Chap 8. Panggung

98 18 0
                                    

"Tidak tau setegar apa hatimu. Sanggup berbohong demi cinta, dan sanggup ikhlas walaupun gak rela."

"Lo yakin mau tampil?"

Galang mengangguk semangat. Bibir tipisnya tersenyum manis, walau wajahnya sedikit pucat aura ketampanannya tak pernah pudar.

Bulan membantu Galang bersiap-siap diruang make-up, memberi sedikit polesan bedak agar terlihat lebih segar dan tidak pucat.

"Gue gak tau setegar apa hati lo. Sanggup berbohong demi cinta, sanggup ikhlas walaupun sebenarnya lo gak rela."

Bulan menggeleng kepala menatap Galang dari pantulan kaca, sedangkan Galang hanya tersenyum memandang Bulan.

"Kata orang, cinta gak harus memiliki, dan itu yang gue lakuin sekarang. Apa yang gue lakuin salah, Lan?" tanya Galang, raut wajahnya memasang wajah tegar sedari tadi, walau sebenarnya hatinya begitu rapuh.

"Gue tau maksud lo gimana, cuma itu hanya membuat kalian semakin jauh dan semakin kecewa. Lo pantes bahagia, Lang. Gue sayang sama lo. Gue gak mau lihat lo terus-terusan sedih dan sok tegar kayak gini didepan gue."

"Gue minta maaf, Bulan."

Bulan menggeleng pelan. Sedikit berjongkok agar bisa menyetarakan tingginya dengan Galang yang tengah duduk. Bulan memegang tangan Galang lembut, ditatapnya mata cowok yang pernah membuat hatinya senang.

"Gue sayang sama lo. Sekarang atau bahkan selamanya. Gue gak mau jauh dari lo, dan gue juga gak mau lihat lo sedih. Gue pengen lo bahagia sama pilihan lo. Jangan putus asa sama keadaan. Selagi lo masih bisa, lo harus pertahan-in, perjuang-in sebelum terlambat."

"Gue tau, Lan. Dan itu alasan kenapa gue mau memaksakan diri buat tampil hari ini juga," ucap Galang yakin, membenarkan tuksedonya yang bewarna biru laut itu didepan cermin.

"Lo yakin?"

Galang mengangguk yakin.

"Gue takut lo kenapa-kenapa pas dipanggung."

Galang memegang kedua bahu Bulan pelan. "Do'akan yang terbaik, gue bakal berusaha. Gue harap masih ada peluang buat gue memperbaiki semuanya sebelum terlambat."

"Gue pasti do'akan yang terbaik buat lo, Galang. Lo tenang aja, gue yakin lo pasti bisa. Semangat!" ucap Bulan penuh semangat. Membuat Galang terkekeh geli dengan sikap Bulan yang begitu antusias.

Penampilannya sebentar lagi, karena penampilan Galang adalah penutup acara kelulusan SMA Cendrawasih hari ini. Galang begitu semangat, berulang kali atur nada sebelum tampil, dan Bulan selalu ada bersama Galang kapan pun dia membutuhkannya.

Rey berlari menghampiri Galang dan Bulan, wajahnya berkeringat dan sedikit panik. Entah apa yang terjadi padanya.

"Lo kenapa, Rey?" tanya Bulan bingung.

"Ada apa sama lo, Rey?" tanya Galang. Menyuruh Rey untuk tarik nafas terlebih dahulu, sepertinya dia habis berlari begitu cepat.

"Walaupun sebenarnya gue gak suka lihat lo, mau gak mau gue harus kasih tau ini sama kalian."

Galang dan Bulan hanya saling pandang bingung.

"Maksud lo apaan, sih? Ngomong yang jelas, Rey?!" kesal Bulan.

"Ada apa, Rey? Lo bisa jelasin pelan-pelan," ucap Galang.

"Gue benci saat tau lo suka sama Rain, dan gue lebih benci saat lo nembak Rain didepan semua orang dan Rain terima lo gitu aja. Tapi, gue gak mau egois. Kebahagiaan Rain itu lebih penting. Lama kelamaan gue yakin bakal bisa tanpa dia. Tapi dia, gue gak tau bakal bisa atau enggak kalau tanpa lo. Setidaknya dengan melihat Rain bahagia, gue juga ikut bahagia."

"Gue gak ngerti maksud lo apa, Rey."

Rey menatap kesal kearah Galang. "Maksud gue, kalau lo benaran cinta dan serius sama Rain, jangan lo sia-siakan cinta dia! Sekali lagi lo kecewain Rain ataupun buat dia sedih, gue gak akan segan-segan ngehajar lo abis-abisan. Lo ingat baik-baik, Galang Dirgantara!"

Galang membuang nafas berat. "Gue gak bisa janji. Gue cuma bisa berserah diri sama keadaan. Yang gue bisa lakuin sekarang adalah meminta maaf kepada Rain, dan memulainya dari awal, juga mencoba untuk memperbaiki segalanya. Itu juga kalau Rain masih memberi kesempatan."

"Kalau lo benaran serius buruan! Kita gak punya banyak waktu. Gara-gara debat sama lo gue sampai lupa apa tujuan gue nemuin lo," ucap Rey sedikit panik.

"Emang ada apa?" tanya Bulan kepo.

"Ayo kita ke Bandara!" ucap Rey cepat sambil menarik tangan Galang dan Bulan keluar dari pementasan dan menuju ke parkiran.

"Mau ngapain emang ke bandara?"

"Rain, mau pergi ke New York hari ini!" tegas Rey.

Membuat Galang dan Bulan terdiam tidak percaya.

"Lo tau dari mana? Bukannya lo udah jarang dekat sama, Rain?"

"Dia ngirim pesan beberapa menit yang lalu, gue aja kaget tiba-tiba Rain ngechat gue lagi."

"Kenapa begitu tiba-tiba? Padahal kan ini hari kelulusan," tanya Galang bingung.

"Udah gak ada waktu, entar gue jelasin di mobil. Ayo naik sebelum Rain berangkat!"

Galang dan Bulan mengaguk cepat, segera masuk ke mobil milik Rey.

***

"Bandara hari ini rame banget. Kita mau nyari Rain kemana?" tanya Bulan bingung sambil melihat keseliling bandara yang cukup ramai.

Rey mengacak rambutnya frustasi, bahkan ponsel Rain tidak bisa dihubungi.

Galang berhenti menatap keseliling, matanya tengah fokus menatap punggung cewek yang tidak asing menurutnya. "I-itu Rain!"

"Dimana?" tanya Rey dan Bulan bersamaan.

"Diujung sana!"

Rey dan Bulan menyipitkan mata untuk melihat jelas kearah sana.

"Iya itu, Rain."

"Rain!" teriak Galang, dia sudah tidak memperdulikan orang-orang sekeliling menatapnya bingung. Perasaannya sedikit lega, setidaknya dia tidak terlambat.

Untungnya tempatnya ada yang menggantikan untuk penutup acara kelulusan disekolah. Padahal sudah tiga hari Galang mempersiapkan semuanya, sebuah lagu yang akan ia nyanyikan untuk Rain. Tapi apa boleh buat, rencananya sia-sia. Belum sempat tampil Rain sudah lebih dulu pergi.

Bulan dan Rey kompak melambaikan tangan setinggi mungkin berharap Rain melihatnya. Namun gagal, orang-orang terlalu ramai berlalu lalang.

"Ayo susul aja, keburu masuk kedalam entar!" tutur Bulan yang segera berjalan sedikit cepat diikuti Galang juga Rey dibelakangnya.

"Rain!" teriak mereka bersamaan.

Rintik Hujan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang