Maju, Ternyata?

87 26 0
                                    

Kita punya janji, kamu mau juga aku sudi. Kita berdua masih punya harapan.
.
.
.
.
••••>•<••••

Lagi-lagi langit malam. Tempat mengaduh segala resah, satu bulan kembali berlalu, kisah cintanya belum usai sepenuhnya. Besok adalah tanggal 12 Oktober dimana Sakya genap berusia 20 tahun. Rencananya tidak banyak atau tidak ada sama sekali, tapi keinginannya satu—𝘊𝘪𝘯𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘶𝘴𝘢𝘪 𝘢𝘱𝘢𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘴𝘦𝘭𝘦𝘴𝘢𝘪 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘪.

Pesan singkat dikirimkan, memberitahu Nayaka yang sudah tidak ia temui semenjak tiga bulan terakhir, bahwa besok ia akan pergi ketempat kost gadis tersebut. Jika memang dipaksa harus usai, maka biarkan ini menjadi pertemuan terakhir sebelum perpisahan kelam menghampiri.

Sakya—𝘋𝘪𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱𝘢𝘯. Seperti apa? untuk saat ini cukup dirinya saja yang tahu. Tugas kita hanya menyaksikan bagaimana ia berkisah pada cintanya.

Petikan gitar kembali terdengar, Runtuh dari Feby putri feat. Fiersa besari, menjadi lagu yang Sakya lantunkan.

Bukan hanya prihal cinta yang manjadi luka, semakin dewasa banyak hal yang sulit untuk diterima, jauh dari bayangan tapi tetap harus suka rela di rasa. Ekspetasi kadang manjadi pembunuh nomor satu.

Samudera diujung sana, semesta juga Bunda mendengar lirihnya suara Sakya. Remaja tampan, si alis camar yang memabukkan, kini kembali bersedih meratapi peliknya kehidupan. Ayah, Bunda, Sherina juga kita semua tidak ada yang tahu seberapa banyak beban berat yang Sakya pikul. Menjadi anak laki-laki pertama, manusia taat agama juga cintanya. Tidak ada seorangpun yang tahu, seberapa sulit ia bertahan ditempat itu.

Tidak ada yang mampu meronggoh lebih dalam sosok Sakya sebenarnya. Karena remaja itu terlalu pandai menutup, terlalu lihai berkilah juga terlalu baik dalam mengemas luka.

Sakya—𝘏𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘳𝘢𝘱𝘶𝘩 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘯𝘵𝘶𝘩𝘢𝘯 𝘫𝘦𝘯𝘢𝘬𝘢. Tolong jaga dia Tuhan.

••••>•<••••

Jum'at, 12 Oktober 2018. Langit temaram menemani, baru jam tiga sore  padahal 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘩𝘶𝘫𝘢𝘯. Sakya duduk canggung didepan Nayaka, tersenyum seadanya karena tidak tahu harus seperti apa.

"Selamat ulang tahun, Sakya do'aku cuman satu. Tolong bahagia ya." Ujar Nayaka sembari menyodorkan bingkisan yang sudah ia persiapkan dari jauh-jauh hari.

"Ini apa?" Tanya Sakya.

"Bukan apa-apa, cuman kado sederhana dari aku. Maaf ya, sudah banyak membebani kamu, maaf juga ya jika aku masih egois dengan menyebut kamu dalam do'aku."

Suara lirih Nayaka ditangkap baik oleh pendengaran Sakya, kali ini senyum nya bukan seadanya, tapi merekah sangat indah.

"Nayaka, terimakasih ya. Hadir mu bukan beban, kamu juga tidak egois. Alih-alih untuk aku, semoga hidup bahagia bisa kamu dapatkan ya sayang. Bisa berjanji padaku?"

"Janji? Apa?"

"Tolong, tunggu aku sebentar lagi ya. Sabar dulu, jangan terburu-buru pergi ya Nay?"

Heel | Mark Lee ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt