwa aku baik-baik saja atas sikapnya.

"Maaf,  paman benar-benar minta maaf rey,  paman janji tidak akan mengulanginya lagi.  Paman mohon,  pulang bersama paman. Hari sudah gelap. "

Aku mematung,  dan mengangguk singkat. Berniat bersandiwara yang kupikir tidak akan menjadi masalah.

Tapi ternyata justru itulah masalahnya, sandiwaraku hari itu membuatku semakin menjadi gadis sinting.

***

Marcus Uncle (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang