T I G A

32.5K 4.1K 364
                                    

Arsenio keluar dari mobil online yang tadi ia pesan, matanya melirik pada rumah mewah yang ada di hadapannya.

Tangannya menyugar rambutnya yang sudah berwarna hitam, sebelum kembali ke rumah Bagaskara ia sudah mengganti warna rambutnya. Meski dahinya masih ditempeli perban yang kecil, tak mengurangi kadar ketampanannya.

"Ternyata lo sekaya itu ya Nio, pantes lo gak rela Cello ngerebut semua ini," ucapnya sambil mengangguk-angguk.

Ia segera berjalan menuju pintu gerbang yang sudah dibuka oleh satpam yang berjaga di gerbang.

"Makasih, pak!" ucapnya yang membuat pengawal itu kaget namun ia memilih segera masuk.

Ingin rasanya matanya berkeliaran melihat-lihat apa saja yang ada di rumah yang bisa ia sebut istana ini, namun ia harus menjaga imagenya agar mereka tak curiga dengan tingkahnya.

Ia melangkah ke pintu utama yang dijaga oleh dua pengawal, tanpa mengatakan apapun pintu itu dibuka oleh mereka dengan cepat, seperti tahu dengan tabiat tuan mereka yang selalu marah-marah dengan hal kecil apapun namun tubuh itu sekarang sepenuhnya milik Zafran Arsenio bukan miliki Nio lagi.

Arsenio memasuki bangunan itu dengan langkah pelan, namun saat ia baru masuk ia sudah disuguhi pemandangan saudara bahagia.

Di ruang keluarga terlihat ada dua orang yang memiliki wajah sama bersama seorang remaja yang lebih kecil ketimbang dua orang tadi dengan remaja itu yang bersandar di pundak salah satu orang yang berwajah sama itu dan mereka asyik bermain game tanpa tahu atensinya.

"Ternyata secepat ini gue ketemu lo." Monolognya.

Dari ingatannya, ia mengenal tiga orang itu. Aldaka Aksa Bagaskara dan Aldeka Aksa Bagaskara kedua abang kembar dari pemilik tubuh ini. Adhyastha Arsenio memiliki tiga abang yaitu Aldeka Setya Bagaskara yang berumur 23 tahun yang bekerja di perusahaan Bagaskara, dan si kembar Aldaka Aksa Bagaskara dan Aldeka Aska Bagaskara yang berumur 18 tahun yang duduk di kelas dua belas. Dan Cello Adiaksa Bagaskara, anak angkat keluarga Bagaskara yang berumur 16 tahun yang duduk di kelas sepuluh.

Cello memiliki tubuh yang lebih kecil dari Nio, Cello juga memiliki wajah yang imut dan polos seakan tak berdosa.

Raut wajahnya datar melihat ketiga orang yang sudah membuat hidup Nio menderita, terlebih Cello.

Matanya bertatapan dengan Cello yang langsung berdiri dan menatapnya dengan raut bersalah. Aksa dan Aska pun ikut berdiri dengan tangan masing-masing merangkul Cello seakan-akan melindungi Cello dari orang jahat.

"M-maafin Cello kak, Cello gak nolongin kak Nio pas jatuh," ucap Cello dengan mata berkaca-kaca membuat Arsenio melotot namun ia tetap tak menjawab permintaan maaf yang pura-pura itu.

Anjing ni orang, gak sengajanya dia bikin orang mati, bego! Batinnya kesal setengah mati.

"Kak Nio, gimana keadaan kakak?" tanya Cello sambil memasang wajah pura-pura khawatir yang ingin Arsenio tonjok.

"Gak usah sok baik lo! Ini semua juga ulah lo." Ingin rasanya Arsenio mengatakan itu namun ia harus bermain ganteng, Arsenio dilawan dan dia harus tahu akibatnya.

"Lo bisa liat sendiri," ucap Arsenio dengan nada datarnya.

Mereka kaget mendengar jawaban Arsenio yang berbeda biasanya dia akan menjawab ketus dan kasar jika ditanya oleh Cello apalagi tidak segan-segan main tangan dengan Cello. Namun sekarang seakan-akan orang yang dihadapannya adalah orang asing.

Dapat Arsenio lihat Cello kaget namun dengan cepat dia tutupi dengan senyum lebar yang menurutnya lebih mirip senyum joker.

"Syukur deh kalo kak Nio baik-baik aja. Maaf ya kak gara-gara Cello kakak jadi sakit, sama Cello gak bisa jenguk soalnya gak dibolehin sama Daddy." lanjutnya.

