09. Agam Berbeda

2.7K 219 7
                                    

"Hidup ini bukan hanya tentang mendapatkan apa yang kamu inginkan, tapi tentang mencintai apa yang kamu miliki dan menghargainya."

----------

"Assalamualaikum," salam Agam.

"Waalaikumsalam, kok, baru pulang Bang?" sambut Tana, Ibu Agam.

"Iya Bun, tadi abis latihan main dulu di rumah Jo, maaf lupa ngabarin," sesal Agam.

"Iya gak apa-apa, ganti baju gih, abis itu makan. Bunda udah masakin makanan kesukaan kamu," ucap Tana sambil mengusap kepala Agam.

Agam yang mendapat perlakuan hangat dari Ibunya tersenyum manis, ia memeluk Tana sekilas, dan mengecup pipi Ibunya itu sebelum berlalu menuju kamarnya.

Inilah Agam, tidak dingin, tidak irit bicara bahkan ia terkesan manja. Namun, semua sikap itu ia tunjukan hanya kepada orang-orang terdekatnya.

Entahlah, Agam hanya tidak mudah bergaul dan sulit menerima orang baru, hingga sikapnya selalu tertutupi dengan ketidak pedulian nya terhadap sekitar. Yang membuatnya terkesan angkuh dan dingin.

Setelah mengganti pakaian ia turun untuk mengisi perutnya, membayangkan tumis kangkung, goreng tempe serta sambal buatan ibunya semakin membuat perutnya berontak meminta asupan.

"Lea mana Bun?"tanya Agam saat tak melihat adik bungsunya.

"Dia ketaman sama mbak mu."

Agam hanya mengangguk dan kembali memasukan suapan nasinya.

"Sekolah kamu gimana?"

"Biasa aja Bun, gak ada yang aneh."

Tana terkekeh mendengar jawaban putranya itu, ia paham bahwa putranya susah bersosialisasi bahkan terkesan menutup diri dari lingkungan sekitar.

Bahkan dari masih sekolah dasar hingga sekarangpun terhitung teman Agam hanya tiga orang, siapa lagi jika bukan Jo, Key, dan Calva.

"Bunda ada sedikit nasehat, boleh?" Tana menatap lembut Agam.

Agam tersenyum, dan mengangguk.

"Menjaga diri perlu, menyamankan diri harus. Tapi, hidup tidak akan terus berjalan lurus dengan zona yang sama. Suatu saat kamu harus keluar dari zona nyamanmu untuk sesuatu yang kamu anggap akan lebih baik. Jalanmu tidak akan sama, orang-orang di sekitarmu juga tidak akan selamanya bersamamu. Kelak mereka akan memiliki jalan kehidupan masing-masing. Cobalah sedikit membuka diri, orang-orang itu, tidak seburuk yang kamu pikirkan, entah apa yang akan terjadi mungkin suatu hari nanti kamu akan membutuhkan mereka. Kamu ngertikan, maksud Bunda?"

"Emm, Agam ngerti Bun. Makasih nasehatnya, aku akan berusaha menjadi lebih baik lagi."

"Abang!!" seru gadis kecil berumur kurang lebih enam tahun itu, mengalihkan atensi Agam.

"Hallo, princess," sapa Agam.

"Abang liat, tadi Lea dibeliin boneka baru sama mbak Nou bagus kan? Ayo Bang, temenin Lea main!" Ajak gadis yang bernama Lea tersebut.

"Iya sebentar, Abang cuci tangan dulu."

"Nou nanti tolong ke supermarket sebentar ya, beliin terigu sama kopi," ucap Tana pada anak keduanya itu.

"Iya Bun, Nou mau mandi dulu."

°°°

"Abang udahan ya mainnya, Lea cape," ucap Lea sambil merebahkan dirinya di kasur Agam.

"Yaudah bonekanya beresin dulu gih."

"Iya Bang."

Dengan sedikit tidak bertenaga Lea menyeret tubuhnya untuk mengumpulkan boneka-bonekanya yang berserakan.

Feeling good, like I should
Went and took a walk around the neighborhood
Feeling blessed, never stressed
Got that sunshine on my Sunday best

Lagu Sunday best mengalun di ponsel Agam menandakan ada panggilan masuk. Tanpa melihat siapa yang menelepon Agam menjawab panggilan tersebut.

"Ha-"

"Agamm!!"

Agam refleks menjauhkan ponsel dari telinganya saat mendengar teriakan itu. Ia melihat siapa yang meneleponnya, tulisan nomor tidak dikenal terpampang dilayar ponselnya.

Ia berdecak, merutuki dirinya sendiri yang asal menjawab panggilan tanpa melihat siapa yang menelepon. Ia kembali mendekatkan ponselnya pada telinganya.

"Siapa?" Tanyanya singkat.

"O.M.G Agam!! Lo gak save nomor gue, setelah ribuan pesan, dan ratusan panggilan yang gak pernah terbalas gue kirimkan?! Oke fine, gue kesel!"

Tut

Panggilan dimatikan sepihak.

Agam mengerutkan keningnya, orang gila mana yang tiba-tiba meneleponya dan marah-marah tak jelas, pikirnya.

Tapi, sepertinya suara itu tak asing ia mengenal suara itu dia ... entah lah dia tak mau pusing memikirkan siapa orang gila itu. Walau ia sedikit penasaran dengan suara familiar itu, catat hanya sedikit.

"Siapa yang telepon bang?" Tanya Lea

"Orang gila," jawab Agam sambil berlalu menuju kamar mandi, bermain dengan Lea membuat tubuhnya lengket karena keringat.

Lea yang mendengar jawaban abangnya itu mengerikan bahu tak peduli, ia kembali merebahkan tubuhnya dan terlelap karena kecapean.

°°°

"Hah!! Ngeselin banget tuh orang Untung gue sayang!" gerutu Rifa.

"Agam sialan! Ahh, bete!!"

Inilah kerjaan Rifa malam ini, ia hanya mengumpati Agam disetiap detiknya. Setelah ia berhasil menelpon Agam namun, Agam tak mengenalnya membuat mood Rifa hancur sehancur hancurnya dan berakhirlah kamarnya yang menjadi korban kekesalannya. Seprai tidak pada tempatnya, bantal berserakan, bungkus makanan dimana mana, dan selimut yang entah dimana.

"Gue yang bodoh karena masih berekspektasi terlalu tinggi," lirihnya, tersenyum kecil.

Rifa beranjak dari tempat tidurnya ia mengambil jaket dan kunci mobil lalu berlalu entah kemana.

Rifa beranjak dari tempat tidurnya ia mengambil jaket dan kunci mobil lalu berlalu entah kemana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***TBC

Follow IG
@rbfov

Look At Me [END!]Where stories live. Discover now