Meet

183 66 51
                                    

"Masih sistem yang sama?"

"Iya," Silla mengekori Navi dengan raut sedih. "Padahal gue pengen duduk sama lo. Lo kan, pinter. Bisa banyak bantu."

"Belajar berjuang sendiri," jawab Navi sambil tetap membaca bukunya. Kakinya masih terus melangkah menuju kelas UTS-nya.

"Gue di kelas mana tadi?"

"Sebelas mipa tiga," jawab Silla, selaku manajer sampingan Navi.

Di mana ada Navi, di situ pasti ada Silla.

Prisilla, kepanjangannya, menatap Navi sebentar untuk bekal mental pagi ini, sebelum kemudian gadis itu berbalik.

"Gue di gedung sebelah. Duluan, ya!"

"Iya, semangat."

Silla tersenyum hangat lalu berlalu dari hadapan Navi yang kembali melanjutkan langkahnya karena bel masuk sebentar lagi berbunyi.

Navier masih tidak tahu siapa adik kelas yang kedapatan duduk di sebelahnya. Toh, siapa pun itu bukan masalah. Buat apa juga dia peduli.

Tidak, Navier bukan orang yang cuek. Dia peduli pada hal-hal yang memang pantas dipedulikan.

Dia orang yang produktif.

Sampai di lantai dua, langkah kaki Navi menyusuri koridor sejenak sebelum akhirnya berhenti.

"Sebelas mipa tiga." Navier membaca sekilas papan kelas di depannya lalu melangkah masuk sambil tetap membaca catatannya.

"Navi! Lo sebelah gue!"

Navi mendongak sejenak, melihat Dea yang melambai-lambaikan tangannya lalu menunjuk meja di sebelahnya.

"Yes, di sebelah Navi! Bantuin, ya!" Dea berseru antusias, mengabaikan adik kelas yang menjadi pembatas antara dirinya dan sosok jenius tadi.

Sebenarnya mudah saja bertukar tempat, memudahkan proses transaksi jawaban. Namun juga mudah untuk ketahuan pengawas karena perbedaan logo seragam kelas sepuluh dan sebelas yang mencolok.

Intinya sistem ini terkenal paling dibenci, paling menyusahkan, dan paling jujur.

Navi duduk di tempat yang ditunjuk Dea tadi, tidak sempat melihat wajah manusia di sebelahnya karena bola matanya sibuk memandangi buku.

Magenta meneguk ludah. Ternyata begini rasanya, duduk di sebelah orang yang dijodoh-jodohkan denganmu setelah sekian lama.

Magenta, takut.

"Eh, LOH!" Dea berseru lagi setelah mengamati adik kelas di sebelah Navi. "Nav! Itu mate lo! Siapa namanya kemarin? Pinky?"

"Berisik. Apa, sih?" Navi mengomel.

"Itu, sebelah lo!"

Mau tak mau, Navi menoleh ke orang di sebelah kanannya. Magenta langsung menekan tubuhnya ke tembok, tidak siap dengan tatapan laut milik Navier.

"WAH! Magenta dan Navier bersatu!" Sorakan Dea sungguh menarik perhatian seisi kelas. Beberapa anak juga ikut memberi dukungan, tak sadar bahwa kedua orang yang mereka bicarakan tengah bertatapan dalam bisu.

Navier, dengan bola matanya yang semakin terlihat mendingin. Dan Magenta, dengan raut wajahnya yang semakin memerah gelisah.

1️⃣0️⃣💠1️⃣0️⃣

halo, karena aku sangat peduli terhadap para readersku (skskskkss) begini bentukannya:

bisa dipahami kan?:vini buat gambaran aja siapa tau ada yang belum pernah ngerasain sistem kayak gini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

bisa dipahami kan?:v
ini buat gambaran aja siapa tau ada yang belum pernah ngerasain sistem kayak gini..

suer, gaenak.

*up setiap sel, sab

Sepuluh [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang