Chap 2. Hujan

249 19 0
                                    

"Benar kata orang, bisa dicintai oleh orang yang kita cintai sangatlah bahagia."

"Raina Aprilia, wajah teduh dikala rintik hujan menerpa wajah. Kini, dibawah hujan ini. Aku Galang Dirgantara, menyatakan cintaku padamu. Maukah kamu menjadi pacarku?"

Semua orang bersorak kegirangan, bahkan berulang kali berteriak "Terima."

Hujan yang semakin lebat tak membuat semangat seorang laki-laki tampan itu runtuh, bahkan ia semakin kuat meneriaki nama Rain.

Rain menutup mulut tidak percaya, Galang mengatakan cinta didepan teman-teman satu sekolah. Siapa yang tidak terkejut.

Ini salah dirinya menantang Galang beberapa menit yang lalu. "Kalau lo beneran serius, coba lo bilang kesemua orang kalau lo benaran cinta sama gue!"

"Okey!"

Galang tanpa pikir panjang mengiyakan tantangan Rain, Rain berfikir Galang tak seberani itu. Tapi nyatanya laki-laki itu segera berlari meninggalkan Rain menuju lapangan, walau diluar sedang hujan.

Beginilah akhirnya, mereka berdua tersenyum bahagia di atas rintik hujan yang menjadi saksi percintaan mereka.

Rain tak menyangka ternyata dibalik sikap kekanakannya Galang terdapat sisi serius dan dewasanya. Rain akhirnya mengangguk semangat dan mereka resmi berpacaran dibawah hujan yang menjadi saksi cinta mereka.

Semua orang bersorak kegirangan sampai riuh tak terkendalikan. Pak Burhan datang sambil membawa penggaris panjang andalannya.

Murid-murid sibuk berlari masuk ke kelas meninggalkan pertunjukan cinta antara Rain dan Galang, dari pada harus dihukum oleh Pak Burhan mereka lebih memilih mengintip dari jendela saja.

"Itu yang dilapangan! Masuk, kalian malah hujan-hujanan!"

"Iya, Pak!" teriak Galang, karena hujan begitu deras.

Galang menarik tangan Rain dan berlari dari lapangan menuju kelas. Pak Burhan hanya menggeleng kepala melihat tingkah anak muridnya itu.

Galang dan Rain tersenyum bahagia, sejujurnya Rain tak pernah sebahagia ini. Benar kata orang, bisa dicintai oleh orang yang kita cintai sangatlah bahagia.

"I love you, Rain."

"I love you to, Galang."

Dringgggg...

Rain membuka matanya malas lalu segera bangkit dan duduk ditepi ranjang. Mematikan alarm yang begitu nyaring berteriak ditelinga nya pagi ini.

"Mimpi itu lagi," gumamnya malas, lalu menarik handuk dan masuk ke kamar mandi.

***

Rain menghempaskan tubuhnya di bangku lalu menaruh tasnya di laci. Melipat tangan dimeja dan menidurkan kepalanya disana.

Beberapa hari tanpa Bulan, sahabatnya sekaligus teman sebangkunya itu terasa sepi, padahal banyak hal yang ingin dia ceritakan. Tapi orangnya malah izin gak masuk.

Rain menghembuskan nafas berat lalu mencoba memejamkan mata. Bukan tidur, hanya ingin menenangkan diri dari pikirannya yang tak henti-hentinya memikirkan Galang. Cinta pertamanya.

"Raina!" teriak Bulan diambang pintu, dengan semangat berlari membawa dua bungkus berisi sandwich ditangannya.

"Bulan?! Bukannya lo balik lusa, ya?"

Bulan memilih duduk sebelum menjawab, meletakkan tasnya di laci dan memberikan Rain sebungkus sandwich juga Paper bag bewarna coklat.

"Ini apa?" tanya Rain.

"Oleh-oleh buat lo sama Rey, dari tadi gue cariin tu cowok gak ketemu."

"Mungkin sibuk. Jadi, kenapa lo tiba-tiba balik?"

"Nyokap tiba-tiba minta pulang, padahal lagi seru-serunya gue lihat pemandangan."

"Oh, gitu."

"Lo kenapa, Rain? Muka lo lusuh banget. Oh, iya. Tadi gue ketemu sama Galang pas ngasih oleh-oleh, tapi pas gue tanya tentang lo, dia diam doang. Emang kalian lagi berantem, ya?"

"Lebih dari itu."

"Maksudnya?"

"Maksudnya, gue sama dia udah bukan siapa-siapa lagi."

"Jangan bilang lo berdua putus?!"

Rain mengangguk lalu kembali membenamkan kepalanya dimeja.

"Kapan?! Kok lo gak ada cerita sama gue?"

"Lo kan lagi ada urusan keluarga, masa' iya gue ganggu. Makanya gue nunggu lo balik dulu baru cerita."

"Yang mutusin siapa?"

"Galang."

"What's?! Galang?! Kok bisa dia, sih?"

"Mana gue tau, Lan. Dia aneh tau gak. Beberapa hari sebelum dia bilang putus, dia sempat ngilang gak ada kabar. Bahkan chat gue aja gak dilihat, sekolah juga gak masuk."

"Terus putusnya kapan?"

"Tiga hari yang lalu. Dia tiba-tiba aja datangin gue di taman dekat sekolah lagi baca buku. Bukannya minta maaf karena gak ada kabar, malah tiba-tiba minta putus."

"Mana posisinya gue lagi cekcok sama Kakak gue dirumah, lo gak masuk sekolah, terus Galang malah minta putus. Lengkap banget penderitaan gue, untung Rey selalu ada dekat gue, sampai ngantar-in gue pulang walaupun sebenarnya gak perlu," sambung Rain.

"Gue juga kalau gak ada urusan keluarga gak bakal izin. Tapi, Rey baik banget sama lo. Senang maupun susah dia selalu ada buat lo."

"Iya, gue tau maksud lo ngomong gitu. Gue juga tau perasaan Rey sebenarnya sama gue. Tapi, lo kan tau yang gue suka, yang gue cinta cuma Galang, Lan."

"I' know, tapi lo juga harus ngertiin Rey, Rain. Dia tulus sama lo, gue tau benar perasaan dia sama lo. Kita udah bareng-bareng dari awal masuk SMP sampai kita SMA sekarang. Bahkan beberapa bulan lagi kita lulus, Rey masih setia nungguin lo. Walaupun gue tau selama dua tahun belakangan ini dia sabar ngeliat lo sama Galang."

"Coba lo buat dekat sama Rey, anggap dia lebih dari sekedar teman atau sahabat. Coba buat terima Rey masuk kehati lo, lagian lo sama Galang juga uda putus, 'kan," sambung Bulan.

"Bulan, Rey itu udah gue anggap kayak Abang gue sendiri. Jahat kalau gue terima dia tapi hati gue masih untuk Galang. Gue gak mau egois dengan nerima Rey di saat gue baru aja putus dari Galang. Sama aja gue kayak buat Rey sebagai pelarian, gue gak mau itu."

"Buka mata lo lebar-lebar, Rain. Lo lihat yang mana benaran tulus sama lo dan mana yang cuma main-main. Rey itu benaran tulus, Rain. Coba, deh, buka hati lo buat dia. Lo lihat betapa seriusnya dia sama lo, dan betapa tulusnya dia benaran sayang sama lo."

"Lama kelamaan lo bakal terbiasa tanpa Galang, percaya sama gue," sambungnya lalu menepuk pundak Rain pelan.

Rintik Hujan [SELESAI]Where stories live. Discover now