XI

1.2K 192 2
                                    

Jay sudah menghembuskan napasnya berkali-kali ketika melihat kediaman Rose yang masih tertutup rapat. Gadis itu sama sekali belum keluar dari rumahnya padahal Jay sudah menunggu selama dua puluh menit.

Saat ini Jay dan Rose memang sudah berniat untuk mengunjungi rumah Kiming untuk memberikan kejutan ulang tahun. Sebenarnya mereka berdua tak ingin berangkat bersama. Tapi karena keterpaksaan dari keadaan yang mengharuskan mereka berangkat bersama, dan salah satu alasannya adalah karena rumah mereka yang bersebelahan.

Jay tampak gusar karena Rose yang tak kunjung keluar padahal waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Jay mengambil ponsel miliknya di saku celana, lalu menelpon gadis itu.

"Halo," sapa Rose dengan suara paraunya seperti orang sehabis bangun tidur.

"Lu tidur?!" tanya Jay dengan suaranya yang sudah naik beberapa oktaf. "Anjir, Se, gua udah nunggu dua puluh menit di luar, sedangkan lu malah enak tidur."

Rose berdecak. "Iyalah, ini kan udah malem, emang gua harus ngapain lagi kalo bukan tidur?"

Jay menarik napasnya dalam seraya mengelus dadanya sabar. "Ulang tahun si Kiming, bego. Lu ikut nggak?"

"Anjir, gua lupa," ucap Rose dengan nada paniknya yang sangat terdengar jelas. "Tunggu lima belas menit, nanti gua turun."

Kemudian, sambungan telpon langsung dimatikan oleh Rose.

Jay menaruh ponselnya lagi ke dalam saku. Lalu mencoba memejamkan matanya dengan diiringi lagu yang berasal dari tape mobilnya. Rasanya waktu lima belas menit cukup untuk menghalang rasa kantuk saat mengemudi.

Lalu tak berapa lama, terdengar suara pintu yang terbuka. Rose sudah masuk ke dalam mobil Jay dengan celana jeans biru tua dan kaos lengan pendek yang tipis. Gadis itu tidak membawa tas sama sekali hanya dompet kecil serta ponsel yang langsung dimasukan ke dalam saku celananya.

"Lu kok nggak bilang sih dari awal?!" tanya Rose seraya merapihkan rambutnya.

Jay memutar matanya malas. "Gua udah chat lu dari tadi, gua udah bilang nunggu di depan rumah lu tapi nggak lu bales."

"Iya, itu gua udah tidur," ucap Rose.

Jay menatap Rose dari kepala hingga kaki. "Lu yakin mau pake kaya gini aja? Lu nggak akan bawa jaket?"

Rose menggelengkan kepalanya. "Nggak deh, males. Lagian malem ini juga nggak dingin banget. Malah cenderung panas kata gua."

"Kalo lu tiba-tiba masuk angin terus nyokap lu marahin gua, awas aja lu!" ancam Jay dengan tatapannya yang tajam ke arah Rose.

Rose menyatukan alis tidak suka. "Gua anak singkong. Gua nggak mungkin masuk angin."

"Mau anak singkong, anak monyet, anak setan, gua nggak peduli," ucap Jay.

"Sialan lu," umpat Rose.

Jay tak mengindahkan umpatan dari Rose. Pemuda itu hanya cuek dan memilih bergegas untuk menyalakan mobil.

Kemudian, detik berikutnya mobil Jay sudah berjalan meninggalkan komplek perumahannya. Jay cukup kencang mengendarai mobilnya karena ia tak ingin telat sampai di rumah Kiming. Dan ia juga tak ingin kena marah dari Lisa yang lebih seram dari ibunya sendiri.

Lalu hening, tidak ada yang berbicara sama sekali. Hanya ada suara lagu yang terdengar diantara mereka berdua. Keduanya memilih fokus pada pemikiran masing-masing. Jay fokus pada menyetirnya, sedangkan Rose memilih fokus melihat langit malam dari jendela mobil.

"Gua nggak pernah tahu kalau langit Jakarta bisa sebagus ini," ucap Rose yang masih memandang langit malam.

"Anak rumahan sih lu," ucap Jay.

ENEMYWhere stories live. Discover now