JaeTen 2

427 48 1
                                    

"Leeya. Hei, dengar. Dengarkan aku dulu. Ini tidak seperti yang kau lihat. Hei !" Jaehyun mengejar Leeya yang berusaha masuk ke dalam mobilnya. Bisa Ten lihat jika Leeya terlihat sangat marah dengan Jaehyun yang berusaha menenangkannya. Ten iri. Dirinya sangat iri. Ten ingin berada di posisi Leeya. Dicintai oleh orang yang kita cintai. Ten mengira ngira semenakjubkan apa rasanya.

Jaehyun mulai memeluk Leeya yang menangis. Ia tidak suka melihat orang yang dicintainya menjadi sedih seperti ini. Leeya adalah satu satunya gadis yang dicintainya. Mata Jaehyun tidak lagi fokus pada Leeya. Ia punya tanggung jawab lain yang ia tinggalkan begitu saja tadi. Disanalah ia, berdiri sendirian, memegang baju pada bagian dadanya. Mata itu, Jaehyun tidak akan pernah lupa mengenai tatapan mata itu. Tatapan mata yang sama ketika Jaehyun bangun di suatu pagi dan pria menatapnya dari kejauhan.

Merasa diperhatikan, Ten menjadi tidak nyaman. Bukan ini yang ia inginkan. Ten tidak ingin Jaehyun melihatnya dengan tatapan kasihan seperti itu. Mungkin sebaiknya Ten pergi saja dari sini. Kali ini dirinya yakin, Jaehyun tidak akan mungkin mengejarnya.

Dan Jaehyun memang tidak lagi mengejarnya.

Mata Jaehyun tidak berhenti menatap sosok Ten yang hilang ditelan ujung jalan, sementara Leeya masih sesenggukan di pelukannya. Meski Jaehyun sudah berjanji, ia masih belum mengerti bagaimana mengatur perhatiannya. Meski sudah mengatakan akan bertanggung jawab, Jaehyun masih belum mampu menunjukkan hal itu. Meski hati nurani Jaehyun berteriak untuk menolong Ten terlebih dahulu, karena biar bagaimana pun, dirinyalah yang menarik pria itu ke permasalahan ini. Tetap saja, Jaehyun masih belum mampu. Bajingan seperti dirinya akan tetap menjadi bajingan. Jaehyun kasihan pada dirinya sendiri.

¤¤¤

Sastra bandingan merupakan mata kuliah terakhirnya hari ini. Ten sudah mulai bergegas merapikan segala perlengkapan belajarnya. Ia harus segera bergegas sebelum bosnya memarahinya lagi. Ten adalah orang yang ceroboh, tidak heran jika ia tidak bisa bertahan di satu pekerjaan yang tetap. Sebelum kontrak kerjanya habis, ia pasti akan dipecat duluan. Ten tidak bisa seceroboh itu lagi. Akan ia kasih makan apa nanti anaknya  jika hal ini tetap terjadi ?

Tanpa Ten sadari, semenjak keluar dari kelasnya ia diikuti oleh seseorang. Tidak ada yang curiga pada orang itu karena ia mampu berbaur dengan mahasiswa mahasiswa pemuja buku itu. Bisa kau temui hampir semua orang di koridor ini memegang buku yang entah berasal dari mana dan abad ke berapa dengan penulis dari periode apa saja. Ten baru saja melewati seseorang yang memegang buku karya William Shakespear, Jane Austin kemudian, lalu Agatha Christy, dan selanjutnya ada Oscar Wilde, oh ! Jangan lupakan ada buku karya Edgar Allan Poe di ujung sana.

Ten tetap saja berjalan dengan hati hati, kandungannya masih sangat muda. Jika ia ceroboh, persentase dirinya keguguran akan semakin tinggi. Ten tidak ingin hal itu terjadi. Dari kejauhan ia bisa melihat tempatnya bekerja paruh waktu. Hanya sebuah cafe biasa dengan dirinya yang diterima sebagai pelayan. Belum juga Ten menginjakkan kakinya di tempatnya bekerja, tangannya sudah ditarik oleh seseorang. Mulutnya pun dibungkam dengan sebuah kain. Ten mulai ketakutan, tidak, ia tidak boleh ketakutan. Sekuat tenaga Ten melindungi perutnya, meski kaki dan badannya terus memberontak.

Ten melihatnya. Sosok itu dari awal memang sangat mengerikan. Ia benar benar tidak paham mengapa pria sekejam dirinya bisa mendapat sosok semulia Sehun. Dengan coat-nya yang terlihat sangat mahal, Ace berdiri menatap Ten dengan tatapan yang menusuk.

Pria yang mengikuti Ten sedari tadi melepaskan pegangannya pada tubuh Ten. Sementara si korban yang telah terlepas dari cengkraman orang sebelumnya benar benar tidak tahu harus mengatakan apa. Ia hanya berdiri mematung dan menatap Ace dengan matanya. Sementara yang ditatap oleh Ten juga menatap pria itu balik.

Devil's Claw (✔)Where stories live. Discover now