𝖍 : lembar 02 ✿

1.9K 205 7
                                    

Senin, 15 Oktober 2001

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Senin, 15 Oktober 2001

23.32, tangisan seorang bayi memenuhi ruangan persalinan. Mendengar tangisan sang buah hati yang baru saja lahir ke dunia, orangtua pun tidak dapat memendam rasa kebahagian terdalam yang memuncah.

Dokter memberikan sang bayi pada sang bunda. Bunda, mengecup dahi bayi tersebut, menyalurkan rasa kebahagiannya. Tak kuasa menahan nangis, air mata pun turun membasahi pipi bunda anak tersebut.

Respon dari sang ayah pun tak jauh berbeda, bahkan hingga menit ini, mulutnya masih merapalkan kata terimakasih pada yang Kuasa.

Dielusnya pelan rambut sang istri, "Terimakasih." Katanya.

"Ayah, mau memberinya nama?" Ayah Adinata pun tampak terdiam berfikir keras. Sekilas waktu, wajahnya kembali sumringah. Ditatapnya manik putranya yang mirip dengan maniknya, "Matanya memancarkan ketenangan. Bentuk wajahnya, aku yakin di masa depan, anak kita akan mendapat kehormatan, dan disegani. Maka dari itu, aku memberi namanya Arkana Adinata. Seorang pemimpin, juga sosok yang terhormat."

15 Oktober 2001, putra sulung dari keluarga Adinata terlahir ke dunia.

Waktu berjalan begitu cepat. Hingga tidak terasa, pasangan dari keluarga Adinata telah memiliki tujuh keturunan. Begitupun dengan Arkana yang telah menginjak umur 13 tahun.

Kini, kediaman keluarga Adinata dibanjiri oleh banyak kerabat yang datang untuk ikut memeriahkan ulang tahun Arkana.

Begitu Arkana dengan kelima saudaranya turun layaknya pada film disney, keenamnya menjadi pusat perhatian. Bahkan tak kaget lagi ketika Arkana mendengar perkataan 'glow up sejak dini'. "Ih! Memangnya aku pernah jelek?" Gumam Arkana menggerutu.

Arkana mengamati kerumunan tamu satu persatu. Adiknya yang paling kecil, Raka tidak kunjung datang. Apa kakek dan neneknya tidak mengantar Raka kemari, pada acara ulang tahunnya?

Lamunannya disadarkan oleh kecupan pada pucuk kepalanya oleh sang ayah. "Selamat ulang tahun, putra papa!" Sorak Ayah. Arkana pun membalas dengan tersenyum manis, "Terimakasih, ayah."

"Bunda! Nanti saat ulang tahunnya Asta, Asta mau kue yang tinggii sama ada bus tayo nya ya, Bun?" Pinta Anggasta dengan menirukan ukuran tinggi kue yang dihendakinya. Bunda Adinata terkekeh gemas, apalagi saat rambut Anggasta bergerak-gerak saat Anggasta berloncat. "Iya sayang." Mau tidak mau, ujungnya pun Bunda harus menuruti keinginan putra kelimanya.

" Mau tidak mau, ujungnya pun Bunda harus menuruti keinginan putra kelimanya

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

"Selamat ulang tahun .. selamat ulang tahun .. selamat hari ulang tahun, selamat ulang tahun!"

Alunan nyanyian ulang tahun kompak disorakan pada Arkana. Namun Arkana, tetap fokus memandangi pintu masuk menunggu adik kecilnya datang.

"Nak? Ayo buat harapan dulu." Tegur Bunda pada Arkana. Arkana menghela nafasnya gusar, lalu memejamkan matanya. "Ya tuhan, di umur Aku yang ke13 ini, aku mau Raka terus ada di rumah, jangan ke rumah nenek terus. Aku mau main yang lama sama Raka,"

Begitu Arkana membuka matanya, Arkana terkejut. Matanya membulat. Apa ini?, gumamnya.

"Kana? Ayo ditiup lilinnya."

Wajah Arkana kembali sumringah. Kali ini, bukan dengan berat hati seperti tadi, Arkana meniup lilinnya dengan senyuman yang lebar. Arsa yang berada di samping Arkana pun bingung melihat sang kakak yang sedang terkena mood swing.

Acara potong kue telah selesai. Kini para tamu telah bergerak ke tempat jamuan. Sedangkan Arkana langsung berlari memeluk Raka di pojok sana.

"Raka kenapa baru dateng? Abang nunggu Raka tau dari tadi!"

Raka memiringkan kepalanya, "Abang udah tau?" Arkana diam sejenak, "Hah? Apa?" Raka berlagak aneh. Wajahnya sempat menunjukan bahwa dirinya terkejut pada Arkana, namun dengan cepat mimik wajahnya diubah. "Raka udah daritadi disini. Abang aja yang gak liat."

"Eung? Iyakah? Ayo main! Ayah buat ayunan di belakang rumah kemarin!" Raka mengangguk semangat. Lalu keduanya berlari ke belakang rumah meninggalkan acara.

 Lalu keduanya berlari ke belakang rumah meninggalkan acara

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Angin sore menerpa permukaan kulit Arkana. Dingin. Sejak kapan taman belakang rumahnya terasa dingin dan menyeramkan? Jika saja kali ini Arkana dapat berlari, pasti dia berlari. Tapi tubuhnya mendadak menegang dan tidak bisa digerakan. Teriak pun rasanya tidak ada suara yang keluar.

Kemarin, perasaannya taman belakang rumahnya cerah dan memancarkan aura kebahagiaan. Tapi .. apa sekarang?

Dalam hatinya Arkana berbisik, 'Raka, tolong abang.'

Bukan Raka yang datang, melainkan ayunan yang bergerak semakin keras. Arkana berusaha berpositif thinking untuk tidak memikirkan aneh-aneh. Pasti karena angin yang terlalu keras, dalam batinnya.

Namun tidak bisa. Kakinya bahkan tidak dapat digerakkan, bagaimana bisa berfikir positif.

"Abang?"

Arkana sontak terduduk lemas. Angkasa datang, dan badannya mendadak dapat digerakkan.

"Abang, kenapa?" Angkasa ikut terduduk di samping Arkana. Wajah Arkana memucat. Angkasa berinisiatif menyentuh dahi Arkana, "Nggak panas, tuh?" Angkasa menggoyang-goyangkan tubuh Arkana, "Abang jangan gini ah! Nanti kesambet loh."

"Kasa?" Panggil Arkana menatap Angkasa disebelahnya

"Iya abang?"

"Ada tamu yang duduk di ayunan ya?"

Dari sinilah lembar kisah mereka dimulai. Keanehan dimulai dari sini. Entah berapa kisah yang akan terungkap kedepannya. Bisakah mereka menghadapi jalan takdir?

 Bisakah mereka menghadapi jalan takdir?

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.
[2] adinata ; enhypen ✓Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