Bab 13 Menerima Bagaimanapun Kondisinya

23 2 0
                                    

Tahapan Cerai:

1. Cari lawyer buat daftarkan gugatan (udah ada Laga)✔️

2. Siapin syarat-syaratnya ✔️

3. Buat surat gugatan di Pengadilan (udah diurus Laga) ✔️

4. Kalkulasi biaya cerai (tanya sama Laga)

5. Siapin saksi (semua di rumah pasti mau jadi saksi)


" Oke. Berarti semua udah lengkap, ya Laga ya..." Mei mengantarkan Laga turun ke bawah siang hari itu, setelah Mei menyerahkan satu paket fotokopian syarat yang diajukan Laga. Mei dan Laga juga memperbincangkan tentang alasan utama pengajuan perceraian.

" Nah, itu kan Nak Laga. Harusnya dari dulu itu Mei sama Rangga aja toh? Bener nggak? Nggak sampai kayak gini kejadiannya.." Mama Mei berkomentar menyambut Mei dan Laga yang masih setengah menuruni tangga.

" Wah, nggak bisa ngomong apa-apa deh, Saya Tante... Jangan gitu. Kalau Mei seharusnya sama Rangga, Saya seharusnya sama Helen dong, Tante... Hahahaha" Laga masih mencoba bercanda, meskipun Ia agak ngos-ngosan, di usianya yang belum sampai tiga puluh lima tahun itu, perutnya sudah buncit dan badannya tambun. Menampilkan sosok yang jarang berolahraga dan kebanyakan kegiatannya hanya berkutat di dalam ruangan.

" Lha enggak dong. Isteri Kamu sekarang mau dikemanain? Haduh...iya, udah berapa pasangan yang Kamu dampingin cerai karena Mertuanya, Laga?" Mama Mei terus saja mengajak Laga bicara, dan Laga tampaknya enggan untuk menjawab.

" Ya, gitulah Tante... Lumayan banyak sih. Yang jelas, fee-nya cukup buat anak-anak Saya minum susu sama beli mainan. Hahaha..." Laga memang jenaka.

" Mei ini anak bebal. Nggak mau sabar bentar nungguin Rangga waktu itu. Tunggu sebentar aja, pasti dilamar. Malah malu-maluin Tante, endingnya jadi kayak gini."

" Ma!"

" Tante percayain sama Kamu, Laga. Pastiin pisah ini bener-bener tuntas. Biar Mei bisa cepet nikah lagi." Mama Mei ngeloyor dengan membawa gelas cembung besarnya untuk diisi ulang ke belakang.

" Omongan Mama ya!" Sementara Mei berteriak saking marahnya.

Siang menjelang, karena sudah janjian dengan Mamanya, menu di meja makan kali ini adalah oseng ikan pedha yang ditumis bersama cabe hijau dan juga jagung. Tak lupa, kerupuk terung sebagai teman makan, Mei menghabiskan dua piring lebih nasi.

" Mama udah bungkusin di Tupperware, Kamu anter ke kantor Rangga ya, Mei." Mei tahu ada maksud tersembunyi dari aksi ini.

" Ma, nggak usah mulai ya. Nggak lucu kalau Aku tiba-tiba nganterin ini nggak ada angin nggak ada ujan..."

" Biarin. Kan lagi lockdown covid. Daripada Rangga jajan yang nggak jelas atau susah cari makan siang. Ya kan?"

" Ya, tapi kan Rangga juga punya Mbak di rumah yang masakin tiap hari..."

" Ngeyel terus ya... Pokoknya anterin aja! Apa susahnya sih... Mama inget banget, pas dulu kalian sama-sama kuliah S1, Rangga sering makan malem di rumah. Kalau lauknya oseng pedha, Mama sampai masak nasi dua kali. Kalian berdua tukang ngabisin nasi!"

Mei berkedip. Ya, sebuah kenangan kembali lagi hinggap padanya. Kenangan yang sudah terlupa karena Mei tidak menganggapnya penting. Sebegitukah posisi Rangga dihadapan Mei ketika itu? Mei menganggap Rangga hanya sebatas ada, tapi tidak memberi apresiasi pada eksistensinya.


Kantor Rangga adalah rentetan lima bangunan ruko yang dijadikan satu. Di dalamnya kurang ada sekat yang pasti untuk membedakan mana ruangan operasional, Gudang, kantor, ataupun penjualan. Maklumlah, CV ini adalah warisan Papa Rangga, seorang yang agak kolot dan belum modern. Sehingga rentetan ruko ini ditata tanpa pemikiran ekstitik, namun memenuhi sisi fungsionalnya saja.

Up & Down Lockdown [TAMAT]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