dah aku lanjut nih, jangan lupa vote komentnya sebelum aku bener2 ngambek gamau lanjut lagi 😒 dan gaada protes2. kalo mau protes ke Bapak Jokowi aja. soalnya aku paling anti di protes.
🌻🌻🌻
Haechan tak bisa berkonsentrasi sepanjang sore ini, bukan karna mengantuk atau lapar seperti biasa.
Tapi ucapan Mark tadi pagi saat mereka sama-sama terbangun di kamar Mark, membuat Haechan membelalakkan matanya kaget dan tak bisa bernafas normal hingga sekarang.
Entah disengaja atau tidak, tapi Haechan mendengar dengan jelas. Pria menyebalkan itu memanggilnya 'baby'.
Padahal selama mereka berteman, Mark bahkan jarang sekali bersikap baik padanya.
Harusnya Mark beruntung memiliki sahabat seperti Haechan ini, selain pintar dan manis ia juga rajin menabung ke perut, dan salah satu yang menjadi kebanggaan Haechan adalah. Ia tak pernah menyisakan makanan walaupun sedikit.
Haechan menggeleng beberapa kali, melirik kearah belakang, tempat dimana Mark duduk.
Pria itu tengah bermain game di ponselnya, padahal Mr. Nakamoto sibuk menerangkan di depan kelas.
Mengingat prilaku buruknya saja sudah membuat Haechan ragu, jadi tak mungkin rasanya ia akan bersikap lembut.
Mungkin hanya karna Haechan tak pernah pacaran sedari lahir hingga hatinya terlampau kosong. jadi membuatnya gampang sekali terbawa perasaan.
Suara bel tanda berakhirnya pelajaran sore ini, membuat Haechan makin menghela nafas berat.
Ia belum faham dengan apa yang diterangkan Mr. Nakamoto barusan, tapi pelajarannya sudah usai begitu cepat.
Ini semua karna Pria Jung itu, yang membuat kerja jantung Haechan berantakan hanya karna kata bodoh yang mungkin ia sendiri tak sadar pernah mengucapkannya.
"Lu kenapa Chan?? dari tadi pagi Gue perhatiin cuma planga-plongo ga jelas, lagi dapet Lu!!" tanya Renjun menggeret bangkunya mendekat kearah Haechan.
"Aku cowok tulen yaa, bukan jadi-jadian!" balas Haechan sarkas.
"Iya iyaa, jadi cowok tulen kenapa?? ada masalah apa??" ujar Renjun lagi menolak untuk berdebat.
"Ga ada apa2, cuma laper aja." balas Haechan berbohong.
Bukannya Haechan tak ingin menceritakan perasaannya pada Renjun, tapi sekarang ia juga masih belum tau apa yang sebenarnya terjadi.
Kenapa hatinya sangat risau dan sedikit berbunga saat Mark memanggilnya selembut itu.
"Aku lapar." keluh Haechan sekali lagi, berusaha mengelabui pemuda mungil ini agar percaya kalau dirinya baik2 saja.
"Tapi kan Lu lagi diet Chan." ujarnya.
"Kan dietnya kemaren pas seragam sempit doang Njun, sekarang udah dibeliin yang baru, jadi ga diet lagi." balas Haechan tenang, setelahnya tersenyum lebar seperti orang bodoh.
"Ahh sialan." umpat Renjun memukul pelan kepala Haechan, gemas sekali dengan kelakuan Pemuda ini.
Kalau saja mereka tak berada di dalam kelas, mungkin Renjun sudah meneriaki Haechan karna selama berteman dengan pemuda ini, kesabaran yang Renjun miliki benar2 tinggal setipis kapas.
"Ayoo cari makan, nanti Gw anterin pulang sekalian, Lu ga bawa mobil kan??" ajak Renjun sambil meraih tasnya yang sudah rapi diatas meja.
