Day 8

145 31 95
                                    

Senin, hari ke-delapan
Jadwal :
• Matematika Peminatan
• Bahasa Inggris
Waktu :
07.00 - 09.00
09.00 - 09.30 (istirahat)
09.30 - 11.30

1️⃣0️⃣ 💠 1️⃣0️⃣

Magenta berjalan perlahan memasuki kelas. Masih tampak senggang, namun Navier sudah bertengger di kursinya dengan buku kotak-kotak di tangan.

Dan bertepatan dengan itu, Navier mengangkat kepalanya lalu tersenyum.

Genta tersentak.

Navier tersenyum?

Ke arahnya?

Genta sampai menolehkan kepalanya ke belakang, mengira Navi tersenyum ke orang lain. Namun hanya dia yang berdiri di situ.

Senyum Navi barusan tergolong senyum samar. Ujung bibirnya terangkat sedikit, benar-benar hampir tak nampak. Yang sangat membedakan adalah sorot matanya. Mata biru gelap itu terasa menghangat, seperti laut sore yang ditimpa sinar senja dari mentari.

Adem.

Meletakkan tas di belakang, mengambil alat tulis serta bukunya, lalu berjalan menghampiri Navier.

"Navi,"

Lelaki itu menoleh lalu langsung berdiri, membiarkan Genta masuk dan duduk di kursinya.

Navi melirik, melihat Magenta dengan rambutnya yang terurai cantik. Seperti biasa, sisi mukanya merona. Padahal saat itu tidak ada alasan bagi Genta untuk memancing wajahnya memerah.

Itu terjadi begitu saja.

Navi masih melirik, membuat Genta tersadar lalu balas menatap. Kepala Navi yang menghadap ke arahnya sekaligus menghadap jendela, membuat Genta bisa melihat bagaimana mata birunya berkilat samar memantulkan cahaya.

"Apa?" tanya Genta akhirnya karena Navi terus diam. Dua detik kemudian Navi menggeleng lalu kembali fokus ke bukunya.

Melihat wajah Magenta lagi, Navi kembali menyadari sesuatu.

Bahwa selama ini dia sangat egois. Hanya berpikir dia yang harus menanggung resiko sendirian, tanpa pernah tebersit bagaimana nasib Genta setelah itu.

Dan bahwa rasa rindunya jauh lebih kuat daripada amarahnya.

Bagaimana bisa? Hubungannya dengan Genta dulu jelas tidak baik. Apa yang bisa dirindukan dari perempuan ini?

Ya. Mungkin karena janji itu.

"Pinjem penghapus lagi, ya."

"Oke."

Magenta meletakkan penghapusnya di tengah meja, berpikir supaya lebih mudah digunakan keduanya untuk menghitung soal matematika yang sebentar lagi datang.

Keduanya sibuk membaca materi masing-masing, mengabaikan kelas yang mulai terisi penuh.

"Aduduh, serasinya pasangan warna lagi belajar bersama!"

Navi melirik, melihat Dea berjalan masuk dengan senyum rahasianya. Cowok itu menutup bukunya sebentar.

"Lo gak sakit hati, De?"

"Ha?"

"Lo kan, suka sama gue?"

Beberapa anak yang mendengar seketika tertawa, tak terkecuali Dea. Gadis dengan cepolan andalannya itu tahu betul bahwa Navi memang suka mempermalukannya.

Tapi entahlah. Saat Navi yang menanggapinya, Dea tidak pernah merasa sensitif dengan apa pun yang cowok itu katakan.

Memang, ya. Cinta itu bu-?

Sepuluh [Selesai]Where stories live. Discover now