Chap 10. Rindu

130 15 0
                                    

"Bahkan untuk sekedar mengatakan atau mengetikkan 'rindu' lidahku kelu, jariku juga kaku."

Galang Dirgantara

Kepadamu, lelaki yang sangat aku cintai setalah Ayahku. Sekuat apa pun aku mencoba melupakan bahkan membencimu itu semua terkalahkan oleh rasa cintaku yang teramat tulus padamu. Walaupun saat ini tak ada ikatan apa pun selain teman, ku harap nantinya perasaan mu tetap sama seperti dulu. Aku akan selalu berdoa untuk kesembuhan mu, agar kita bisa tersenyum bersama seperti dulu. Cepat sembuh langitku, dari aku rintik hujan mu.


Sudah setahun berlalu. Tapi pesan itu tak kunjung dibalas olehnya. Rain hanya bisa menatap nomor cowok yang ia cinta tanpa berani untuk memulai obrolan. Mengetik rindu pun dia tak sanggup. Hatinya masih gundah, apa Galang masih menyukainya?

Bertanya ke Bulan mungkin lebih tepat, pikir Rain.

Putriana Bulan

Bulan, lo sekarang sama Galang gak?

Enggak, emang kenapa, Rain?

Gak pa-pa, cuma nanya kabar doang.

Alhamdulillah, Galang lumayan baik. Setidaknya lebih baik dari sebelumnya.

Baguslah, setidaknya tanpa kehadiran gue disana dia semakin baik.

Gue saranin lo jangan terlalu berharap lagi sama Galang, Rain.

Kenapa? Apa lo suka sama dia.

Jujur, dulu, sih iya. Tapi, apa boleh buat. Galang cintanya sama lo. Gue juga udah suka sama yang lain, malah gue udah tunangan.

Hah? Tunangan? Sama siapa?

Ada, deh. Entar waktu resepsi pernikahan lo gue undang. Dan lo harus datang, gak mau tau gue.

Jangan bilang lo nikah sama Galang, Lan.

Kalau iya kenapa?

Gak pa-pa, lagian gue juga gak yakin.

Becanda, Rain. Gue dengar pembicaraan Keluarga Galang yang mau jodoh-in Galang sama anak teman Papanya. Tapi, gue gak tau siapa. Makanya saran gue jangan terlalu berharap.

Rain menutup ponselnya. Hatinya lagi-lagi kecewa untuk kesekian kalinya. Dulu berbohong, sekarang masalah perjodohan. Takdir seakan benar-benar ingin menjauhkan dirinya dari Galang.

"Rain, ayok berangkat."

Sekar berdiri didepan pintu, siap dengan tas selempang ditangan, dan beberapa buku tebal di lengannya.

"Gue gak ada kelas hari ini, Kak."

"Ya, udah. Kalau mau sarapan gue udah buatin dimeja, gue berangkat dulu, ya."

Rain mengangguk pelan dan kembali menatap keluar dan ternyata sedang turun hujan.

Sepertinya Galang benar-benar telah melupakan dirinya. Jangankan menanyakan kabar, membalas pesan Rain saja tidak. Pesan itu sudah sejak lama dilihat, tapi sampai kini tak pernah terbalas.

Berhari-hari Rain menunggu pesan dari Galang. Berharap cowok itu mengerti dan mau membalas pesannya. Setidaknya balas 'gue baik-baik aja, lo gak usah khawatir'. Tapi satu huruf pun tak Rain lihat sampai ini. Miris.

Tak bisa dipungkiri Rain benar-benar rindu dengan Galang. Kali ini tidak bisa dibendung. Tapi apa boleh buat, bahkan untuk sekedar mengatakan atau mengetikkan 'rindu' lidahnya kelu, jarinya juga kaku.

Rintik Hujan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang