𝖏 : lembar 24 ✿

429 65 3
                                    

Bukan karena keinginan sendiri mereka kembali mendatangi si malapetaka, melainkan bisikan arwah yang bersemayam di dalam benda itu

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Bukan karena keinginan sendiri mereka kembali mendatangi si malapetaka, melainkan bisikan arwah yang bersemayam di dalam benda itu.

Bukan karena keinginan sendiri mereka kembali mendatangi si malapetaka, melainkan bisikan arwah yang bersemayam di dalam benda itu

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

"Dibelakang pusat kota."

"Dibelakang pusat kota."

Bisikan bersenandung itu beralun mengalun terus-menerus tanpa henti membuat yang mendengar dengan terpaksa mengikuti arahan permintaan bisikan misterius.

Terlepas dari alam bawah sadar, mereka berjalan seakan raga mereka dikontrol untuk berjalan walau jiwa mereka masih sadar. Beruntungnya tempat kediaman Adinata berada di pusat kota sehingga memungkinkan mereka untuk sebatas berjalan ke arah yang telah ditentukan oleh si pelaku pembisik.

Raga mereka bisa digerakkan kembali oleh sang pemilik sendiri ketika mereka terhenti di sebuah bangunan bertingkat dengan model kuno yang hanya diterangi oleh alat penerang berupa obor.

Gelap, dan suasana mencekam. Arsa menjadi teringat suatu hal yang menghantui benaknya bagai kaset rusak.

"Kawasan ini persis seperti yang ada di dalam mimpi ku. Bangunan rumahnya, entah bentuk maupun aksesoris yang ada disekitarnya." Arsa berujar.

Arkana pikir, dirinya dan keenam saudaranya sekarang, pasti akan disesatkan lagi oleh arwah lain.

Peristiwa yang akan terjadi malam ini, terjadi secara tiba-tiba. Arkana pun masih belum sempat menyiapkan mental untuk kejadian yang akan dirinya dan saudaranya terjang untuk kedepannya.

"Otakku masih mencerna, mengapa aku tiba-tiba berada disini? Seingatku, aku sedang belajar?" Tanya Angkasa.

"Kamu tidak sendiri, Kas. Aku juga perasaan sedang rebahan sepulang kelas renang. Sadar-sadar sudah ditempat menyeramkan begini." Arsa ikut menimpali.

"Betul apa betul. Intinya kita semua secara tiba-tiba berada ditempat yang sama, padahal sebelumnya kita berpencar di berbagai belahan dunia." Anggasta berkata, namun segera mendapat sinisan dari Langit. "Bahasa mu, dek. Sangat berpuitis." Sayangnya, Anggasta tak mengubris lontaran kalimat sinisan sang kakak.

[2] adinata ; enhypen ✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن