T U J U H

29.1K 3.9K 400
                                    

Arsenio mematung mendengar nama itu, ia menatap kosong jalanan setelah Hero pergi mengendarai motor.

Ia pastilah mengingat nama itu, nama ketua geng Grevantos. Grevantos adalah satu-satunya geng yang berasal dari sekolah Nio, terdiri dari lima anggota. Kedua kakak kembar Nio pun juga anggota dari Grevantos termasuk Bintang yang tadi ia temui. Geng Grevantos adalah geng paling brandal dan kejam yang pernah ada bahkan kabarnya ketuanya pernah membunuh korbannya.

Tentu saja semua itu diperoleh Arsenio dari ingatannya.

Dari semua kehidupan yang dilalui Nio dalam ingatannya ada dua orang yang dihindari oleh Nio yaitu abang sulungnya dan juga Hero dikarenakan keduanya memiliki sifat yang hampir sama yaitu sama-sama datar dan tak tersentuh.

Bahkan Cello saja tak dekat dengan mereka. Entah mungkin saja peletnya memang kurang kuat.

Arsenio berjalan memasuki gerbang rumahnya dengan langkah pelan, ia membuka gerbangnya sendiri ia merasa bersalah karena ulahnya sepeda milik pak Sapto rusak.

Dia melangkahkan kakinya menuju pos satpam tempat pak Sapto berada, dapat dia lihat pak Sapto yang sedang duduk menonton tv ditemani kopi dan beberapa potong pisang goreng yang masih mengepulkan asap.

"Pak Sapto!" Panggil Arsenio pelan namun tetap di dengar oleh pak Sapto.

Pak Sapto beranjak dari duduknya lalu berjalan mendekati tuan mudanya.

"Ada apa den?"

Arsenio menggaruk rambut belakangnya yang tak gatal, "Ehm, gini Pak. Sepedanya rusak soalnya saya kecelakaan Pak."

"T-tapi tenang aja Pak baru dibenerin kok," tambahnya dengan raut menyakinkan.

"Ya Allah den, tapi aden gakpapa kan? Ada yang luka?" Tanya Pak Sapto khawatir ia melihat tangan tuan mudanya sedikit kotor dan ada goresan luka.

"Saya gakpapa kok Pak. Maaf ya Pak, saya gak bisa jagain sepeda Pak Sapto," ucap Arsenio dengan raut bersalah yang ketara membuat Pak Sapto sedikit kaget apalagi permintaan maaf yang terlontar dari bibir Arsenio.

"Gakpapa den,"

"Tapi bapak nanti pulangnya gimana? Ini diambil ya Pak buat nanti pesen ojek buat pulang."

Tangan Arsenio mengulurkan beberapa lembar uang berwarna merah pada pak Sapto.

"Gak usah den, tadi uangnya masih ada kok." Tolak Pak Sapto.

"Beneran Pak?" Tanya Arsenio memastikan.

Pak Sapto hanya mengangguk singkat, "Iya den."

"Makasih ya Pak, sekali lagi maaf. Tapi saja janji besok sepeda bapak udah balik ke sini dalam keadaan baik." Janji Arsenio dengan bersungguh-sungguh.

Pak Sapto terkekeh pelan, ia mengangguk menanggapi janji Arsenio. Pak Sapto merasa anak majikannya yang satu ini kini telah berubah menjadi lebih baik.

Setelah meminta maaf perkara sepeda, Arsenio masuk ke dalam rumahnya. Terasa sepi namun Arsenio hanya mengendikkan bahu, ia berjalan menuju dapur untuk memakan nasi gorengnya.

Arsenio segera mengambil piring, sendok, dan garpu lalu duduk di salah satu kursi yang berada di meja makan dapur. Arsenio membuka bungkusan cokelat itu dengan perlahan hingga aroma nasi goreng tercium di hidungnya.

Arsenio menelan ludah, dia menyendok nasi goreng itu lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.

"Enak gila,"

"Den Arsenio?"

Suara seseorang membuat Arsenio menoleh, ia menatap Bi Narti yang berdiri di depannya.

ARSENIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang