Kembali kehari itu

270 53 1
                                    

Takdir kemayu hadir tidak diterima dengan baik
Tolong kembalikan jalanku yang dulu, pintanya.
.
.
.
••••>•<••••
3 Tahun silam

Author pov

Semuanya usai, bersama dengan luluh lantahnya sebuah rasa. Semuanya berakhir, bersama hilangnya senja di penghujung petang. Nayaka berdiri mematung meratapi nasib atas gilanya skenario kehidupan. Nayaka gelisah pada hari esok tanpa pujaan hatinya.

Batu nisan yang bertuliskan nama Sakya kembali membuatnya terpukul atas fakta bahwa dia kembali sendiri, ditinggal lagi oleh orang yang Nayaka sayangi. Disisi jenggala dengan diusili semilir angin petang.Bulir bening tanda keputusasaan kembali hadir dipipi tirusnya, terjun bebas tanpa takut akan menabrak tanah.

Jelaga jelas sekali terpampang. Ruang di hatinya semakin rumpang, laun laun menikam dari titik paling dalam, merambat sampai habis menyisakan duka mendalam.

Tuhan, tolong bawa kembali Sakya. Pintanya, langit petang terpampang nyata. Jalan pulang tertutup pekatnya malam. Terseok beberapa kali karena tenaganya terkuras habis, jiwanya kosong ikut hilang dengan kepergian sang pujaan.

Tiba-tiba bentuk kesedihan lain datang, hujan menyapa tanpa perduli kalau Nayaka bisa basah kuyup di bawahnya. Langit malam gulita sekali hari ini, derasnya hujan menjadi saksi bahwa yang berduka bukan dirinya saja. Tapi juga semesta. Semesta baru saja kehilangan manusia berharga bernama Sakya, lelaki kelewat baik yang hidupnya berakhir hari ini.Air matanya menjadi satu dengan hujan. Tubuhnya diguyur, langkah kakinya dipaksa berhenti, berat sekali rasanya. Tapi disini hujan hanya berupaya membersihkan duka-duka yang menempel padanya. Hujan kelewat peka.

Sekelebat bayangan sosok Sakya hadir, mengingatkan Nayaka untuk tetap semangat menjalani kehidupan yang banyak maunya, menyuruhnya kuat pada semesta yang brengsek.

Hujan berhenti dengan sendirinya, menyudahi sedihnya. Mengingatkan Nayaka, bahwasanya duka tidak perlu berlama-lama. Atau mungkin semesta sengaja, agar dukanya dibawa untuk hari esok?.

Nayaka jatuh, Nayaka terperangkap dalam jurang pelik tak berujung. Dirinya tidak tahu, kapan akan sampai pada dasar dari jurang ini. Terapung-apung begitu saja, tak jarang tergores curam nya batu tebing. Tubuhnya tak terluka, tapi hatinya berlumur luka tanpa sisa.

Dirinya berkabung atas pulangnya Sakya pada yang kuasa. Benar kata Nadin, kalau hidup berjalan seperti bajingan. Dirinya ingin mengadu, selain Tuhan dan Sakya tidak ada lagi tempatnya untuk berseru. Ia sudah memohon pada Tuhan, tapi tidak disahuti. Ia ingin merengek pada Ibu kalau hidupnya berjalan bajingan layaknya lirik lagu dari Nadin, tapi sayang Ibunya juga sama bajingan dengan kehidupannya sekarang.

Hatinya sakit, perih bak luka yang kembali ditimpali tusukan pedang berkali-kali. Seperti goresan besar yang belum kering, kembali diguyur darah tanpa permisi.

Siapa saja tolong Nayaka, ia hancur tanpa tersisa. Dirinya lebur pada semua duka. Nayaka muak tapi tidak tahu harus bagaimana. Tuhan jahat, bapak jahat, ibu jahat, semesta juga jahat. Nayaka hanya ingin Sakya, tapi keinginan Itu direnggut begitu saja.

Semestanya, dunianya, juga separuh jiwanya ada pada Sakya. Sekarang Sakya pergi, pergi ke sudut semesta yang mustahil dicari. Raganya memang terkubur, tapi jiwanya mengudara dengan bebas. Nayaka ingin ikut, Nayaka ingin bersama separuh jiwanya, Nayaka ingin bersama dunianya. Tapi kenapa banyak hal yang menghalangi? Termasuk Tuhan dan semesta.

Banyak dari bagian jiwanya yang sudah berongga. Nayaka sendiri kebingungan bagaimana cara untuk ia menutup setiap rongga nya. Tidak bisa kah ia diberi sedikit kebahagiaan, melihatnya bukan hanya kasihan, tapi miris tapa terkecuali.

Heel | Mark Lee ✔Where stories live. Discover now