D U A

35.5K 4.3K 317
                                    

Setelah merasa baikan, Arsenio segera berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju cermin.

Wajah Adhyastha Arsenio adalah perpaduan antara tampan dan manis meski memiliki tubuh yang sedikit pendek.

"Anjir, ganteng juga lo Nio. Gak nyesel gue punya wajah kayak gini. Ini abang sama Daddynya Nio katarak apa buta gak bisa lihat makhluk seganteng ini," ucap Arsenio menggelengkan kepala, ia menangkup pipinya yang lembut lalu dicubit-cubit pelan. Meski ada perban yang melingkar di kepalanya namun itu tak mengurangi kadar kegantengan Nio.

"Bangke, pipinya lembut banget cuk. Lo perawatan apa gimana cuk." Tangannya mengelus pelan pipinya sendiri, sejujurnya ia merasa aneh dengan keadaanya sekarang.

Arsenio mencoba tersenyum manis membuatnya histeris sendiri.

"Woah!!! Senyumnya manis banget jancuk! Nyesel banget lo pada. Kenapa lo keburu mati sih! Mending jadi adek gue!"

Tapi satu yang mungkin membuat kadar kegantengan Nio sedikit memudar.

"Tapi kenapa rambutnya MERAH kayak rambutan, anjir!" Keluhnya jijik memandang rambutnya yang berwarna merah terang itu.

"Fix gue pulang dari rumah sakit harus ganti cat rambut, biar mereka nyesel udah nyia-nyiain cowok ganteng kayak Nio."

Arsenio keluar dari kamar mandi lalu kembali ke ranjang rumah sakit, netranya menatap langit-langit rumah sakit. Ia tak menyangka semua ini bisa terjadi, bagaimana bisa ia berada di tubuh orang lain yang kebetulan memiliki nama yang sama.

"Gue bakal balas mereka, Sen."

Ceklek.

Bunyi kenop pintu di buka membuat Arsenio mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Netranya menangkap seorang ibu paruh baya memasuki kamar inapnya.

Arsenio tahu siapa itu, Bu Narsi pembantu yang mengurus Nio sejak lahir namun Nio selalu berperilaku kasar padanya.

Sebandel-bandelnya Arsenio ia tak pernah tega memarahi orang tua terlebih orang yang sudah merawatnya.

"Den Nio sudah bangun den?" tanya Bu Narti takut-takut namun tetap mendekat ke arahnya.

Arsenio menghela napas melihat Bu Narti yang sepertinya takut padanya itu.

"Enggak Bi, Ar-Nio gak papa," ucapnya lembut membuat Bu Narti kaget namun dia dengan cepat menutupinya.

"Aden beneran gakpapa? Kepalanya masih pusing at-"

"Beneran Bi, Nio gakpapa." Sanggah Arsenio membuat Bu Narti menutup mulutnya rapat, bingung dengan tuan mudanya yang berubah.

Ceklek.

Bunyi pintu dibuka lagi membuat kedua orang itu sontak melihat ke arah pintu, dokter datang bersama suster.

"Bagaimana keadaan anda?" Tanya dokter itu sedangkan suster sedang mengecek infus.

"Baik dok cuma kepalanya masih sedikit sakit, saya boleh pulang kapan ya?" Tanya Arsenio tanpa basa-basi ia tak sabar melihat rupa keluarga Nio, apalagi muka si bangsat Cello.

"Besok pagi anda sudah boleh keluar," ucap dokter itu yang diangguki oleh Arsenio.

"Kalau begitu saya keluar dulu." Pamit dokter itu diikuti oleh suster.

"Ini gak ada yang jenguk Nio, Bi?" Tanyanya penasaran.

"Jawab aja Bi, Nio gakpapa kok." Lanjutnya setelah melihat wajah Bi Narti yang menatap dirinya takut-takut dan kasihan.

"Ng-nggak ada den, sebenarnya den Cello ingin menjenguk namun tidak diperbolehkan oleh tuan besar," ucap Bi Narti membuat Arsenio memutar bola matanya malas.

ARSENIOWhere stories live. Discover now