01. Tanggung Jawab

202 33 11
                                    

"Terkadang kita memang harus bertanggung jawab dengan apa yang telah kita perbuat, bukan karna kita lemah tapi karna kita mampu untuk menjaga harga diri"

-GISTARA ADELIA-

Setelah perdebatan nya tadi Adel memutuskan untuk ke kelas.

Selama perjalanan menuju kelas Adel tidak berhenti misuh misuh menyumpah serapahi orang tadi.

"haduh kenapa sih gue harus ber-urusan sama makhluk gila itu" gumamnya sambil menghentak hentak kan kakinya.

Tanpa Adel sadari ada yang memperhatikan dirinya dari kejauhan.

tunggu hukuman dari gue gadis manis batin orang itu lalu pergi.

Setelah tiba di kelas Adel langsung menjatuhkan kepala nya ke atas meja bertupuan dengan tangan nya.

Adel memang di kelas duduk sendiri bahkan ia juga memilih untuk duduk di urutan akhir katanya 'agar mudah tidur'.

Sekian lama akhirnya bel pulang sekolah pun berbunyi dengan cepat Adel memasukkan alat tulis nya ke dalam tas kecil nya.

Baru saja Adel hendak melangkah keluar dari arah kanan terdengar suara bariton yang ia kenali. Dengan perlahan Adel menoleh ke arah orang itu.

mati gue batin nya.

"mau kemana lo? Lo lupa, lo masih ada urusan sama gue?" tanya nya dingin.

Adel sedikit mengatur napas nya yang tiba tiba sesak. Bukan karna penyakit.

"iya gue gak lupa" jawab Adel ketus.

"jadi gue harus bertanggung jawab apa tuan Anggasta Mahendra terhormat?" sambung nya lagi.

Akhhh rasanya muak sekali harus berhadapan dengan manusia gila seperti orang yang ada di hadapan nya ini.

"lo harus jadi cewek gue."

"dan gue gak nerima penolakan!" ucap nya santai membuat Adel terkejut, untung gak kena mental.

"gak! Apa apaan lo asal mengklaim gue jadi cewek lo? Gue.." ucap Adel sambil menunjuk dirinya.

"GAK MAU!" tolak nya.

Sedangkan Angga tengah menampilkan senyum smirk nya. Dengan tangan kiri yang di masukkan ke dalam saku Angga perlahan mendekat mengikis jarak dengan Adel.

Adel mati matian menahan napas serta detak jantung nya yang kini berpacu dua kali lipat dari biasanya.

Cup

Hampir saja bola mata Adel keluar akibat tindakan spontan Angga barusan.

"biasa aja" tutur nya santai.

"itu tanda kalau lo adalah punya gue!" ucap nya lalu pergi dari hadapan Adel.

Adel tidak dapat berkata apa apa lidahnya terasa kelu akibat ulah Angga tadi. Dan tadi itu apa? Angga mencium kening nya? Kenapa ia tidak marah? Dasar Adel bodoh!

"ANGGASTA GUE GAK MAU JADI CEWEK LO!" teriak nya menggema di sepanjang koridor.

Untung murid semua sudah pulang jadi dapat di pastikan bahwa adegan tadi tidak ada yang melihat.

Dari kejauhan Angga tetap melanjutkan langkah nya dengan senyum tipis nya yang hampir tidak terlihat.

"ANGGASTA LO DENGER GUE! GUE GISTARA ADELIA GAK MAU JADI CEWEK LO!" teriak nya lagi.

Angga masih saja berjalan tanpa menggubris teriakan cempreng dari gadis kecil itu.

Dengan cepat Adel berlari mengikuti Angga menuju parkiran.

"Woy!" teriak nya setelah berhasil menghentikan langkah Angga.

Angga masih tetap pada posisi awal nya. Dengan tampang cool nya ia diam menunggu gadis yang ada di depannya ini berbicara.

"lo gak budek kan tuan Anggasta Mahendra? tanya Adel dengan napas yang ngos ngos an akibat berlari.

"hm"

"jawab kek! Lo ambeien huh?" tanya Adel lagi.

"hm"

"wah emang bener bener ya lo!"

Baru saja Adel hendak melayangkan tinjuan maut nya dengan gerakan cepat Angga menahan tangan mungil itu.

"sekarang gue tanya sama lo, lo gak budek kan? Lo itu cewek gue jadi harusnya lo bersyukur punya cowok ganteng kayak gue!" ucap nya pede.

Dengan gaya sok ingin muntah Adel mendengar penuturan tidak penting itu.

"pede banget sih lo!" sahut Adel ketus.

Angga terkekeh lucu.

Lucu sekali pikirnya gadis kecil ini.

"sekarang udah jelas kan? Lo cewek gue dan gue cowok lo! Sekarang minggir!" ucap nya santai.

Bodoh nya Adel menurut dan menyingkir dari hadapan Angga.

Kenapa hari ini rasanya sial sekali.

Setelah melihat Angga yang sudah pergi dari tempat itu lalu Adel memutuskan untuk pulang juga.

Masih ingat? Adel bukan anak orang kaya dan ia juga seorang yatim piatu. Adel memutuskan untuk berjalan kaki sambil menikmati suasana sore ini dan sekalian irit ongkos.

Adel yang memang murah senyum kepada semua orang jadi setiap ia bertemu orang lain ia pasti akan tersenyum sekalipun yang tidak ia kenali.

Tidak lama itu akhirnya Adel tiba di depan rumah sederhana yang terbuat dari kayu jati peninggalan orang tua nya. Adel tinggal seorang diri di rumah itu karna ia memang anak tunggal dari sepasang suami istri yang bernama Audrey Sfana dan Raihan Felix.

Setelah membersihkan tubuhnya Adel kini sedang memasak makanan untuk malam nanti. Walaupun tidak mewah setidak nya ia bisa makan dengan kenyang.

Adel sendiri belum bekerja tapi karna tabungan Ayah serta Bunda nya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan nya untuk beberapa tahun ke depan. Bukan orang kaya tapi kok bisa punya tabungan sebanyak itu?

Jadi ceritanya Ayah sama Bunda nya Adel ini dulu nya orang yang terbilang mampu tapi karna bangkrut jadi mereka jatuh miskin dan karna itu juga kedua orangtua nya meninggal karna syok mendengar bahwa mereka bangkrut dan posisi Ayah Bunda nya Adel masih dalam perjalanan pulang. Dan rumah ini memang udah di beli buat Adel dewasa nanti, gitu loh.

Selesai masak Adel keluar teras untuk menghirup udara sore hari sambil menunggu adzan magrib.

Hening.

Sepi.

Sunyi.

Tanpa di suruh air mata Adel turun membasahi wajah cantik nya. Bayangan wajah Ayah dan Bunda nya sangat jelas di ingatan nya. Ia sangat merindukan mereka.

Cepat cepat ia menghapus air mata nya. Adel selalu bertekad dalam hati bahwa ia harus kuat dan tidak boleh cengeng.








Aku update lagi nih, semoga suka:)

GISTARAWhere stories live. Discover now