Awal

6K 878 28
                                    

Jakarta, 2009

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jakarta, 2009.
Citra

"Kamu aneh, Cit."

Suara Mas Darwin terdengar selaras dengan suara mesin bus kota yang kami tumpangi. Aku duduk di dekat jendela yang terbuka, sementara Mas Darwin duduk di dekat lorong bus yang kini dipenuhi beberapa penumpang yang berdiri.

"Aneh kenapa, sih, Mas?" Aku masih menatap fotoku dengan salah satu Pangeran Nevalia ketika menyahut ucapannya. Kami baru saja menyelesaikan petualangan di Stadion Glora Bung Karno. Setelah membujuknya dengan susah payah, akhirnya Mas Darwin mau menggantikan Tania—yang nggak jadi menemaniku—melihat pertandingan sepak bola antara Indonesia dengan Nevalia dan bertemu dengan salah satu Pangeran dari Nevalia.

"Ya, aneh aja. Di saat orang-orang lagi ngefans Edward Cullen atau Harry Potter, kamu malah ngefans sama Pangeran dari negara tetangga. Pakai bela-belain habisin uang tabungan buat lihat dia segala lagi."

Kali ini aku menoleh, melihat wajahnya yang menekuk masam. "Memangnya salah kalau aku ngefans Pangeran Saga?"

"Ya, nggak. Cuma Mas nggak ngerti aja sama kamu. Apa sih yang kamu lihat dari Pangeran itu? Cakep juga, nggak."

"Sembarangan aja kalau ngomong!" Aku menepuk lengannya nggak terima. "Pangeran Saga itu manis, ya! Dia juga berprestasi! Buktinya di umurnya yang baru 18 tahun, Pangeran Saga udah bisa jadi anggota timnas Nevalia!"

Mas Darwin berdecak, merespons ucapanku dengan tawa sarkastis. "Dia cuma menang anak Raja. Bisa jadi pemain bola pun pasti karena statusnya yang seorang Pangeran. Lagian, ya, timnas bodoh mana, sih, yang mau nolak anak Raja?"

Aku menatapnya dengan tatapan nggak percaya. "Sumpah, ya, Mas. Bu Pita udah sering ajarin kita supaya kita nggak suuzon ke orang lain, loh!"

"Siapa yang suuzon? Memang kenyataannya begitu, kan?" Mas Darwin benar-benar nggak mau kalah. "Sekarang apa, sih, yang nggak bisa didapat seorang Pangeran? Dari lahir aja mereka udah difasilitasi banyak hal. Segala sesuatunya dipermudahkan. Mana pernah mereka hidup susah sampai mau berjuang keras untuk mewujudkan impiannya?"

"Ya, tapi bukan berarti semuanya selalu berjalan mulus, kan? Mau Pangeran sekali pun, mereka pasti punya tantangan dan usahanya sendiri untuk mewujudkan impiannya!"

"Halah, palingan dia ngerengek minta bapaknya supaya bisa kabulin impiannya."

Memang benar-benar, ya, Mas Darwin ini. Aku nggak habis pikir, deh, kenapa dia selalu sewot kalau udah bahas Pangeran Saga atau Nevalia? Setiap kali mendengar namanya atau melihat fotonya Pangeran Saga, Mas Darwin pasti bakalan cari celah untuk menjelek-jelekannya. Padahal Mas Darwin nggak tahu apa-apa soal Pangeran Saga atau apapun yang berhubungan dengan kerajaan Nevalia.

"Terserah, lah. Debat sama Mas Darwin cuma bikin kebahagiaan aku hilang aja! Bikin bete!" Aku memasukkan kameraku ke dalam ransel dan memeluk scrapbook hijauku, menatap ke luar jendela bus.

Royal PrinceWhere stories live. Discover now