Royal Prince | 03

4.6K 716 87
                                    

Tania

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tania

Jika hidupku dirangkai dalam sebuah tulisan dalam buku, aku adalah tokoh yang paling dibenci oleh pembacanya. Mungkin sebagian tidak akan peduli dengan kisahku. Bagaimana akhirnya aku bisa terjebak dalam keadaan ini, menjadi perempuan tidak berdaya yang hanya menghabiskan sisa hidupnya di atas tempat tidur dengan penyakit yang menyerang seluruh tubuh.

Aku akan memahami alasan mereka. Aku pun menyadari apa yang sudah kuperbuat sebelum ini. Rasanya hampir tidak ada hal baik yang bisa kuharapkan saat ini selain melihat orang-orang yang kucintai bahagia. Mia dan Saga adalah alasanku bertahan hingga detik ini. Mia dan Saga adalah alasanku untuk berjuang melawan penyakit ini. Meski pada akhirnya aku menyadari batas kemampuanku. Aku harus membuat masa depan mereka menjadi lebih baik, meski tanpa ada aku di sana.

Aku percaya Citra bisa melakukan hal itu. Meski ini sangat tidak fair untuknya—setelah apa yang kulakukan kepadanya selama ini. Aku benar-benar merasa malu padanya. Namun aku tidak memiliki pilihan lain. Ini satu-satunya harapan dan cara yang bisa kulakukan untuk membahagiakan mereka dan menebus rasa bersalahku.

"Permisi, Yang Mulia." Suster Marina, seorang perawat senior di kerajaan ini datang membawa beberapa obat dan segelas air berwarna merah.

Aku mengembuskan napas. Melihat apa yang ada di atas nampan itu sudah membuatku merasa mual. Setiap empat jam sekali dalam sehari, aku harus menelan beberapa obat dan juga ramuan tradisional yang sudah dianjurkan oleh dokter kerajaan.

"Waktunya minum obat, Yang Mulia," ucap Suster Marina ramah.

"Biarkan di sana saja, Sus," sahutku seraya memberikan seulas senyum. "Nanti saya minum."

"Maaf Yang Mulia. Ratu meminta agar obat ini segera diminum. Saya tidak bisa meninggalkan kamar ini kalau Yang Mulia belum meminumnya."

Sekali lagi, aku menarik napas panjang dan mengembuskannya. Sejak dulu aku tidak suka minum obat. Baunya benar-benar tidak enak. Aku akan berlari dan sembunyi jika Papa dan Mama melakukan hal itu. Jika sudah begitu, satu-satunya cara yang bisa Papa dan Mama lakukan untuk membujukku adalah Citra.

Citra akan mengingatkanku betapa beruntungnya aku masih memiliki Papa dan Mama. Hal itu membuatku menjadi iba kepadanya. Dan setiap kali aku sakit, Citra lah yang akan menemaniku sampai aku sehat kembali.

Suara pintu kamar terdengar terbuka. Aku menoleh, mendapati laki-laki dengan pakaian olahraga masuk ke dalam kamar sambil mengelap keringat dengan handuk yang mengalung di lehernya.

"Selamat pagi Yang Mulia," Suster Marina merendahkan tubuhnya kepada Saga.

"Pagi," Saga membalas dengan senyum. Kemudian kedua matanya menatap obat yang belum tersentuh di atas nakas. "Sus, biar saya saja yang mengurus obatnya. Suster bisa melanjutkan pekerjaan yang lain."

"Baik, Yang Mulia. Kalau begitu saya permisi." Suster Marina meninggalkan kamar. Setelah pintu tertutup rapat, Saga mendudukkan tubuhnya di tepi tempat tidurku dan mengecup keningku cukup lama

Royal PrinceWhere stories live. Discover now