Part 3

34.3K 978 5
                                    

Setelah kejadian itu, paman mulai menjauh dariku. Tentu saja dengan perlahan, agar terkesan alami. Tapi aku tahu, paman mulai menghindariku. Aku tahu dari caranya berpura-pura pergi ketika hanya kami berdua saja di rumah.

Aku juga tahu dari caranya membangunkanku yang tertidur di sofa tanpa mau mengangkatku ke kamar seperti biasanya.

Lalu, cara paman yang paling menyakitkan untuk menghindariku adalah saat dia secara sukarela menggantikan ibuku untuk pergi ke kota selama 3 hari.

Aku kalut, rasa bersalah mulai menghantuiku. Seharusnya aku tidak sebodoh itu, walau Paman Marcus bersikap seolah menjadi pengganti orang tua bagiku, setidaknya ia tidak mencoba menghindari aku.

Aku menyesal telah melakukan hal itu, ya seharusnya itu yang kurasakan. Namun jauh di lubuk hatiku, aku masih merasa senang.. Lega.. Dan bisa bernafas.

Aku senang memiliki kenangan nikmat itu. Aku senang atas respon paman waktu itu walau dikacaukan dengan suara desahanku. Sepertinya aku harus mengingat ini, aku tidak boleh mendesah ketika kami bercinta. Titik!

**

Hari itu aku tidak masuk sekolah karena sakit. Mamah sudah membantuku meminum obat sebelum pergi bekerja. Tubuhku lemas sekali. Aku memang tipe orang yang tidak mudah sakit, namun sekali saja aku jatuh sakit. Maka aku akan kesulitan untuk bergerak. Mamah bilang ini karena aku memiliki tulang yang lemah, karena aku kekurangan ASI saat kecil dulu.

Masih berbaring di tempat tidur, aku membayangkan Paman Marcus, kalau saja kejadian itu tidak pernah ada. Pastinya saat ini paman sudah merawat dan mengelus rambutku dengan rasa sayang.

Aku merindukan dia, seharusnya sudah sedari kemarin paman pulang dari kota. Namun sampai sekarang paman belum juga kembali. Aku khawatir, paman akan memutuskan tinggal di kota dan tidak mau melihatku lagi.

Sebenarnya aku sadar, sakitku ini sebagian besar disebabkan karena aku selalu memikirkan kejadian itu, saat sikap paman mulai berubah, saat paman tidak peduli lagi padaku.

Aku ingin bertanya pada Mamah. Kenapa paman belum juga kembali, namun kuurungkan niatku karen aku takut mendengar jawabannya. Dalam hati aku berjanji, seandainya paman kembali lagi, aku akan mencoba mengubur dalam-dalam perasaanku untuknya.

Aku akan menjadi keponkannya yang lucu dan manis. Yang seakan-akan tidak pernah menyimpan perasaan spesial untuknya. Tanpa sadar aku menangis, terisak tanpa suara ketika air mata ini berhasil keluar dari mataku. Aku rindu Paman Marcus...

**

"Paman juga rindu kamu, Rey.. "
Kalimat itu yang ingin selalu kudengar, namun sepertinya hanya dapat kudengar dalam mimpi..

Tapi, kehangatan yang mendadak kurasakan malam itu menyadarkanku kalau itu bukan mimpi. Paman di sini, ia kembali, memeluk tubuhku yang panas karena sedang sakit, ia mengecup rambutku sekali, kemudian lagi dan lagi sampai ia mengecup kedua mataku.

Aku ingin bangun, membuka mata dan membalas dekapan paman. Namun aku takut, jika aku membuka mataku paman akan langsung pergi. Aku ingin paman memelukku terus, tanpa dilepas karena suhu tubuhnya mampu menghangatkanku dan aku yakin aku akan sembuh hanya karena paman memelukku sampai pagi.

Jadi ketika paman menempelkan bibirnya pada bibirku, aku memutuskan untuk berpura-pura tertidur, menikmati tiap belaian dan lumatan lidahnya di bibirku tanpa membuka mata.

*

Marcus Uncle (END)Where stories live. Discover now