Chap 9. Kebenaran yang terungkap

117 13 0
                                    

"Sejauh apa pun, kalau jodoh pasti bertemu."

Beberapa menit sebelumnya...

Rain hanya diam di mobil. Entah kenapa pikirannya kembali mengingat masa-masa indah disini. Tempat kelahirannya, keluarga, teman, sahabat dan cinta ia  harus meninggalkan semuanya disini dan pergi jauh dari sini. Walaupun rasanya begitu berat, Rain harus kuat. Dia yakin dirinya itu kuat.

Sekar berpaling menatap Rain sebentar, dia tau adiknya itu enggan untuk pergi. Tapi apakah dia salah, dia hanya ingin membawa adiknya bersamanya.

"Rain, your okey?"

Rain mengangguk pelan sambil tersenyum tipis memandang Sekar, dia tau Kakaknya itu pasti memberikan yang terbaik untuk dirinya.

Beberapa menit setelahnya mobil mereka berhenti didepan Bandara, Rain dan Sekar turun duluan meninggalkan supirnya memarkirkan mobil. Sekar mengangkat telpon dan berjalan sedikit jauh dari keramaian.

Melihat keadaan bandara yang cukup ramai. Keberangkatan ke New York tinggal setengah jam lagi. Menelfon Rey mungkin sempat, pikir Rain.

Rain menggeleng cepat, dia tak ingin menggangu sahabatnya itu. Cukup mengirim pesan kalau dia akan pergi itu mungkin lebih baik dari pada harus menggangunya.

Reyhan Nugraha

Rey, gue hari ini bakal berangkat ke New York. Kak Sekar jemput gue tadi disekolah. Maaf gue gak sempat ngasih tau lo sama teman-teman yang lain. Gue titip salam buat teman-teman semua disana. Gue pamit, ya. Kalian baik-baik disana.

Pesan itu langsung dilihat oleh Rey, tanpa menunggu balasan dari Rey, Rain segera mematikan ponselnya. Tak ingin terlalu larut dan akhirnya sedih. Dia harus kuat, bukan?

"Ayo masuk, koper biar Pak Samsul yang ngeluarin dari bagasi."

Rain mengangguk paham lalu berjalan masuk ke bandara bersama Kakaknya, Sekar.

"Rain!" suara itu menggema di sekitar bandara. Bahkan Rain memberhentikan langkah kakinya melihat kesetiap sudut bandara yang cukup ramai.

"Siapa yang manggil lo, Rain?" tanya Sekar bingung.

"Gak tau, Kak."

Rain dan Sekar kembali berjalan masuk, suara itu menggema lagi. Bedanya kini lebih jelas. Bahkan lebih dari satu orang.

Rain berbalik, "Kalian?!"

Rain terkejut bukan main. Rey, Bulan bahkan Galang ikut bersama mereka.

"Ada apa ini?" tanya Rain bingung.

Ponsel Sekar berdering lagi, diperjalanan tadi pun selalu mengganggu, sampai Sekar kesal dibuatnya.

"Gue angkat telpon bentar. Lo jangan kemana-mana, beberapa menit lagi pesawat yang kita tumpangi bakal berangkat," ucap Sekar lalu berjalan sedikit menjauh dari mereka.

Rain kembali menatap Rey, Bulan dan Galang. Tapi, wajah Galang kali ini tampak sangat berbeda. Wajah pucat, mata lesu dan badan sedikit kurus, bahkan pipinya menjadi sedikit tirus. Bohong kalau Rain tidak khawatir melihatnya. Tapi apa boleh buat, Galang bukan lagi pacarnya, melainkan pacar sahabatnya.

"Lo jangan pergi, Rain. Gue minta maaf soal semuanya. Tapi, gue mohon lo jangan pergi, ya."

Rain menatap kecewa kearah Bulan. Kata maaf tidak bisa mengobati lukanya, tapi Rain bukanlah orang yang kejam. Dia memaafkan tapi luka itu masih berbekas. Bersahabat mungkin masih bisa, tapi kembali seperti dulu mungkin butuh waktu.

Rintik Hujan [SELESAI]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora