𝖍 : lembar 13 ✿

509 81 1
                                    

brakk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

brakk

"Untung kak Arkan udah bangun!" Pintu kamar sementara milik Arkana didobrak brutal hingga menimbulkan suara dentuman oleh oknum Rayden Aditya ─salah satu sepupu Arkana yang rusuhnya sebelas duabelas dengan Arsa.

"Ucap salam dulu, bocil. Untung aku engga punya riwayat jantung." Cibir Arkana kesal. Sedangkan pelakunya hanya menyengir tidak jelas. Namun jika dipikir logika, apa yang membuat Rayden menemuinya di pagi hari dengan rusuh seperti tadi?

"Ap─"

"Ada hal aneh di kamar yang Raka tempatin, kak." Rayden kembali merengut gelisah.

"Kenapa larinya ke aku? Aku bukan paranormal loh, Ray."

"Tapi aku yakin cuman kak Arkan yang bisa."

Bersamaan dengan hujan deras yang tiba-tiba datang mengguyur bumi, Rayden melengos pergi dari pandangan Arkana begitu dia menyelesaikan pembicaraannya.

"Bahkan kalau aku bisa, aku engga mau jadi anak indihome." Arkana bergumam kecil dengan arah pandang menangkap sesosok anak kecil di tengah sawah di depan sana sedang melambai-lambaikan tangannya yang tidak memiliki jari.

"Itu .. tuyul bukan, sih?" Arkana mengedikkan bahu takut. Dalam tigabelas tahun hidupnya, baru di umur kali ini bisa melihat sosok itu dengan jelas. "Serasa dinotis." Gumamnya sambil menutup jendela karna gemercik air hujan yang mulai masuk. "Eh?"

"─ tapi .. tuyul mana punya rambut?"

tukk

Sepasang tangan kecil menghentikan pergerakkan Arkana menutup jendela. Sontak Arkana langsung menatap pada tempat sosok anak kecil itu berada. Hilang. Apa hantu itu akan muncul didepannya dengan muka antagonis dan meminta sesajen atau hal mistis lain?!

"Aw!"

Arkana kembali menutup dengan sekuat tenaganya, namun tenaga pemilik tangan kecil itu lumayan kuat. Sekilas, terlintas di benaknya untuk

Menjepit sepasang tangan itu?

Namun Arkana tetaplah Arkana. Arkana masih mempunyai nurani tidak tega. Bagaimana jika hantu itu nantinya malah menangis kesakitan?

"Abang, sakitt!"

Itu Langit.

Arkana melepas genggaman eratnya dari gagang jendela lalu menengok kebawah dengan gerakan gesit. Untungnya Arkana menggagalkan niatnya untuk menjepit sepasang tangan itu. Jika niatnya sudah dijalankan, pastinya kini Arkana telah digantung oleh neneknya di pohon nangka dengan lokasi di samping gubug yang gersang.

Arkana mengulurkan tangannya untuk digapai oleh Langit. "Teriak daritadi kek! Buruan naik. Bajumu juga kenapa basah kuyup begini?"

"Abang tarik aja kenapa sih? Ngomelnya tunda dulu. Ini dingin. Banget." Tekan Langit di setiap katanya mencurahkan kekesalan.

[2] adinata ; enhypen ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang