V

1.3K 208 4
                                    

Rose duduk membelakangi Jay, ia masih belum bisa untuk menatap pemuda itu. Rose masih malu. Padahal seharusnya bukan dirinya yang malu disini, tapi wajahnya masih merah padam.

"Rose, katanya mau kerjain bareng. Tapi kenapa lu malah ngebelakangin gua?" ucap Jay yang duduk di karpet berbulu warna hitam seraya menatap punggung gadis itu.

Rose menghela napasnya. Bagaimana ini? Ia tak ingin menatap Jay. Memorinya masih terus berputar mengenai kejadian yang tadi, dan wajahnya semakin memanas bila teringat akan hal itu. Rose akui pemuda itu memiliki punggung yang tegap dan gagah. Rose tak menyangka jika Jay memiliki badan yang atletis. Dan entah kenapa pikirannya malah melayang kemana-mana saat ini.

Rose menepuk pipinya sendiri seraya menggeleng. Mengapa pikirannya menjadi jorok seperti ini? Sialan!

"Lu masih inget yang tadi, ya?" Jay semakin mendekati Rose dengan menggeser duduknya. "Badan gua bagus kan? Lu mau lihat lagi nggak?"

"A- apaan sih anjir, badan lu tuh ceking tahu nggak. Nggak pernah makan lu?" ucap Rose seraya tergagap.

Sialan! Mengapa ia harus gugup seperti ini?

"Padahal gua udah sering olahraga loh biar punya badan bagus," ucap Jay.

Rose tak mengindahkan ucapan Jay tersebut. Karena jarak mereka yang semakin dekat membuat Rose benar-benar gugup. Ia menjadi tak fokus dalam mengerjakan tugas.

Rose mengalihkan pandangannya ke kamar Jay. Kamar dengan dominasi warna abu itu memang sangat lekat dengan nuansa kamar seorang pria. Jay tidak memiliki banyak figura foto didalam kamarnya, hanya ada satu foto bersama dengan teman-temannya. Tak ada yang menarik dari kamar tersebut, tapi mata Rose berfokus pada lemari kaca yang berada di pojok ruangan.

Lemari itu menampilkan beberapa piala dan medali yang sudah pernah Jay raih. Rose tahu jika Jay memang berbakat dalam bidang olahraga basket. Bahkan ketika SMP ia berhasil mendapatkan julukan raja basket, karena keahliannya dalam bermain basket dan menjadi kapten basket yang hebat.

Walaupun ketika SMP Jay sudah menyebalkan tetapi ia bukan anak yang nakal. Jay tak pernah mengunjungi BK karena bermasalah. Walaupun Jay lemah dalam bidang akademis tapi sekolah tetap bangga pada Jay karena semua kemenangan pertandingan basket yang selalu pemuda itu raih.

Jay sangat berbeda seratus delapan puluh derajat saat ini. Prestasinya dalam pertandingan basket memang masih ada, tapi tak sebanyak dulu. Pemuda itu menjadi sering dipanggil ke ruang BK karena melanggar aturan sekolah. Dan saat ini sekolah sudah tak lagi membanggakannya, bahkan ada beberapa guru yang memang memperlihatkan ketidaksukaannya pada Jay.

Rose tidak mengerti mengapa Jay bisa berubah seperti ini? Ia berubah menjadi nakal. Kata orang ketika anak berubah menjadi nakal itu karena membutuhkan perhatian dari seseorang, tapi Rose rasa Jay bukanlah tipe anak yang seperti itu. Jay mempunyai keluarga yang harmonis bahkan ia adalah anak tunggal yang pasti membuat kedua orang tuanya memusatkan perhatian mereka kepada Jay. Lalu apa alasan pemuda itu berubah?

"Lu liatin apa sih?" tanya Jay seraya melihat pada arah pandang Rose.

"Piala lu banyak banget," ucap Rose seraya menunjuk lemari kaca dengan jari telunjuknya.

"Oh," ucap Jay dengan nada dingin yang tidak tertarik pada topik yang dibicarakan oleh Rose.

Rose mengalihkan pandangannya sesaat, menarik napas dalam. Lalu ketika dirasa wajahnya sudah tak begitu memanas dan jantungnya yang sudah berangsur normal kembali, ia menatap Jay dan menyerahkan laptop pada pemuda itu.

"Kerjain nih, gua mau minum," ucap Rose, lalu bangkit dari duduknya.

"Emang lu tahu dapur ada dimana?" tanya Jay.

ENEMYWhere stories live. Discover now