"Iyaa ayook." Haechan juga ikut berdiri dari tempat duduknya, ia memang tak bawa mobil karna Mark memaksa untuk berangkat bersama tadi pagi.
Harusnya pria itu juga memaksa untuk pulang bersama, tapi setelah bel berbunyi, batang hidung Mark saja tak nampak lagi di dalam kelas.
'Dasar Pria tak bertanggung jawab.' lirih Haechan dalam hati.
Namun diluar ekspetasi, baru saja Haechan melangkah keluar kelas. Mark berdiri di depan pintu bersama dua orang temannya- Lucas Wong si tampan jurusan ilmu sosial dan Hendery si receh wakil ketua osis.
"Gue mau ngomong bentar.." kata Mark sambil menarik pelan sebelah tangan Haechan tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari sang pemilik.
Renjun hanya diam tak berani membela atau mengeluarkan kata-kata kasarnya pada pria kejam modelan Mark.
Mengerikan sekali kalau pria itu sudah marah, nanti bisa-bisa tubuh Renjun dimutilasi dan dibuang ke sungai.
'Iwwww ngeri.' ujar Renjun sambil membayangkan kemungkinan buruk jika ia ikut campur urusan Mark.
Mark menjauh beberapa langkah membawa Haehan.
"Ngapain Mark?? mau minjem duit yaa??" tanya Haechan bingung, menatap pria itu dengan ekspresi menuduh.
Mark menghela nafas beratnya, menghadapi kebodohan Haechan adalah sebuah ujian terbesar dalam hidupnya.
Bukankah sudah ribuan kali Mark tekankan pada Haechan. 'Bahwa ia juga kaya raya dan tak pernah kekurangan uang sedikitpun.'
"Nanti malam gausah tidur dirumah Gue ya Chan, soalnya kami mau party ke club setelah balapan." bisik Mark pelan, tak ingin teman-temannya mendengar ucapan mereka dan mengetahui perjanjian bodoh yang menguntungkan Mark ini.
"Apa urusannya Mark?? kalau kamu mau party yah party aja, emang ga tidur abis party??" balas Haechan ikut berbisik.
"Yah engga, kan pulangnya pagi, bego banget sih." kata Mark kesal.
"Yaudah sih, gausah bilang aku bego juga, kasar banget." Haechan langsung berbalik, berjalan meninggalkan pria itu tanpa mendengarkan balasannya terlebih dahulu.
Baru saja tadi pagi Mark bersikap baik, sorenya sudah balik lagi sifat monsternya.
Jadi tak mungkin rasanya pria itu akan bersikap lembut pada Haechan kecuali saat tertidur, di mimpipun mungkin tak akan juga.
Sambil berjalan menghentakkan kaki jenjangnya, Haechan menarik sebelah tangan Renjun, membawa sahabat cerewetnya itu pergi dari sana.
berdebat dengan Mark sungguh tak berguna, mulutnya terlalu kasar dan Haechan tak suka.
.
Suara klakson saling sambut begitu riuh menyapa indra pendengaran, ditambah lagi sorakan penyambutan kemenangan Mark malam ini.
Tak bisa diragukan lagi kemampuan anak tertua keluarga Jung ini.
Walaupun hanya balapan liar, namun hadiah yang mereka dapatkan juga tak tanggung-tanggung.
"Waktunya bersenang-senang." teriakan heboh dari teman-teman Mark disekitaran garis finish terdengar jelas saat ia turun dari mobil.
Mark melirik jam tangan mewahnya, baru pukul sepuluh malam, dan ia akan pulang sebelum subuh karna Daddy dan Mommynya sedang dalam perjalanan menuju Korea, kemungkinan sampai dirumah sekitar pukul delapan pagi.
Bukannya takut, tapi Mark hanya tak ingin membuat Daddynya marah dan menyita semua fasilitas yang diberikannya pada Mark.
Karna hidup miskin bukanlah kesukaan seorang Mark Jung.