58. Maafin Rifa Ma.

1.5K 173 51
                                    

"Hidup itu seperti bumerang; apa pun yang Anda buang akan selalu kembali. "
- Allen Weinstein

----------

"RIFA!!"

Wafa berlari meloncati pembatas jalan, diikuti Agam dan yang lain. Elvan lebih dulu berhasil membuka pintu mobil Rifa, karena posisinya yang lebih dekat dengan keberadaan Rifa.

Di dalam mobil mereka melihat Rifa yang melamun dengan darah yang menetes menutupi sebagian wajahnya. Tatapannya kosong, wajahnya pucat tangannya yang masih menggenggam ponsel bergetar hebat.

Di sisi lain, sebagian orang bersorak ramai merasa bangga dengan kemenangan orang yang mereka dukung. Tidak peduli dengan sebuah mobil yang dengan kerasnya menabrak pembatas jalan, dan kemudian terbanting pada sebuah pohon. Bagi mereka, justru kecelakaan itulah yang menyebabkan kemenangan bagi mereka. So what do they care?

Kembali pada Rifa yang jiwanya entah kamana, meskipun para sahabatnya memanggil-manggil dan berusaha menyadarkannya karena mereka pikir Rifa sungguh terguncang dengan kecelakaan yang gadis itu alami.

Tapi, bukan kecelakaan itu yang membuat Rifa bak tak bernyawa. Ia diam bukan karena rasa sakit di kepalanya, ia pucat bukan karena darah yang terus menetes membasahi wajahnya. Sejujurnya teriakan Amora masih terngiang di telinganya. Suara isak tangis yang ia dengar, perkataan Key yang menyiratkan keadaan yang tengah terjadi, masih Rifa rangkum dalam benaknya. Mencoba menyangkal apa yang ia dengar, mungkin mereka sedang mengerjai Rifa, tapi, jika benar mereka mengerjai Rifa. Maka mereka sangat keterlaluan sampai bisa membuat Rifa celaka seperti sekarang.

Rifa masih belum merespon orang-orang disekitarnya. Dengan jantung yang berpacu dua kali lipa, Agam menarik Elvan yang dari tadi mengguncangkan badan Rifa agar gadis itu sadar, untuk menjauh dari Rifa. Pemuda itu lantas melepas sabuk pengaman yang melekat di tubuh Rifa, tanpa banyak bicara Agam menarik Rifa keluar dari mobil dan memeluk erat gadis itu.

"Its okey, Everything is fine. you're safe," bisik Agam lembut.

Entah apa yang Rifa pikirkan, setelah mendengar ucapan Agam. Air mata gadis itu luluh bercampur dengan darah. Namun, tatapannya masih kosong. Hingga saat Agam mengusap darah di wajahnya, barulah Rifa seolah tersadar.

Rifa mengerjap-ngerjapkan matanya, melihat sekeliling dengan kalut. Air matanya tidak berhenti mengalir, gadis itu bahkan tidak peduli pada Ana dan Pavvella yang tengah sesenggukan melihat keadaannya.

"Ayy," panggil Ana lirih.

Rifa tidak menjawab, namun, gumaman Rifa membuat mereka mengernyit heran.

"Mama."

Rifa kemudian berlari meninggalkan mereka, sontak saja mereka semua terkejut dengan aksi tiba-tiba Rifa. Apalagi Rifa berlari dengan darah yang masih terus menetes tiada henti.

"Ayy! Lo mau kemana?!" Teriak Pavvella di tengah larinya mengejar Rifa.

Keadaan Rifa yang tidak stabil, membuat gadis itu terjatuh. Ia memegangi kepalanya, namun dengan terus berusaha untuk bangkit.

Agam berhasil menyusul Rifa, pemuda itu membantu Rifa berdiri. Jika saja kali ini Agam tidak gesit, mungkin Rifa sudah kembali melarikan diri. Namun, dengan cepat Agam menahan gadis itu dengan memelukanya.

"Tenang, hey. Lo mau kemana hem?" tanya Agam.

"Lepas! Gue mau pulang!" Berontak Rifa.

"Iya, ayo gue anterin. Tenangin diri lo dulu," ujar Agam.

"Gimana gue mau tenang ,kalau si sialan Amora ngomong Mama udah meninggal?!" Teriak Rifa yang tentu saja membuat teman-temannya shok.

"A-apa Ayy? Tante Elis-"

Look At Me [END!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang