13. Tertawa Bersama

142 75 70
                                    

"Assalamualaikum." seru Aryo mengetuk pintu rumah Aghni.

Pintu rumah seketika terbuka tapi anehnya tidak terlihat siapa yang membukakan pintu. Bukan Aghni maupun ibunya.

"Jangan-jangan ini rumah gaib lagi pintu bisa kebuka sendiri." gumam Aryo lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Waalaikumsalam!" teriak Salma dibawah Aryo. Aryo tersentak melihat hantu kecil itu lalu memejamkan mata dan mengelus dadanya karena terkejut.

"Kak Aghni mana?" tanya Aryo pada Salma.

Salma mengerutkan dahinya. Ada urusan apa Kakak Ganteng mencari kakaknya. Salma menatap Aryo seperti mengintimidasi, "Emangnya mau ngapain cari kakak aku?" sinis Salma.

Aryo yang ditatap seperti itu merasa merinding. Aura bocah ini memang tidak diragukan lagi. Dia memang seperti bunglon terkadang cerewet, centil, dan sekarang seperti singa. "Ee itu anu ee iya! Mau berangkat bareng!"

Salma menatap Aryo dari atas ke bawah. Menurutnya teman kakaknya ini ganteng pakai banget. Lalu Salma melihat ke arah belakang Aryo.  Dia mendapati sebuah motor sport berwarna merah kemudian kembali menatap Aryo. "Mau boncengin kakak aku pakai motor butut itu?" cerca Salma.

Aryo melototkan matanya. Apa dia bilang? Motor butut? Atau mata bocah ini minus apa! Itu motor jelas-jelas bagus, keren, kece. "Heh adik kecil! Itu motor bagus loh bukan butut!"

"Itu motor butut Kakak Ganteng!" sangkalnya berdecak pinggang. Aryo menggaruk kepalanya kasar. Pagi-pagi dia harus dibuat emosi karena kelakuan bocah itu. "Terus kakak harus pakai apa kalau mau jemput kakak mau?"

"Ya mobil lah, gitu aja nggak tau!" ketus Salma. "Ini bocah banyak maunya ternyata. Perasaan gue mau jemput Aghni tapi kenapa bocah ini yang ngatur-ngatur." gumam Aryo pelan agar tidak didengar Salma.

"Kakak bilang apa?" cetus Salma. "E-enggak kok, kamu salah denger kali!" sangkal Aryo.

"Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

"Kakak udah tua ya kok pikun!"

"Kamu kan nggak bilang apa-apa!"

"Aku tadi udah bilang!"

"Mana?"

"Ishhhh sebel ahh." Salma menghentakkan kakinya ke lantai. Meninggalkan Aryo yang cengo karena tingkahnya. Benar-benar bunglon.

"Aryo!" panggil Aghni menepuk pundaknya. "Eh sejak kapan lo disini?" heran Aryo karena sebelumnya belum belum ada Aghni.

"Hehe.. baru aja kok. Kamu tadi kok bengong, kenapa?" ujar Aghni.

"Itu tadi bocah yang ngaku-ngaku adik lo banyak maunya!" ungkapnya.

"Dia nggak ngaku-ngaku kok, tapi emang beneran adik aku." jelas Aghni sambil membenarkan poni tipisnya.

"Hah? Apa lo bilang? Dia adik lo? Siapa namanya? Sa-sa... Sa siapa sih?"

"Salma, Aryo!" ucap Aghni terkekeh geli. "Nah iya itu! Susah bener namanya! Eh tapi bukannya dia anak orang ya?" tanya Aryo menatap Aghni.

"Iya dia emang anak orang kan punya mata, hidung, mulut. Bukan anak setan!" jawab Aghni. "Bisa aja dia anak setan! Setan kan juga punya mata, hidung, mulut!" protes Aryo.

"Setan ada yang nggak punya itu tau! Ada yang muka rata!" keluh Aghni memanyunkan bibirnya. "Heh itu bibir ntar dicium lebah!" serunya.

"Disini kan nggak lebah, adanya cuma kamu!" jelas Aghni menunjuk pada Aryo. "Jadi lo minta gue cium?"

"Eh?"

Aryo mengusap pucuk kepala Aghni, lalu dia menggandeng Aghni menuju tempat dimana motornya berada. Aryo memakaikan helm pada Aghni. "Nanti lo harus ceritain asal-usul si bunglon kenapa bisa jadi adik lo!"

BEDA TAKDIRWhere stories live. Discover now