Salah satu alis Arsenio terangkat mendengar perkataan Cello, di telinganya Cello seperti mengejek dirinya mengatakan kalo dia bukan siapa-siapa dan mereka lebih sayang cecunguk satu itu.

Arsenio mendengus pelan, dikiranya ia akan sedih mendengar perkataan itu sekali lagi ini raga sudah menjadi miliknya bukan milik Nio lagi.

"Bagus deh, gue juga gak sudi di jenguk sama lo!" Tunjuk Arsenio dengan nada jijik.

Aksa dan Aska yang mendengar perkataannya pada Cello menggeram marah kepadanya namun ia hanya melihatnya santai.

"Nio! Lo gak pantes ngomong kayak gitu sama Cello, untung aja Daddy gak ngebolehin dia jenguk lo. Kelakuan lo emang gak pernah berubah!" Ucap Aksa dengan marah.

Cello dengan lembut memegang tangan Aksa, "Udah bang, Cello gakpapa kok."

"Gak Cell! Lo terlalu baik karena selalu ngebelain dia tapi sikapnya kayak gak ada aturan kayak gitu!" Bantah Aksa dengan nada lembut. Nada yang tak pernah dia gunakan untuk Nio, adik kandungnya.

"Emang dari dulu lo tu pembawa sial! Harusnya lo itu gak ada di sini, lo cuma ngelukain Cello aja bisanya." Kali ini Aska yang bicara.

"Udah ngomongnya? Sekarang giliran gue yang ngomong. Sejak kapan gue nyuruh ni orang belain gue? Gak pernah. Jadi mulai sekarang lo jangan sok-sokan belain gue, jijik gue lihatnya," ucapnya sambil berjalan dengan sedikit menyenggol pelan bahu Cello namun Cello pura-pura jatuh.

"BANGSAT!" umpat Aksa dan Aska sambil mengepalkan tangannya, namun dengan cepat mereka segera membantu Cello berdiri.

Cello sendiri mulai berkaca-kaca dan akan menangis, ia memegang lengannya dengan raut kesakitan.

"Adek gakpapa?" Tanya Aksa sambil bertanya, ia memperhatikan lengan Cello untuk melihat ada luka atau tidak.

"NIO!! LO KETERLALUAN!!" Teriak Aska dengan muka merah menahan amarah.

Arsenio yang mendengar itu menghentikan langkahnya namun ia tak membalikkan badannya, ia berkata "Dan satu lagi! Jangan pernah peduli sama gue lagi seperti biasa. Karena mulai sekarang gue juga akan berlaku sama."

Aksa dan Aska yang mendengar itu mematung seakan kemarahan yang tadi diperuntukan untuk Nio hilang, untuk pertama kalinya semenjak kelahiran Nio mereka merasa sakit hati atas perkataan Nio.

***

Arsenio membuka pintu yang ia yakini kamar milik Nio, ia segera merebahkan tubuhnya ke kasur empuk itu.

"Ahh emang beda ya kalo kasur mewah!" ucapnya sambil menatap langit-langit kamar yang berwarna biru muda.

Ia baru sadar kamar yang ditempati Nio termasuk kamar yang minimalis jika disandingkan betapa mewahnya rumah ini. Kasur single bad dengan lemari kayu di sampingnya dan meja kecil yang berisi buku-buku milik Nio dan kamar mandi, terlalu sederhana. Dan ia tahu ini bukan kamar asli milik Nio, sebenarnya kamar Nio sudah direbut oleh Cello dengan alasan ia menyukai kamarnya.

Bukan sekali atau dua kali apapun itu yang membuat Nio bahagia akan direbut olehnya. Termasuk perhatian Daddy dan ketiga saudaranya. Tentu saja Nio marah namun dengan perkataan Daddynya adalah mutlak dan beralasan ia harus mengalah dengan adiknya.

Adik? Cuih! Ingin rasanya Arsenio meludah tepat di wajah sok imut Cello.

"Mulai sekarang gak ada satupun barang atau apapun itu yang bisa lo rebut Cell! Gue pastikan itu!"







Bersambung.

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya guys!! Jangan siders, hargain penulis dengan kasih vote dan komen

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya guys!! Jangan siders, hargain penulis dengan kasih vote dan komen.. .

Terimakasih

Spam next di sini untuk lanjut..

10/08/2021

ARSENIOWhere stories live. Discover now