Epilog

63 3 2
                                    

Tiga hari setelah melaksanakan swab, Mei dan Davin harus kembali ke puskesmas untuk mengetahui hasilnya. Keduanya dalam keadaan tegang, sekaku perasaan hati anak SMA menunggu pengumuman kelulusan.

Hari itu, Davin mengenakan jumper hijau kesukaannya. Begitu Davin keluar dari kamar isolasinya, hati Mei kembali bedegup kencang. Pesona Davin, dalam keadaan apapun, selalu merebut perhatiannya.

" Let's go." Davin meraih kunci mobil.

" Kamu nyetir?"

" Ya... Badanku udah jauh enakan kok."

Negatif.

Davin, Mama Reika, dan Mei semuanya sudah dinyatakan negatif. Kertas hasil swab itu seolah menjadi hakim, dan penentu apa yang akan mereka jalani berikutnya. Davin langsung memeluk Mei dengan sumringah di dalam mobil.

" Syukurlah, Mei. Semuanya aman."

" Mmm... Iya Dav. Syukur banget." Mei mengelus punggung Davin. Perasaan hangat dirasakannya. Ia sungguh rindu cara Davin memeluknya.

Mei menunjukkan perasaan lega yang amat sangat. Corona telah menjadi kasus kematian yang begitu menakutkan. Siapa saja, bisa saja terkena virus itu, begejala parah, kehilangan penciuman dan perasa, sirkulasi oksigen menurun, menjadi pasif di rumah sakit, dan akhirnya dipanggil Tuhan karena tidak bisa lagi diselamatkan. Syukurlah, Davin dan Mama Reika melewati cobaan ini dengan selamat.

Davin menyetir. Mereka menuju ke rumah Mama Reika untuk memberikan surat hasil swab. Di perjalanan, hangat tangan Davin menggapai tangan Mei.

" Pas Kamu pergi, Pak Tirto bos Dreamly Travel telepon Aku nanya kabar..."

" Hmm, terus?"

" Ya, Dia nanya kabar sih, Aku ngapain setelah Dreamly collapse. Aku jawab aja, Aku buka delivery makanan PO. Eh, Pak Tirto malah minat investasi, nanem modal gitu." Wajah Davin sepenuhnya cerah menceritakan hal ini. Mungkin sudah lama tidak ada teman bicara untuk Davin, sehingga Ia begitu terlihat lega bisa bercerita.

" Bagus dong, Dav... Kamu mau? Kalian jadi mitra gitu? Waaaah, keren! Bukan boss sama karyawan lagi, nih hubungannya!"

Davin menggeleng, " Aku bilang, Aku mau konsen usaha ini dulu sama Kamu. Modal bulat usaha lele krispi juga nggak seberapa kok, Mei."

" Jadi kamu tolak? Hah...? Bukannya ini kesempatan, Dav?"

" Udah hampir sepuluh tahun Aku kerja sama Pak Tirto. Kayaknya Aku tuh ada di zona nyaman terus gitu loh. Keinginanku buat ngejar karir ya kayaknya mentok sampe situ-situ aja. So, maybe this is the time... Aku punya simpanan deposito yang bis acari bulan depan, Mei. Kamu mau bantu Aku nggak, kita besarin usaha PO makanan kita?"

Mei terbelalak. Ia bisa saja mengangguk dengan spontan. Tapi, Mei berpikir tentang apa yang terjadi pada mereka itu semua karena kebersamaan! Project PO lele krispi yang ditangani keduanya, lebih banyak waktu yang mereka habiskan bersama, menjadi boomerang sendiri sampai hampir berujung cerai.

" Mau, Dav. Asal..."

" Asal Aku nggak marah-marah lagi. Ya, kan?"

Davin langsung menebak. Lampu merah menyala dan mobilpun berhenti. Davin menatap Mei dalam, dan berpacu dengan lampu lalu lintas yang mungkin akan menyala hijau setiap saat, Davin mendekatkan wajahnya kepada Mei dengan cepat.

Satu kecupan, yang langsung berlanjut jadi pagutan.

" Mmm... Dav." Mei yang sebenarnya menikmati aksi cepat itu berusaha melepaskan diri. " Tuh, lampunya udah kuning berntar lagi ijo. Kamu ih... Baru aja negative, udah nyosor aja..." Mei tergelak.

Up & Down Lockdown [TAMAT]Место, где живут истории. Откройте их для себя